Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah Heroik Abdulrachman Saleh, Pak Karbol Pahlawan Multitalenta

Kisah heroik Marsekal Muda Abdulrachman Saleh patut dikenang. Berikut perjalanan hidup dokter, penyiar, teknisi, penerbang yang dipanggil Karbol.

2 Juli 2022 | 08.03 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada 1 Juli 1909, merupakan hari kelahiran Marsekal Muda TNI Anumerta Abdulrachman Saleh di kampung Ketapang (Kwitang Barat) Jakarta. Dia adalah Pahlawan Nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia dan Bapak Fisiologi Kedokteran Indonesia. Abdulrachman Saleh ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 071/TK/1974 tanggal 9 November 1974.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seperti dikutip dari laman tni-au.mil.id, Maman, sapaan Abdulrachman Saleh, meninggal dalam misi membawa obat-obatan menggunakan pesawat Dakota VT-CLA ke Yogyakarta pada 29 Juli 1947. Pesawat itu diserbu tembakan dua pesawat Kitty Hawk milik Belanda kala hendak mendarat di Pangkalan Udara Maguwo. Padahal sebelumnya kedatangan pesawat tersebut dikabarkan telah mendapat izin dari Belanda dan Inggris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akibat serbuan dua Mustang Belanda tersebut, Dakota VT-CLA jatuh dan membentur pohon, patah menjadi dua dan terbakar di desa Tamanan, kecamatan Banguntapan, dekat desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta. Hanya sebagian ekornya saja yang masih utuh. Peristiwa siang menjelang sore itu menewaskan hampir semua penumpang, hanya satu yang selamat.

Penumpangnya yang gugur adalah Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, Komodor Muda Udara Adisutjipto, Opsir Udara Adisumarmo Wiryokusumo, Zainal Arifin, pilot Alexander Noel Constantine (Wing Comander Australia), Co pilot Squadron Leader Inggris Roy Hazelhurst, Juru Teknik India Bidha Ram dan Ny. Constantine. Sedangkan Gani Handonotjokro selamat lantaran duduk di bagian ekor pesawat.

Masyarakat Yogyakarta tidak menyangka pesawat terbang tersebut berisi orang-orang penting yang membawa obat-obatan. Mereka mengira serangan tersebut merupakan siasat Belanda yang akan membom Yogyakarta. Di kalangan Angkatan Udara Republik Indonesia atau AURI sekarang TNI AU ada anggapan bahwa apabila pesawat tersebut dikemudikan oleh Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh, yang mengenali dari udara kubu-kubu musuh dan daerah-daerah di sekitar Yogyakarta dengan baik, mungkin tak sampai terjadi peristiwa itu.

Masa Muda Abdulrachman Saleh

Abdulrachman Saleh dilahirkan dari keluarga dokter yang mempunyai disiplin dan pendidikan yang sangat kuat. Ayahnya bernama Mohammad Saleh dari Salatiga dan ibunya Ismudiati adalah gadis Jakarta. Nama Mohammad Saleh dikenal sebagai seorang dokter yang sosiawan di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat kota Probolinggo. Ayah Abdulrachman Saleh ini lulus menjadi dokter seangkatan dengan dr. Sutomo, tokoh nasional pendiri Budi Utomo.

Pendidikan Abdulrachman Saleh dimulai dari Holland Indische School (HIS), kemudian dilanjut dengan Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Setelah lulus MULO, Abdulrachman Saleh mengikuti jejak ayahnya, melanjutkan studinya ke School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta. Akan tetapi baru beberapa bulan ia masuk STOVIA, sekolah itu dibubarkan. Pemerintah Belanda beranggapan bahwa dasar sekolah STOVIA kurang memenuhi syarat. Karena itu, untuk menjadi dokter dibutuhkan dasar yang kuat di Algemene Middelbare School (AMS).

Abdulrachman Saleh akhirnya memutuskan melanjutkan studi kedokteran di AMS Malang. Setelah menamatkan AMS, ia memasuki Geneeskundige Hooge School (GHS) di Batavia. Semasa menjadi mahasiswa, Abdulrachman Saleh termasuk mahasiswa yang aktif dengan mengikuti organisasi atau perkumpulan. Dia pernah menjadi anggota Indonesia Muda. Abdulrachman Saleh juga menggabungkan diri dalam persatuan pemuda Jong Java yang bersifat kedaerahan dan ikut aktif pula di dalamnya.

Ketika Indonesische Padvinderij Organisatie (INPO) berdiri, ia juga masuk dalam perkumpulan itu. Pada 1925 INPO diganti nama menjadi Kepanduan Bangsa Indonesia atau KBI, peleburan ini bertujuan untuk mengganti nama Belanda dengan nama Indonesia. Teman-teman Abdulrachman Saleh lebih senang memanggilnya dengan nama “Karbol”. Nama itu merupakan pelesetan istilah Krullebol yang didapatkannya waktu perpeloncoan. Di kemudian hari, julukan Karbol ini digunakan sebagai nama panggilan Taruna Akademi Angkatan Udara.

Abdulrachman Saleh mulai meminati dunia penerbangan ketika muncul suatu Aeroclub di Jakarta bertempat di Kemayoran, sebelum Perang Dunia Kedua. Ini adalah perkumpulan olah raga terbang. Anggotanya sebagian besar dari bangsa Belanda. Namun biaya untuk bergabung sangat tinggi, sehingga tak banyak pemuda Indonesia yang bisa masuk. Namun Abdulrachman Saleh memiliki tekad dan bersaing dengan pemuda Belanda. Brevet terbang pun akhirnya dapat diperolehnya.

Setelah memperoleh gelar dokter, Abdulrachman Saleh memperdalam pengetahuannya di bidang ilmu Faal. Dokter muda ini termasuk mahasiswa yang pandai, dia terpilih menjadi asisten dalam ilmu Faal, mula-mula menjadi dosen di Nederlandsch-Indische Artsen School atau NIAS, Surabaya, dan akhirnya menjadi dosen di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan kemudian menjadi guru besar di Klaten sampai wafatnya.

Selanjutnya: persan Abdulrachman Saleh menyiarkan kemerdekaan Indonesia...

Peran Abdulrachman Saleh menyiarkan Kemerdekaan Indonesia

Usai Kota Hirosima dan Nagasaki dibom Amerika Serikat, Jepang akhirnya menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Kekalahan Jepang berarti berakhirnya penjajahan dan penindasan di Indonesia. Pemuda bersama seluruh rakyat bangkit melucuti sisa-sisa tentara Jepang yang masih tinggal. Tak ketinggalan pemuda-pemuda pegawai Kantor Radio Jepang juga ikut andil. Mereka membentuk suatu gerakan rahasia untuk menguasai kantor. Sebab saat itu radio merupakan sarana penyiaran utama.

Gerakan ini diketahui oleh Kempetai (dinas rahasia Jepang). Sehingga proklamasi kemerdekaan yang diucapkan atas nama Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi, tidak dapat langsung disiarkan. Penyiaran proklamasi terpaksa tertunda untuk beberapa jam lamanya. Di sinilah keahlian dan pengalaman Abdulrachman Saleh dalam bidang radio betul-betul dimanfaatkan.

Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan, dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian teknik, Abdulrachman Saleh menyalurkan siarannya melalui pemancar bergelombang 16 meter di Bandung. Pemancar tersebut sudah lama tak dipakai. Dahulu dipergunakan oleh Markas Balatentara Jepang untuk memberi instruksi-instruksi kepada tentaranya yang tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia.

Sayangnya penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh, penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung. Ketika bertemu dengan pemuda pada 18 Agustus 1945, Jusuf Ronodipuro menceritakan bahwa Hosokkyiku, pusat siaran radio pendudukan Jepang di jalan Merdeka Barat, ditutup. Abdulrachman Saleh tetap bertekad agar keberadaan Indonesia sebagai negara baru merdeka diketahui dunia Internasional.

Abdulrachman Saleh kemudian memelopori pendirian pemancar-pemancar ilegal. Dengan bantuan beberapa pegawai radio dan keahliannya di bidang teknik, dibuatlah sebuah pemancar berkekuatan 85 meter bertempat di gedung di Jalan Menteng Raya Jakarta. Pemancar itu kemudian dipindahkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di jalan Salemba 6.

Radio Indonesia mulai mengudara menyiarkan berita-berita ke luar negeri dengan dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Siaran yang disebut dengan “Suara Indonesia Merdeka” inilah yang menyiarkan pidato Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia untuk pertama kalinya pada 25 Agustus 1945 dan Wakil Presiden Republik Indonesia Bung Hatta pada 29 Agustus 1945.

Karier Abdulrachman Saleh di AURI

Setelah Indonesia merdeka, Abdulrachman Saleh mengalihkan perhatiannya pada perjuangan di bidang kedirgantaraan di AURI. Ketika AURI masih dalam pertumbuhan, Abdulrachman Saleh bersama perintis Angkatan Udara lainnya terus berupaya untuk mengembangkan kejayaan Angkatan Udara.

Bersamaan dengan itu, berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945 telah membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dengan maklumat tersebut, Badan Keamanan Rakyat atau BKR diubah menjadi TKR. Dengan demikian BKR Udara kemudian menjadi TKR Udara dan dikenal dengan TKR Djawatan Penerbangan. Seiring berkembangnya organisasi, TKR kemudian berganti lagi dengan nama Tentara Republik Indonesia (TRI). Demikian juga dengan TKR Djawatan Penerbangan berganti menjadi TRI Djawatan Penerbangan.

Kala itu, kebutuhan akan tenaga penerbang masih sangat kurang. Apalagi pesawat terbang yang tersedia merupakan bekas peninggalan Jepang. Selain itu, jumlah para penerbang Indonesia juga hanya beberapa gelintir saja. Sebagai mantan penerbang olahraga sebelum Perang Dunia ke II, Abdulrachman Saleh turut menyumbangkan darma baktinya bagi bangsa dan Tanah Air. Di Yogyakarta Abdulrachman Saleh memperbaiki mesin-mesin pesawat peninggalan Jepang dia antaranya Glider dan Hajabusja, sehingga dapat dipergunakan lagi oleh AURI.

Untuk beberapa waktu lamanya Abdulrachman Saleh tinggal di Yogyakarta menjadi instruktur penerbang membantu Adisutjipto. Tak lama kemudian pada 1946, tugasnya dipindahkan untuk menjabat sebagai Komandan Pangkalan Udara Maospati di Madiun dan bertempat tinggal di Malang. Menjelang Juli 1947 Abdulrachman Saleh bersama-sama dengan Adisutjipto mendapat tugas dari pemerintah untuk pergi ke India.

Abdulrachman Saleh mendapatkan misi untuk mencari bantuan obat-obatan di luar negeri. Seorang industrialis India bernama Pat Naik meminjamkan pesawatnya jenis Dakota untuk tugas mengangkut obat-obatan bagi PMI. Pada 29 Juli 1947, pesawat tersebut bertolak dari Singapura ke Yogyakarta dengan membawa obat-obatan sumbangan dari Palang Merah Malaya untuk Palang Merah Indonesia. Pemberangkatan pesawat Dokota VT-CLA tersebut telah mendapat persetujuan pemerintah Inggris dan pemerintah Belanda. Namun setibanya di Yogyakarta, pesawat tersebut dijatuhkan oleh Belanda. Menyebabkan Abdulrachman Saleh dan sejumlah tokoh lainnya gugur.

Selanjutnya: Abdulrachman Saleh, Pak Karbol Multitalenta...

Penghargaan untuk Abdulrachman Saleh

Kota Yogyakarta berkabung dengan jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA, peti-peti jenazah ditempatkan berjejer di Hotel Tugu. Pada hari pemakaman, rakyat penuh sesak di sepanjang jalan Malioboro untuk memberi penghormatan yang terakhir kalinya pada pahlawan, perintis dan pelopor AURI itu. Abdulrachman Saleh dimakamkan di pemakaman Kuncen, Yogyakarta.

Sebagai penghargaan atas jasa-jasa terhadap bangsa dan negara, Abdulrachman Saleh dianugerahi pangkat Laksamana Muda Udara Anumerta. Tempat jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA didirikan monumen tugu peringatan Monumen Perjuangan TNI AU. Pada 14 Juli 2000, atas prakarsa Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Hanafi Asnan, kerangka jenazah Abdulrachman Saleh dan Adisutjipto beserta istri dipindahkan ke lokasi tempat jatuhnya pesawat tersebut. Selain itu nama, Abdulrachman Saleh diabadikan sebagai pengganti nama Pangkalan Udara Bugis berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 pada 17 Agustus 1952.

Sebagai penghargaan jasanya yang besar di bidang kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pada 5 Desember 1958 menganugerahi Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia. Presiden Soekarno turut memberikan Satyalencana Bintang Garuda kepada Abdulrachman Saleh Pada 16 April 1959. Kemudian pada 15 Februari 1961, penghargaan dan penghormatan dari pemerintah juga diberikan kepada Abdulrachman Saleh berupa Bintang Mahaputra TK IV.

Untuk penghargaan, penghormatan dan pengabdian nama pahlawan udara tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Komandan Akademi Angkatan Udara Nomor : 145/KPTS/AAU/1965 tertanggal 3 Agustus 1965 dianggap perlu nama “Karbol” yang merupakan julukan Abdulrachman Saleh digunakan untuk menyebut Taruna Akademi yang sebelumnya dipanggil “Kadet”. Dalam perjalanan sejarahnya, panggilan “Karbol” sempat berubah menjadi “Taruna”. Namun sebutan “Karbol” dikukuhkan kembali sebagai panggilan Taruna Akademi Angkatan Udara berdasarkan Surat Keputusan Kasau Nomor : Skep/179/VII/2000 tanggal 18 Juli 2000.

Abdulrachman Saleh adalah pahlawan multitalenta selain sebagai seorang dokter, dia juga turut terlibat memelopori penyiaran kemerdekaan Indonesia lewat Radio. Kala Indonesia minim pesawat, dengan kemampuannya di bidang teknisi, Abdulrachman Saleh turut memperbaiki pesawat peninggalan Jepang agar dapat digunakan oleh AURI. 

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus