Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Museum Srimulat Dibuka di Batu, Ada Pistol Gepeng yang Pernah Jadi Kasus

Museum Srimulat dibuka di Kota Batu, Jawa Timur.

9 Agustus 2024 | 07.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komedian Komeng (kiri) dan pelawak Srimula, Tatang, mengamati senjata api bekas milik Gepeng, di Museum Srimulat, Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, bersamaan dengan pembukaan museum tersebut, Kamis, 8 Agustus 2024. TEMPO/Kukuh S. Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Batu-Langkah komedian Alfiansyah Komeng dan Tatang terhenti di depan kotak kaca berisi pistol dan tiga botol minuman keras merek Jack Daniels dan Black Label. Tatang menunjukkan senjata api itu pada Komeng. “Ya ini pistolnya. Asli ini,” kata dia di Museum Srimulat, Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, Kamis petang, 8 Agustus 2024.

Tatang adalah putra Gepeng, pelawak top Aneka Ria Srimulat pada akhir ‘70’an hingga akhir 80’an. Momen itu terjadi usai pengguntingan pita peresmian museum dan para undangan diberi kesempatan melihat-lihat koleksinya. Komeng dan Tatang yang berjalan paling depan, mencapai kotak senjata api itu lebih dulu.

Komeng nempak mengangguk-angguk. Ia mengamati pistol berwarna hitam kecoklatan itu secara serius. Wajahnya didekatkan ke kotak kaca. Dalam penjelasan singkat yang tertera di museum itu, senjata api tersebut disimpan Gepeng pada 1983.

Akibat memiliki senjata api itu, Gepeng diadili oleh Pengadilan Negeri Solo dan dijatuhi vonis lima bulan penjara. Namun ia segera bebas karena mendapatkan grasi Presiden Soeharto.

Mata Komeng pun ganti tertuju ke botol minuman keras. “Kalau ini peninggalan almarhum bukan?” kata dia.

Tatang pun menjawab bahwa tiga botol tersebut hanya untuk menambah koleksi museum saja. Secara berseloroh ia berujar bahwa minuman keras milik Gepeng pasti sudah dhabiskan semua. Kalau pun masih ada, ia sendiri yang akan meminum.

”Sayang sudah habis, ya, kalau masih ada harganya pasti sangat mahal nih (karena peninggalan Gepeng),” kata Komeng.

Herry Gendut Janarto dalam buku berjudul Berpacu dalam Komedi & Melodi menyebutkan bahwa bakat Fredy Aris alias Gepeng ditemukan oleh Teguh Slamet Rahardjo, pimpinan Srimulat, pada 1977. Ketika itu Srimulat yang sudah tenar di Surabaya sedang mengembangkan sayapnya ke Taman Bale Kambang, Solo.

Selain mendirikan Srimulat cabang Solo, Teguh juga membentuk grup kethoprak yang dinamakan Cokrojiyo. Dua kesenian ini main saban malam di Taman Bale Kambang dengan penonton yang sama banyaknya. Gepeng awalnya  pengrawit kethoprak itu. Ia piawai memainkan gendang.

Suatu saat Teguh kekurangan pemain Srimulat karena pelawak yang semula akan ia mainkan sebagai pembantu, tiba-tiba absen. Teguh pun meminta Gepeng menggantikan peran sebagai pembantu. Teguh tertarik pada lelaki muda bertubuh kerempeng itu karena celetukan-celetukannya di luar panggung jenaka.

Ternyata Gepeng justru melejit di panggung Srimulat. Ia tak tergantikan dari perannya sebagai pembantu.  Dan ketika Teguh punya proyek Srimulat Jakarta di Taman Ria Remaja, Senayan, pada 1980, Gepeng termasuk salah satu pelawak daerah yang diajak.

Di Jakarta karir Gepeng makin melesat. Ia menjelma sebagai selebritas. Ketenaran pelawak asal Muntilan, Magelang itu ditangkap produser film ibu kota. Ia diajak membintangi empat film berjudul Gaya Merayu (1980), Untung Ada Saya (1982), Gepeng Mencari Untung (1983), dan Gepeng Bayar Kontan (1983).

Kehidupan gemerlap mebuat gaya hidup Gepeng berubah. Perubahan gaya hidup ini sempat dikeluhkan Teguh karena turut dibawa ke atas panggung Srimulat. Gepeng misalnya, mengenakan kalung emas saat berperan sebagai pembantu. Ia sengaja membuka kancing atas bajunya agar kalung itu terlihat oleh penonton.

Gepeng enggan memakai kostum pembantu dari kain blacu murahan yang disiapkan Srimulat. Ia memilih membeli sendiri pakaian pembantu dari kain berharga mahal. Selain itu, dalam monolog di panggung, Gepeng tak mau lagi dalam posisi berdiri sambil menyampirkan kain lap di pundaknya. Ia lebih suka duduk di sofa sambil mengangkat kaki.

“Perubahan itu membuat Pak Teguh kecewa karena tidak sesuai dengan perannya. Kan kurang pas kalau pembantu terlihat kaya,” kata Herry Gendut Janarto.

Gepeng sempat meninggalkan Srimulat pada 1986 karena berselisih menyangkut besaran honor yang diterima. Ia kemudian mendirikan grup baru yang diberi nama Suka Ria Gepeng Cs. Gepeng juga mendirikan grup kethoprak Budoyo Jati di Semarang. Tapi pada awal 1988 Gepeng balik lagi ke Srimulat sampai meninggal dunia delapan bulan kemudian,

Senjata api yang pernah dimiliki Gepeng itu salah satu peninggalannya yang dipamerkan museum. Peninggalan Gepeng lainnya berupa kostum pembantu kuning berseleret hitam lengkap dengan kain serbet dan kemucing. Tatang tak mempersoalnya benda-benda milik ayahnya itu dipajang untuk umum.

“Enggak apa-apa. Justru agar masyarakat tahu bahwa dulu banyak pelawak yang melegenda, termasuk almarhum Bapak,” kata Tatang yang juga anggota Srimulat.

Koleksi lain Museum Srimulat ialah foto-foto lama, alat musik, kaset-kaset pita rekaman Srimulat, piringan hitam, boneka kayu bergambar wajah-wajah pemain Srimulat, surat kabar yang memuat berita Srimulat dan lain-lain.

Pelawak senior Srimulat, Tarzan, yang hadir pada peresmian museum itu menyumbangkan koleksi berupa sepatu cokelat beralas tinggi, celana komprang, dan baju pelawak yang sering ia kenakan. Adapun keluarga Teguh menyumbangkan jarit, kebaya dan sanggul milik Djudjuk Djuariyah (istri kedua Teguh), primadona Srimulat di zamannya.

Sebelum membuka sendiri museum di Batu, benda-benda bersejarah Srimulat itu sempat ‘dititipkan’ di Museum Gubug Wayang, Kota Mojokerto. Eko Meiyono alias Eko Kucing, pelawak Srimulat Surabaya, memindahkan barang-barang itu ke Mojokerto karena Taman Hiburan Rakyat Surabaya tempat Srimulat mangkal sejak 1962 ditutup.

Pada 2023 Museum Gubug Wayang Grup melalui Yayasan Sendjojo Njoto Seni Budoyo menawari Eko membuka museum sendiri di Bumiaji, Kota Batu. Tawaran itu pun disambut. Museum tersebut sekaligus sekretariat baru kelompok lawak Srimulat Plus.

“Tak masalah Museum Srimulat didirikan di Batu, walau pun menurut saya idealnya di Surabaya. Sebab dulu Bu Srimulat dan Pak Teguh kan juga pindah-pindah tempat juga sebelum menetap di THR Surabaya selama 30 tahun,” kata dia.

Pilihan Editor: Bukan di Surabaya, Museum Srimulat Dibuka di Kota Batu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



 



 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus