Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangakalpinang - Tanggal 16 Februari selalu dikenang sebagai hari yang paling memilukan bagi masyarakat Muntok, Kabupaten Bangka Barat dan warga negara Australia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal itu berkaitan dengan tragedi berdarah semasa Perang Dunia II. Di mana para tentara Jepang di Pulau Bangka melakukan pembunuhan massal terhadap para perawat asal Australia di Pantai Radji, Muntok, Kabupaten Bangka Barat pada 16 Februari 1942 atau 82 tahun silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana terjadinya tragedi pembantaian tersebut bisa kita lihat kisah-kisahnya yang tersimpan di galeri Perang Dunia II Museum Timah Indonesia atau MTI Muntok. Lokasinya berada di Jalan Jenderal Sudirman, Muntok, Kabupaten Bangka Barat.
Galeri tersebut menyimpan benda-benda yang menjadi saksi kebiadaban peristiwa itu. Seperti perlengkapan perang, bendera Jepang, plakat, tempat minum tentara, buku-buku perang dunia. Termasuk patung perawat Australia bernama Vivian Bullwinkel yang merupakan satu-satunya orang yang selamat dalam tragedi pembantaian tersebut.
Kesaksian Bullwinkel
Kesaksian dan kisah Bullwinkel yang termuat di dalam galeri tersebut menjadi salah satu peristiwa pengungkapan kejahatan perang yang paling tragis dan mendapat sorotan dunia hingga kini.
Kesaksian Bullwinkel yang menceritakan pembantaian bersejarah itu terjadi saat 22 orang perawat yang bekerja di Australian Army Nursing Service dievakuasi dari Singapura. Dua hari sebelum negara itu jatuh ke tangan Jepang pada 12 Februari 1942.
Namun di tengah perjalanan kembali ke Australia, kapal SS Vyner Brooke yang ditumpangi 65 perawat itu dibom hingga tenggelam oleh tentara Jepang saat melintasi Selat Bangka pada 14 Februari 1942.
Para penumpang berhasil selamat dengan menggunakan sekoci dan saling berpegangan di sisi sekoci. Mereka terdampar di Pantai Radji dan langsung bersembunyi dari kejaran para tentara Jepang.
Bersembunyi di dalam hutan selama dua hari tanpa makanan dan peralatan bertahan hidup, membuat para perawat Australia yang selamat tersebut menyerahkan diri ke tentara Jepang pada 16 Februari 1942.
Namun tentara Jepang meminta 22 orang perawat berjalan ke arah laut. Tidak lama kemudian melakukan pembantaian dengan cara ditembak dengan senapan mesin dari belakang.
Inisiatif galeri perang dunia ke-2
Kepala MTI Muntok, Fakhrizal mengatakan peristiwa itu menewaskan 21 perawat. Sedangkan Bullwinkel, kata dia, berhasil selamat dengan berpura-pura mati untuk mengelabui tentara Jepang meski mengalami luka tembak di bagian pinggul.
"Setelah para tentara Jepang pergi, barulah Bullwinkel keluar dari persembunyian," ujar Fakhrizal kepada Tempo, 16 Februari 2024.
Menurut Fakhrizal, saat lolos dari tembakan para tentara Jepang, Bullwinkel sempat bertemu dengan rekannya yang bernama Kingsley dan bersembunyi selama 12 hari sebelum akhirnya benar-benar menyerah.
"Mereka kemudian dibawa ke kamp tawanan perang dan bertemu dengan tahanan lainnya yang sempat selamat. Namun semuanya menjalani waktu kurang lebih tiga setengah tahun di kamp tawanan perang sebelum kembali ke Australia," ujar dia.
Galeri perang dunia ke-II, kata Fakhrizal, merupakan inisiatif MTI dengan mendapat dukungan dari organisasi yang beranggotakan para keluarga korban perang Dunia ke II yang tergabung dalam Malayan Volunter Group atau MVG.
"MVG melalui Judi Balcombe, D Adnthony Pratt, Mrs Margaret Caldicot dan Asthon Family juga memberikan beberapa benda- benda bersejarah seperti plakat, dan buku-buku sejarah perang dunia ke II untuk menjadi koleksi Museum," ujar dia.
Peringatan peristiwa pembataian
Peristiwa tersebut setiap tahun diperingati oleh Australia dengan mengirimkan Duta Besar Australia maupun keluarga korban peristiwa untuk berziarah dan melaksanakan prosesi penghormatan dengan mengunjungi Pantai Radji.
"Di MTI Muntok, pengunjung tidak hanya mengetahui sejarah peristiwa ini. Namun benda-benda bersejarah yang terkait dengan tragedi ini juga bisa dilihat secara langsung," ujar dia.
Fakhrizal menambahkan Bullwinkel sendiri diketahui meninggal dunia pada 2000 lalu. Namun kisah dan kesaksiannya yang tersimpan di museum timah tercermin jelas bagaimana kejamnya pembantaian itu.
"82 tahun berlalu, tragedi ini masih dikenang. Tahun ini peringatan tragedi ini masih dilakukan di Kota Muntok," ujar dia.
Pilihan editor: Menapaki Sejarah di Kota Mentok, Pulau Bangka