Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Pelesiran ke Desa Bonjeruk: Sawah, Sejarah, dan Kopi Enak

Desa Bonjeruk di Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, dikembangkan sebagai desa wisata karena buday adan kesejarahannya.

6 Desember 2019 | 18.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ada desa wisata di Desa Bonjeruk Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dulu, di sini adalah pusat pemerintahan tingkat Distrik Jonggat yang dipimpin oleh putra setempat, Lalu Serinata yang kemudian kelak menjadi Bupati Lombok Tengah pertama. Semua sejarahnya terekam di Desa bonjeruk.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karenanya, di sana bisa dilihat adanya bangunan bekas kantor Distrik Jonggat dan tempat kediamannya yang bercirikan bangunan Belanda. Hampir setiap hari wisatawan singgah di Jonggat. Dibawa oleh agen perjalanan dari Mataram, rata-rata dalam seminggu 3 - 4 kunjungan yang masing-masing membawa 10 orang wisatawan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jarak Mataram - Bonjeruk sekitar 20 kilometer ke arah tenggara atau memerlukan waktu 45 menit. Keliling di Desa Wisata Bonjeruk ini memerlukan waktu 2,5 jam.

Rumah Lalu Serinata, Kepala Distrik Jonggat yang disebut sebagai Gedeng Beliq (Rumah Besar) dibangun pada 1933 yang akan dijadikan pusat budaya dan museum. Dok. Pokdarwis Wira Jaya Putra

Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah meresmikan Desa Wisata Bonjeruk di dusun Batu Jering, 26 November 2019 lalu. Bonjeruk menjadi desa wisata dengan bekal kesejarahannya. Di desa itu bekas kantor distrik Jonggat pada zaman Belanda masih kokoh berdiri.

Juga ada kediaman Lalu Serinata, Kepala Distrik Jonggat yang disebut sebagai Gedeng Beliq (Rumah Besar). Rumah yang dibangun tahun 1933 itu, kini menjadi milik pewarisnya Lalu Widjaje. Juga ada Masjid Raden Nuna Umas yang dibangun tahun 1800-an.

Masjid Raden Nuna Umas yang dibangun tahun 1800-an. Foto: Supriyantho Khafid

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah, Lalu Putrie, Bonjeruk adalah salah satu desa tertua di daerahnya. ''Bonjeruk sangat layak sebagai desa wisata,'' kata Lalu Putrie kepada TEMPO, Selasa 3 Desember 2019 sore.

Desa Bonjeruk ini berdiri tahun 1886. Keberadaannya sebenarnya sudah ada sejak 1852. Ketua Kelompok Sadar Wisata (pokdarwis) Wira Jaya Putra Lalu Adi Permadi, 44, yang sehari-hari dosen Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Mataram, desa kakeknya ini memiliki potensi sejarah dan budaya.

"Kami tonjolkan wisata sejarah dan budayanya," ujar Adi Permadi Bonjeruk dari sejarahnya sebagai ibu kota Kerajaan Jonggat, didirikan oleh para keturunan Datu Pujut di Pampang. "Kedatuan Jonggat ini pecahan dari Pujut yang punya kerajaan sendiri," ujarnya yang memiliki silsilah garis keturunan dari Bupati Lombok Tengah pertama, Lalu Serinata dari garis keturunan Lalu Widjaje -- bapaknya Lalu Adi Permadi.

Sedangkan Ketua Pokdarwis Bonjeruk Permai Usman, 43, yang menangani wisata agro menyebutkan, jika wisatawan datang, mereka diajak menelusuri pematang sawah, melihat Pasar Ten Ten, dan juga air terjun Kokoh Dalem dan Tebing Purba.

Berjalan menelusuri persawahan merupakan salah satu atraksi wisata di Desa Bonjeruk. Dok. Pokdarwis Wira Jaya Putra

Saat ini, Bonjeruk terdiri dari 14 dusun yang semuanya memiliki potensi wisata. Namun, Bonjeruk Permai dalam tahap fokus mengelola lima dusun sebagai prioritas desa wisata, di antaranya Presak dan Batu Jering adalah superprioritas. Lainnya yaitu Dusun Bonjeruk Duah, Bonjeruk Dalem, Bat Pekan Timuk, dan Loang Tune. Di sana juga ada spot air terjun dan tebing purba. Hanya aksesnya belum dibenahi untuk memudahkan wisatawan berkunjung.

Nah, Bonjeruk Permai sudah menangani wisata agro di Dusun Peresak yang memiliki potensi buah-buahan, persawahan dan kebun kopi. "Di sana ada varietas pohon juwet hitam, putih, kepundung dan renggak," ucap Usman.

Yang ditonjolkan oleh Bonjeruk Permai adalah kopi sangrai yang terdiri dari tiga jenis yaitu kopi sangrai pasir, kopi sangrai kayu manis, dan kopi sangrai beras. "Ini semua dilakukan oleh kelompok perempuan dusun Peresak," kata Usman. Di dusun tersebut setiap halaman rumah memiliki 10 - 12 tanaman kopi. Jika menggunakan sangrai pasir mendapatkan kematangan yang lebih merata.

Sudah berjalan selama setahun terakhir, produk kopi sangrai ini setiap harinya bisa mencapai 140 bungkus, berisi seperempat kilogram untuk konsumsi wisatawan.

Paket kuliner merangkat masakan yang biasa disuguhkan pada saat upacara pernikahan warga setempat. Dok. Pokdarwis Wira Jaya Putra

Di Bonjeruk Dalam, ada pengolahan makanan ringan yaitu Kampung Ombak terdapat kripik pare (buah peria) yang sampai saat ini sudah dijual ke Qatar. Juga ada makanan kering stik daun kelor, jahe gulung dan stik duri ikan, jajan tradisional renggi dan opak-opak.   

Di Batu Jering, terdapat paket kuliner merangkat -- masakan yang biasa disuguhkan pada saat upacara pernikahan warga setempat. Antara lain ada menu ayam merangkat, sate kuncung yang terbuat dari pisang biji (puntik batu), disertai olahan sayur ares (dari bahan batang pisang), sayur daun kelor, urap timun, beberuk (lansule), cengeh (sayur santan yang di dalamnya dicampur daun keladi.

Juga ada tim ikan yaitu ikan yang dibumbui dan dikukus pakai daun pisang. "Sistem begibung per sajian tiga orang dikenai tarif Rp150.000," kata Usman yang sebelumnya bekerja sebagai pemandu wisata di Bali. Begibung adalah cara makan bersama suku Sasak di Lombok.

Untuk memajukan desa wisata Bonjeruk ini masing-masing Pokdarwis memiliki target. Wira Jaya Putra menyiapkan Gedeng Beliq menjadi museum atau pusat budaya "Juga akan ada homestay, kuliner khas Bonjeruk disertai tampilan atraksi budayanya Sasak," katanya.

Secara terpisah Pokdarwis Bonjeruk Permai juga ingin memberdaryakan remaja desanya, dengan mengajarkan berbahasa Inggris yang dibantu oleh relawan wisatawan asing selama dua minggu. Juga menyiapkan keterampilan komputer dan disain grafis.

Kopi sangrai khas Desa Bonjeruk. Dok. Pokdarwis Wira Jaya Putra

"Kami juga siapkan English Camp," ujar Usman. Selain itu adalah pembenahan pasar bambu untuk lokasi kuliner di bawah pohon bambu.  

Usman pun menyiapkan waktu dua tahun untuk memajukan program desa wisata ini. Disebut Stage 1, memprioritaskan eco edu tourism. Kemudian Stage 2 Recreation Center, dan Stage 3 mengembangkan outbond dan resort.

SUPRIYANTHO KHAFID

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus