Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Pesona Desa Bonjeruk, Menculik Gadis untuk Dinikahi

Desa Bonjeruk memiliki tradisi yang unik: pemudanya menculik kekasihnya untuk dinikahi. Bahkan mencuri ternak untuk ajang adu kesaktian.

7 Agustus 2019 | 07.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Desa Bonjeruk memiliki pesona keunikan tradisi, sebagai daya tarik desa wisata. TEMPO/Fajar Januarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lantunan musik dari Gendang Belik, manyambut para wisatawan yang datang ke Desa Wisata Bonjeruk, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Lombok yang terkenal dengan keindahan pantai dan lautnya, kini mulai memperkenalkan desa wisata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu desa yang berpotensi besar menjadi destinasi desa wisata adalah Desa Bonjeruk. Desa ini  mulai diperkenalkan pada pertengahan 2018 lalu, dan kini mulai naik daun. Desa Bonjeruk, terdiri dari 14 dusun dengan populasi 8.000 warga yang berprofesi sebagai petani dan peternak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilihat dari sisi peradaban, Desa Wisata Bonjeruk merupakan desa tertua, dan pernah menjadi pusat pemerintahan setingkat distrik pada masa penjajahan Belanda, yang disebut sebagai distrik Jonggat. Sebagai desa wisata, daya tarik utama Warga Desa Bonjeruk, yakni masih mempertahankan kearifan lokal.

Memasuki Desa Bonjeruk, hamparan ladang dan tumbuhan endemik Lombok memanjakan mata. Di desa ini juga wisatawan dapat menikmati buah endemik seperti Lobe-lobe dan kopi arabica khas Lombok.

Kopi dari desa Bonjeruk sendiri diolah dengan cara tradisional dengan menggunakan penggorengan dari tanah liat. Ada satu pengolahan kopi yang berbeda di desan ini, yaitu mencampurkan biji kopi dengan beras saat proses sangrainya.

Selain disuguhi dengan pesona alamnya desa ini juga memiliki tarian yang dapat menarik wisatawan, berupa tarian Peresean. Peresean merupakan ajang petarungan dan unjuk ketangkasan para pria, sehingga dapat menarik wanita yang melihatnya.

Keunikan Tradisi “Mencuri”

Desa yang pernah menjadi sentra pada masa penjajahan Belanda ini masih menyisakan bangunan kuno yang berusia ratusan tahun. Setiap rumah di desa itu dilengkapi satu bruga atau ruang tamu.

Di samping rumah biasanya dilengkapi dengan satu kandang untuk hewan ternak. Kandang ini berguna selain untuk memelihara hewan juga untuk mengamankan hewan ternak dari pencurian.

“Di Desa Bonjeruk masih banyak terjadinya pencurian ternak, tapi bukan karena desakan ekonomi tapi  tradisi mencuri untuk menguji ilmu,” tutur Lalu Alamin.

Mencuri hewan ternak merupakan ajang praktik untuk melepas sirep atau ajang duel dengan pemilik ternak. Biasanya pada bulan Maulid, para pengguna ilmu hitam melakukan latihan dengan minyak yang terbuat dari kelapa khusus.

Pemain kendang belik menyambut wisatawan di pintu masuk desa. TEMPO/Fajar Januarta

Selain mencuri hewan ternak di desa Bonjeruk juga memiliki keunikan dalam hal pernikahan. Untuk mendapatkan pasangan pria di Desa Bonjeruk harus “mencuri” perempuan yang disukainya, dimana hanya diketaui oleh pihak pria dan perempuannya saja.

Di desa Bonjeruk juga memiliki tata tertib ketika pria ingin mendatangi rumah perempuan yang disukainya, yaitu pihak pria hanya boleh menerimanya di bruga atau ruang tamu dan tidak boleh mengajak keluar rumah. Apabila ada pria lain yang datang ke rumah perempuan tersebut, maka pria yang datang pertama harus pergi walaupun baru tiba.

“Tujuannya agar menghormati orang yang sudah datang, dan apabila dilanggar dapat terjadi pertikaian,” ucap Lalu Alamin.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus