Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Perhatikan Jumlah Tanduk Kambing di Atap Rumah Limas Palembang, Ini Filosofinya yang Penuh Makna

Rumah Limas dibangun dengan perencanaan matang dan penuh dengan pesan moral dan filosofi yang dapat diambil hikmahnya. Salah satunya, di bagian atap rumah Limas terdapat ornamen menyerupai tanduk kambing dengan jumlah beragam.

19 April 2024 | 13.21 WIB

Pada bagian atap Rumah Limas terdapat ornamen menyerupai tanduk kambing dengan jumlah beragam. Jumlah tersebut melambangkan manusia dan Islam. TEMPO/Parliza Hendrawan
Perbesar
Pada bagian atap Rumah Limas terdapat ornamen menyerupai tanduk kambing dengan jumlah beragam. Jumlah tersebut melambangkan manusia dan Islam. TEMPO/Parliza Hendrawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Pelambang - Rumah Limas merupakan rumah tradisional orang Palembang sejak berabad-abad silam. Dulunya rumah Limas dibangun oleh kaum ningrat seperti Pangeran. Bukti keberadaan Rumah Limas asli tersebut ada di komplek Museum Negeri Sumatera Selatan yang dibangun tahun 1830 dan 1833.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Rumah Limas dibangun dengan perencanaan matang dan penuh dengan pesan moral dan filosofi yang dapat diambil hikmahnya. Salah satunya, di bagian atap rumah Limas terdapat ornamen menyerupai tanduk kambing dengan jumlah beragam. "Kalau berjumlah dua, itu melambangkan Adam dan Hawa," Beny Pramana Putra, Edukator Museum Negeri Sumsel, Jumat, 19 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Beny mengatakan pihaknya selalu menjelaskan kepada pengunjung bila terdapat tiga tanduk kambing hal itu menandakan Matahari, Bulan dan Bintang. Sedangkan Empat tanduk melambangkan para sahabat Rasulullah. "Bila di atas rumah terdapat lima dan enam tanduk kambing hal itu melambangkan rukun Islam dan Rukun Iman," ujarnya.

Selain terdapat tanduk kambing, Beny menambahkan Rumah Limas masih memiliki sejumlah keunikan dan ciri khas tertentu. Rumah Limas dibangun dengan menggunakan tiang sebagai penyangga. Dengan berbentuk panggung tanpa paku dan material besi lainnya, rumah Limas punya banyak filosofi yang wajib diketahui generasi saat ini.

Filosofi Rumah Limas 

Chandra Amprayadi, Kepala UPTD Museum Negeri Sumatera Selatan menjelaskan pihaknya sudah menerbitkan buku hasil pengkajian berjudul “Rumah Limas Koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan”. Rumah Limas merupakan salah satu koleksi masterpiece yang dimiliki Museum Negeri Sumatera Selatan sejak tahun 1985.

Dalam buku yang sama disebutkan bahwa pembangunan rumah limas harus dari Ilir ke Ulu. Hal itu artinya dalam proses membangun sebuah rumah adat, tidak asal-asalan melainkan memperhatikan setiap detailnya dan dari setiap detail tersebut, memiliki beragam filosofi tersendiri. 

Rumah Limas dibangun dengan bentuk panggung bertiang kayu tanpa paku.Hal ini bertujuan untuk menghindari air dan binatang buas masuk ke dalam rumah. Foto diambil di komplek Museum Negeri Sumsel. TEMPO/Parliza Hendrawan

Konsep pembangunan permukiman, membangun rumah demi rumah, harus dimulai dari hilir, baru ke hulu. Ini terkait dengan pola permukiman yang berada di sepanjang tepian sungai. Lokasi pembangunan tidak boleh dimulai dari hulu apalagi “lompatlompat”. Jika aturan ini dilanggar, maka pelakunya akan kualat, menurut Syarofie, dalam bukut tersebut. 

Rumah Limas dibangun menghadap ke dua arah, yaitu timur dan barat. Bagian yang menghadap ke arah timur disebut sebagai matoari edop atau arah matahari terbut. Sedangkan, arah barat disebut matoari mati, yaitu arah matahari terbenam dan melambangkan akhir dari kehidupan. 

Tanpa paku

Rumah Limas dibangun tanpa menggunakan paku. Semua material itu diganti dengan tali dari kulit atau akar pohon, pasak dari kayu atau bambu. Konon, bertujuan untuk mudah dibongkar pasang. Selain itu, penggunaan pasak untuk merekatkan berbagai komponen penyusun bangunannya sehingga lebih kokoh dan tahan guncangan. Pasak dipercaya dapat membuat kayu bangunan tidak mudah patah dan roboh. 

Dalam salah satu bagian lainnya diterangkan bila Rumah Limas memiliki berbagai ornamen. Rumah Limas difungsikan sebagai tempat tinggal, tempat prosesi adat, dan museum. Menurut Rumiawati dalam buku itu, masyarakat Melayu dahulu membangun rumah dengan alasan penyelamatan dari bahaya banjir/pasang surut, perlindungan serangan dan ancaman binatang, penghindaran kelembapan, penyimpanan (tempat) peralatan. 

Keunikan motif hias Rumah Limas Palembang berciri khas bunga teratai yang dipasang di tiang pintu, melambangkan kesucian. Warna merah melambangkan kemakmuran Orang Melayu menghormati orang tua, saling menyayangi, hidup berpatutan, dan makan berpadanan.

Selanjutnya Rumah Limas Palembang berbentuk panggung

Kayu Serumpun

Rumah Limas Palembang dibangun dengan berbentuk panggung karena sebagian daerah di Palembang adalah rawa-rawa dan sungai. Untuk menghindari air masuk ke dalam rumah, maka dibentuklah seperti panggung. Selain dibuat karena wilayahnya yang dipenuhi rawa-rawa, Rumah Limas berbentuk panggung ini memiliki bagian kolong yang bisa dimanfaatkan untuk berkumpul bersama sebagai ruang keluarga, sampai melakukan kegiatan bersama di sana. 

Untuk naik ke pelataran Rumah Limas, ada tangga di sisi kanan dan kiri bangunan. Rumah Limas memiliki tiang penyangga dengan tinggi 1,5 meter sampai 2 meter dari permukaan tanah. Fondasi Rumah Limas terbuat dari kayu unglen. Sementara, bagian rumah yang lain, seperti pintu, pagar, dan lantai terbuat dari kayu tembesu, tanpa menggunakan satupun paku. Adapun jenis kayu yang digunakan meliputi unglen (Eusideroxylon zwageri), tembesu (Fragraea gigantea), merawan (Hopea mengarawan Miq.), petanang (Dryobalanopsoblongifolia Dyer), dan seru (Schima wallichii).

Rumah Limas tampak depan. Rumah limas khas Palembang ini dibangun pada 1830. Saat ini rumah Limas menjadi koleksi Museum Balaputra Dewa. TEMPO/Parliza Hendrawan

Merasakan Rumah Limas

Menaiki sejumlah anak tangga, kaki sampai juga di bagian awal rumah limas milik Pangeran Pangeran Syarif Ali yang menyerupai teras rumah masa sekarang ini. Untuk menuju ke ruang utama yang menyerupai ruang tamu ini, pengunjung akan menaiki beberapa tingkatan lantai lagi yang setinggi sekitar 50 centimeter. Di ruang tengah itu terdapat ruang Timbangan Pengantin yang dilengkapi dengan singgasana pengantin. 

Dalam kunjungannya, Rabu 17 April 2024, PJ Gubernur Agus Fatoni mengaku bangga bisa berkunjung ke Museum Balaputra Dewa hingga berfoto di depan rumah limas. Dari kunjungan itu dia bisa mengenal lebih banyak dan lebih jauh budaya masa lalu lewat peniggalan bersejarah.

Dalam kesempatan yang sama ia mengajak masyarakat untuk mengunjungi museum dan bila ada benda-benda yang dianggap bernilai sejarah ada baik diserahkan pada pihak museum untuk disimpan dan dilestarikan. “Pada uang kertas pecahan Rp 10 ribu ada gambar Sultan dan dibaliknya ada Rumah tradisonal Palembang. Inilah rumah aslinya,” kata Agus Fatoni

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus