Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Memperingati hari lahir Pancasila pasti yang akan diingat salah satunya adalah sosok Sukarno dan Pulau Ende. Ia menjadi salah satu tokoh yang mengemukakan gagasannya dalam sidang BPUPKI. Dalam sidang tersebut sukarno menjelaskan tentang lima gagasan bangsa Indonesia yang disebut sebagai Pancasila.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sukarno pernah diasingkan ke sebuah pulau bernama Ende di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pria yang kerap disapa Bung Karno ini dianggap sebagai ancaman tentara Belanda karena pergerakannya di beberapa organisasi dinilai menjadi pemicu pemberontakan. Mengutip dari laman Kemendikbud, atas aktivitasnya itu Bung Karno ditangkap Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda, De Jonge pada 1933 untuk kemudian diasingkan ke pulau Ende.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pengasingannya itu Sukarno tidak berangkat sendiri, ia ditemani isrinya, Inggit, Ratna Djuami (anak angkat), serta ibu mertuanya. Sukarno bersama keluarganya bertolak dari Surabaya menuju Flores dengan kapal barang milik Belanda, KM van Riebeeck.
Setelah berlayar selama delapan hari, mereka tiba di Pelabuhan Ende dan langsung dibawa ke rumah pengasingan yang terletak di Kampung Ambugaga, Kelurahan Kotaraja. Rumah pengasingan ini merupakan bangunan milik Haji Abdullah Amburawu, seorang tokoh masyarakat setempat. Di rumah pengasingan inilah Sukarno beserta keluarganya menghabiskan waktu mereka selama empat tahun.
Di Ende inilah, gagasan Sukarno mengenai Pancasila dilahirkan. Dalam pidato di BPUPKI, ia menjelaskan Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata "panca" berarti lima dan kata "sila" berarti prinsip atau asas. Soekarno menyebutkan lima asas negara versinya, yaitu Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Perikemanusiaan; Demokrasi; Keadilan Sosial; Ketuhanan Yang Maha Esa.
Profil Pulau Ende
Pulau Ende merupakan tempat bersejarah terbentuknya dasar negara yaitu Pancasila. Selama diasingkan, Bung Karno merenungkan dasar negara Indonesia di bawah pohon sukun yang rimbun. Menurut catatan sejarah, melansir dari Kemenparekraf pohon sukun itu saat ini telah menjadi tempat yang dirawat dan diberi nama “Taman Perenungan Bung Karno”.
Taman itu kemudian didirikan patung Bung Karno yang sedang duduk di bawah pohon sukun bercabang lima sambil menatap ke arah laut. Sayangnya pohon sukun itu tumbang pada tahun 1960 dan ditanam lagi pada 1981.
Hingga saat ini “Taman Perenungan Bung Karno” dibuka sebagai tempat wisata sejarah sebagaimana tempat-tempat lain di daerah tersebut. Salah satu tempat yang terkenal di pulau Ende ada Danau Kelimutu atau kerap disebut sebagai Danau Tiga Warna.
Danau ini terletak di Gunung Kelimutu yang memiliki tiga buah danau kawah dengan warna air yang dapat berubah dalam kurun waktu tertentu. Menurut kepercayaankepercayaan warga setempat, setiap warna air dari Danau Kelimutu tersebut memiliki makna serta kekuatan alam tersendiri.
Pertama, ada danau dengan air berwarna biru (Tiwu Nuwa Muri Koo Fai), yang dipercaya sebagai tempat berkumpul arwah orang yang meninggal di usia muda. Warna biru itu akan sangat indah ketika matahari terbit atau menjelang siang hari.
Kedua, air berwarna merah (Tiwu Ata Polo) adalah tempat berkumpul arwah orang yang berbuat jahat selama hidup. Warna merah danau ini sebenarnya dipengaruhi oleh alga dan plankton yang hidup di dalamnya. Warna merah akan sangat indah jika dinikmati di sore hari.
Terakhir, air danau berwarna putih (Tiwu Ata Mbupu) sebagai tempat leluhur yang meninggal saat tua. Warna ini diperkirakan terbentuk akibat kandungan kapur di sekitar batuannya. Danau Tiwu Ata Mbupu sangat cantik apabila dinikmati di siang hari.
Selain ke Danau ada pantai Mbu’u. Pantai Mbu’u ini memiliki daya tarik berupa berupa pasir pantai berwana hitam nan lembut dan pemandangan matahari terbit dengan latar belakang gunung serta lautan yang eksotis.