Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seleb

RA Kosasih, Bapak Komik Indonesia Pencipta Tokoh Sri Asih Sejak 68 Tahun Lalu

Perusahaan hiburan Bumilangit telah merilis trailer film Sri Asih. Film ini adaptasi dari komik karya RA Kosasih.

9 Juli 2022 | 11.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Raden Ahmad Kosasih yang lebih dikenal dengan RA Kosasih, seorang penulis komik saat hadir dalam acara peluncuran buku Wayang Purwa di Jakarta, (12/3/2010). TEMPO/Jacky Rachmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan hiburan Bumilangit telah merilis trailer film Sri Asih pada Rabu, 6 Juli 2022. Film ini merupakan adaptasi dari komik buatan Raden Ahmad atau RA Kosasih. Bercerita tentang pahlawan super wanita Indonesia titisan Dewi Asih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komik Sri Asih diterbitkan untuk kali pertama pada 1954. RA Kosasih menciptakan karakter ini sebagai role model perempuan Indonesia yang mandiri, kuat dan berkarakter. Sri Asih adalah sebuah simbol bagaimana perempuan berusaha setara dengan laki-laki, tetapi tidak menjadi sama dengan mereka. Sri Asih menggambarkan suatu entitas heteroseksual independen dari kontrol patriarki.

Siapakah RA Kosasih Pencipta Tokoh Sri Asih?

Tak dapat dimungkiri, perjalanan hidup RA Kosasih punya andil besar dalam sejarah komik Nusantara. Dia berhasil meninggalkan jejak emas yang memperkenalkan epik cerita pewayangan dalam panel komik yang sederhana lagi menghibur. Di kemudian hari, RA Kosasih disebut juga sebagai Bapak Komik Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketertarikan RA Kosasih dengan dunia komik berawal sejak kecil. Ketika masih duduk di bangku kelas 1 Inlands School, Bogor, putra bungsu pasangan Raden Wirahadikusuma dan Sumami ini mengaku selalu menunggu ibunya kembali dari pasar. Biasanya sayur-mayur belanjaan sang ibu dibungkus menggunakan potongan koran yang ada komiknya.

“Saya ambil bungkusan sayur itu, saya baca komik Tarzan, meski uma sepotong-sepotong,” kata RA Kosasih kepada wartawan Tempo, Leila Chudori, pada 1991.

RA Kosasih mengaku mulai senang menggambar secara formal kala bersekolah di Hollandsch Inlands School (HIS) Pasundan. Pria kelahiran 4 April 1919 di Desa Bondongan, Bogor mengaku buku catatannya kerap habis lantaran digunakannya untuk menggambar. “Ilustrasi pada buku-buku pelajaran bahasa Belanda bagus-bagus. Jadi buku catatan saya banyak yang cepat habis karena saya gambari,” katanya.

Setelah lulus dari HIS, RA Kosasih memilih tak melanjutkan pendidikan. Dia tak berkenan meski berpeluang meneruskan sekolah menjadi pamong. Pada 1939, RA Kosasih melamar sebagai juru gambar di Departemen Pertanian Bogor. Sebelum merintis karyanya dalam bentuk buku, dia sempat menjadi komikus untuk koran.

Mengutip Koran Tempo edisi 29 Juli 2012, RA Kosasih punya tempat tersendiri dalam jagat komik Nusantara. Ia merupakan pelopor sekaligus teladan bagi generasi yang lahir setelahnya. Karya-karya RA Kosasih yang meninggal satu dekade silam, Juli 2012, itu adalah monumen yang mendefinisikan identitas komik Indonesia dengan jelas.

“Almarhum merupakan komikus pertama yang meluncurkan karyanya dalam bentuk buku. Pantas jika dia didaulat sebagai bapak komik Indonesia,” kata pengamat komik, Hikmat Darmawan.

Menurut Hikmat, karya-karya RA Kosasih memiliki karakter yang sangat kuat. Tak hanya mengangkat tokoh-tokoh bermuatan lokal, RA Kosasih juga menyampaikan nilai-nilai tradisi yang mengakar dalam masyarakat. Semua itu divisualisasikan dalam panel-panel komik yang mudah dipahami. “Dia seorang story teller yang baik. Semua karyanya selalu punya unsur lokal. Inovasi yang banyak ditinggalkan komikus sekarang,” ujar Hikmat.

Sedikitnya ada 100 buku komik yang dibuat Kosasih. Karya-karyanya memiliki sejarah panjang yang merentang sejak 1953. Muncul dengan berbagai genre, seperti super hero, komik wayang, folklor, fiksi ilmiah, dan petualangan. Komik serial pertamanya adalah Sri Asih. RA Kosasih mendapatkan ide-ide untuk ceritanya dari peristiwa-peristiwa yang terjadi kala itu. Seri “Sri Asih Vs Gerombolan” modal, edisi ini terinspirasi dari teror DI/TII yang saat itu ramai diberitakan.

Sukses dengan Sri Asih, RA Kosasih melanjutkan serial baru dengan tokoh bernama Siti Gahara. Perbedaan karakter antara keduanya sebenarnya tak terlalu banyak. Mereka sama-sama cantik, sakti mandraguna, serta penolong kaum lemah. Bedanya, bila Sri Asih mengenakan kostum wayang Sunda, Siti Gahara mengenakan celana Aladin dari kisah 1.001 Malam. RA Kosasih juga mengenalkan tokoh superhero wanita lainnya lewat serial Sri Dewi.

Tiada aral yang tak melintang. Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra menuding karya RA Kosasih mencerminkan kebudayaan Barat. Akibatnya omzet yang diperoleh Kosasih dan sejumlah komikus lain sempat turun drastis. Menjawab tudingan itu, RA Kosasih kemudian mencoba membuat komik berdasarkan cerita klasik lokal, antaranya Mundinglaya Dikusuma dan Ganesha Bangun.

Namun ide RA Kosasih mengadaptasi cerita pewayangan ke dalam komik itu bukanlah tanpa hambatan. Pihak penerbit khawatir komik gagal diserap pasar. Lantaran, wayang masih dianggap produk budaya yang sakral. Namun penolakan itu tak lekas membuat RA Kosasih putus asa. Dia kemudian mencoba mengadaptasi cerita Burisrawa Gandrung, cerita pewayangan yang ringan. Di luar dugaan, komik setebal 48 halaman itu ternyata laku keras.

Maka mulailah Kosasih mengembangkan ide komik dari kisah klasik Mahabharata dan Ramayana. Tetapi bukan versi Jawa, RA Kosasih memilih cerita versi India. Selain gemar menggambar, RA Kosasih juga senang menonton pertunjukan wayang sejak kecil. Bungsu dari tujuh bersaudara ini merupakan pengagum berat tokoh Gatotkaca, karena tokoh super hero ini bisa terbang.

RA Kosasih tutup usia di rumahnya di Rempoa, Tangerang Selatan, pada Selasa dini hari, 24 Juli 2012. Bapak Komik Indonesia itu mengembuskan napas terakhirnya di usia 93 tahun. “Beliau meninggal sekitar pukul 01.00 dinihari,” ujar pendiri situs KomikIndonesia.com, Andy Wijaya. RA Kosasih dimakamkan di TPU Tanah Kusir.

Menurut Andy, RA Kosasih meninggal setelah terjatuh di rumahnya di Jalan Cempaka Putih III Nomor 2 Rempoa, Ciputat. Sebelumnya, dia sempat dirawat karena penyakit jantung dan paru-paru. “Beliau sempat dirawat di Rumah Sakit Bintaro sekitar seminggu karena ada jamur di paru-parunya,” kata Andy, saat itu. “Setelah membaik beliau pulang.”

HENDRIK KHOIRUL MUHID 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus