Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kabupaten Blora merupakan sebuah daerah di Jawa Tengah yang terletak di bagian paling timur dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wilayah Kabupaten Blora terdiri dari dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian berkisar antara 20 hingga 280 meter di atas permukaan laut. Bagian utaranya berbukit-bukit dan sebagian lagi merupakan Pegunungan Kapur Utara.Bagian selatan merupakan dataran rendah. Ibu kota kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan pegunungan kapur bagian utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Separuh wilayah Kabupaten Blora ditutupi hutan, terutama bagian utara, timur, dan selatan. Dataran rendah bagian tengah umumnya merupakan persawahan.
Sebagian besar wilayah Kabupaten Blora merupakan daerah krisis air (baik air minum maupun irigasi) pada musim kemarau, terutama di daerah pegunungan kapur. Saat musim hujan, tanah longsor dapat menyebabkan banjir di banyak wilayah.
Sejarah Kabupaten Blora
Menurut cerita rakyat, Blora berasal dari kata Belor yang berarti lumpur, kemudian berkembang menjadi Mbeloran yang sekarang lebih dikenal dengan nama Blora.
Pada abad ke-16, Blora masuk ke dalam Kerajaan Jipang yang saat itu masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Adipati Zipan pada waktu itu bernama Arya Penangsang atau lebih dikenal Blora nama Aria Jipang. Pati, Lasem, Blora, dan Zipang sendiri.
Seperti dilansir Potret Blora, kerajaan Pajang tidak lama berkuasa karena ditaklukkan oleh Kerajaan Mataram Islam yang berkedudukan di Kotagede, Yogyakarta. Blora merupakan bagian dari wilayah Mataram bagian timur atau Ban Wetang.
Pada masa pemerintahan Paku Buwono I (1704-1719), wilayah Blora diberikan kepada putranya Pangeran Blitar yang diberi gelar adipati.
Pada masa pemerintahan Paku Buwono II (1727-1749), terjadi pemberontakan pada masa Mataram yang dipimpin oleh Mangkubumi dan Mas Sahid. Mangkubumi berhasil menguasai Sukawati, Globogan, Demak, Blora, dan Yogyakarta.
Menurut pesan Babad Giyanti dan Serat Kuntaratama, Mangkubumi menjadi raja pada hari pertama Surat Arib 1675, yaitu pada tanggal 11 Desember 1749.
Bersamaan dengan diangkatnya Mangkubumi menjadi raja, diangkat pula pejabat-pejabat lain, termasuk pemimpin prajurit Mangkubumi, yaitu Wiratikta yang menjadi bupati Blora.
Hingga saat ini tanggal 11 Desember diperingati sebagai hari lahir Kabupaten Brora, yang secara tidak langsung mengakui bahwa tanggal 11 Desember 1749 adalah hari ulang tahunnya.
Gerakan perlawanan rakyat Blora yang dipimpin oleh petani muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Resistensi pedesaan ini tidak terlepas dari semakin memburuknya kondisi sosial dan ekonomi penduduk pedesaan saat itu.
Pada tahun 1882, pajak pemungutan suara yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda merupakan beban yang sangat besar bagi pemilik tanah (petani). Di wilayah lain di Jawa, kenaikan pajak menyebabkan pemberontakan petani, seperti Peristiwa Cilegon tahun 1888. Dua tahun kemudian, para petani Kabupaten Blora memulai perlawanan terhadap pemerintah kolonial yang dipimpin oleh Samin Slosentiko.
Pilihan editor: Pelajar Blora Dilarang Pakai Motor ke Sekolah