Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Alarm di alat pemesanan gerai restoran Ayam Taliwang kawasan Kampong Gelam, Singapura, itu berbunyi dan berkedip ketika pesanan dari pembeli masuk, Rabu sore, 13 November lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sang pemesan menggunakan aplikasi Grab, dan pengemudi layanan aplikasi daring itu akan tiba ke restoran tersebut dalam waktu delapan menit. Tampak di alat pemesanan digital, pemesan menggunakan sistem pembayaran Grabpay.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hamzah M.Salim, pemilik restoran, dengan sigap merespons pesanan satu paket ayam taliwang dan kentang goreng tersebut. Hanya dalam waktu lima menit, pesanan sudah dikemas. “Saya membuka usaha ini setahun lalu dan kami langsung menggunakan aplikasi digital untuk pemesanan, pembayaran, hingga mengantar pesanan,” ujar pria 32 tahun itu.
Setiap hari ada sekitar lima hingga sepuluh pelanggan yang memesan ayam taliwang di restoran tersebut melalui layanan aplikasi digital. Popularitas resto Hamzah tak sekadar tenar dalam aplikasi pemesanan, pelanggan yang datang langsung ke restoran yang beralamat di Kandahar Street Nomor 26 Singapura tersebut bisa mencapai 50 orang per hari.
Pemilik Restoran Ayam Taliwang di Kampong Gelam Singapura, Hamzah M. Salim, menunjukkan perangkat digital di kiosnya. TEMPO/Anton Aprianto
“Masih banyak pelanggan yang datang langsung ketimbang memesan secara online,” ujar Hamzah yang mengelola restoran itu bersama tiga sampai empat pekerjanya.
Penerapan sistem digital di restoran tersebut, menurut Hamzah, meningkatkan pendapatan hingga 15 sampai 20 persen. Ia juga memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan restoran ayam taliwangnya. Sebagian besar pelaku usaha di Kampong Gelam, ujarnya, sudah memanfaatkan aplikasi digital. “Ini satu-satunya restoran Ayam Taliwang di Kampong Gelam,” katanya.
Kampong Gelam merupakan salah satu tujuan wisata di Singapura. Sebagian besar wisatawan berasal dari kawasan Asia Tenggara dan Cina. Ada juga wisatawan dari Eropa. Menurut situs Badan Pariwisata Singapura, kawasan ini awalnya merupakan permukiman masyarakat Malaysia, Arab, Bugis, dan Indonesia yang dibangun Gubernur Hindia Belanda Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1882.
Masjid Sultan di Kampong Gelam. TEMPO/Anton Aprianto
Sebutan gelam berasal dari nama salah satu pohon khas di kawasan ini, yakni pohon kayu putih. Ada sekitar 200 gerai usaha di area utama Kampong Gelam dan 400 gerai usaha di luar area utama. Sebagian besar merupakan gerai makanan, suvenir, alat-alat sekolah, dan gerai penjual pulsa lokal. Ada juga beberapa penginapan sederhana di tempat tersebut.
Di tengah-tengah kawasan tersebut terdapat Masjid Sultan, yang merupakan masjid tertua di Singapura. Masjid ini dibagun di era Sultan Hussain Shah tahun 1824. Ia merupakan sultan pertama Singapura.
Penerapan sistem digital di Kampong Gelam sudah dilakukan dua tahun lalu. Proyek digitalisasi ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura. Sudah ada 200-an gerai dan hotel yang menggunakan aplikasi digital, terutama dalam sistem pembayaran.
“Tahun ini targetnya ada sekitar 300 gerai di sini, yang memanfaatkan teknologi digital,” ujar Azrulnizam Shah, Direktur Eksekutif Singapore Malay Chamber of Commerce and Industry.
Menurut Azrul, penerapan teknologi digital menjadi strategi baru untuk mengembangkan kawasan Kampong Gelam. Pengembangan teknologi digital di kawasan ini, kata dia, mudah diterapkan karena para pelaku usaha di Kampong Gelam kini sebagian adalah anak muda. Promosi Kampong Gelam juga, ujar dia, kini banyak memanfaatkan media sosial. “Kami sadar penerapan teknologi digital di sini tidak secepat di Indonesia,” ujarnya.
Gerai Restoran Ayam Taliwang di Kampong Gelam, Singapura. TEMPO/Anton Aprianto
Menteri Komunikasi dan Informasi Singapura S. Iswaran mengatakan penerapan teknologi digital di Kampong Gelam merupakan program pengembangan usaha kecil dan menengah di Singapura. Pengembangan ini, kata dia, dimulai dari sistem pembayaran dan pemasaran yang berbasis teknologi digital.
“Ini upaya pemerintah agar pelaku usaha kecil dan menengah di Singapura beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital,” ujarnya.
ANTON APRIANTO