Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Surga Ini Hanya Bisa Dinikmati Pemilik Mata yang Sehat

Hampir seluruh kawasan hutan di Indonesia merupakan surga bagi pengamatan burung (birdwatching). Modalnya mata yang sehat, kamera, teropong, dan buku.

3 Januari 2020 | 09.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wisatawan sedang mengamati burung dengan binocular Nocs. Foto: @n_o_c_s

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Skotlandia, negeri yang luas wilayah dan hutannya tak seluas Indonesia. Namun negeri di Britania Raya itu sukses mengembangkan pariwisata birdwatching. Negeri itu menjadikan pengamatan burung sebagai kegiatan ekowisata yang sangat  populer di  dunia. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kegiatan  wisata  ini dapat  memberikan  keuntungan  ekonomis  yang cukup besar bila dikelola dengan baik. Bahkan Skotlandia menurut researchgate.net,  mengandalkan  birdwatching  sebagai  penyangga utama  sektor  pariwisatanya dan mendapatkan pemasukan US$8-12 juta per tahun pada 2013.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wisata birdwatching sangat menguntungkan, karena profil wisatawannya, yang umumnya adalah eksekutif dan pengusaha papan atas, serta penghobi burung. Mereka rela mengeluarkan biaya berapapun untuk menikmati suasana pemotretan atau melihat burung yang mereka incar.

Burung Jalak Bali. dok. SHUTTERSTOCK KOMUNIKA ONLINE

Indonesia merupakan surga burung endemik, yang harus mereka saksikan. Tentu, yang mereka butuhkan adalah akomodasi yang layak dan pramuwisata yang paham hutan dan kebiasaan burung-burung di dalamnya.

Berikut destinasi wisata birdwatching di beberapa lokasi di Indonesia.  

Taman Nasional Meru Betiri

Taman Nasional Meru Betiri memiliki koleksi pantai yang indah yang jarang dijamah wisatawan. Taman nasional yang berada di kawasan Banyuwangi ini, diresmikan pada 23  Mei  1997. Luas  wilayah  taman  nasional  ini  sekitar  58.000 Ha, dan menjadi rumah bagi harimau  Jawa – yang kabarnya sudah punah.

Di wilayah Bandealit di kawasan Hutan Meru Betiri ditemukan habitat jenis burung yang menarik, dan berpotensi dikembangkan menjadi  ekowisata  birdwatching. Serangkaian penelitian, Bandealit menjadi habitat 20 jenis burung. Burung-burung itu betrpijah di pepohonan dan melakukan penampakan tiba-tiba (flush) yang sangat digemari oleh para birdwatcher.

Taman Nasional Matalawa

Taman Nasional (TN) Matalawa, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan surga tersendiri bagi para fotografer dan filmmaker alam liar, utamanya burung. Taman nasional ini merupakan kerajaan burung, yang dihuni  159 jenis burung.

Kawanan burung yang menghuni Hutan Matalawa mempunyai kemiripan dengan burung-burung yang ada di Pulau Flores. Ini karena faktor kedekatan lokasi antara Pulau Sumba dan Pulau Flores. Banyak para peneliti yang datang ke Pulau Sumba untuk meneliti jenis-jenis burungnya. Dimulai dari masa seabad sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada pertengahan abad 18.

Rangkong gading mendekati kepunahan. Foto: @yayasankehati

Sejarah mencatat penamaan burung Cacatua sulphurea citrinoristata oleh Fraser pada tahun 1844 dan Larius roratus cornelia (nuri bayan) oleh Bonaparte pada tahun 1853, merujuk penemuan burung kakatua di Pulau Sumba dan Flores.

Taman Nasional Bali Barat

Taman Nasional Bali Barat merupakan kawasan pelestarian alam untuk mempertahankan ekosistem. Taman nasional ini dibuat untuk tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi, budidaya dan rekreasi wisata alam (eco tourism). Taman Nasional Bali Barat berada sekitar 130 km dari Kota Denpasar.

Sesampai di taman nasional itu, wisatawan diajak ke Teluk Brumbun dengan menggunakan perahu. Di teluk tersebut terdapat penangkaran jalak Bali, yang teranvam punah. Burung-burung tersebut dikembangbiakkan kemudian dilepas ke alam bebas.

Jalak Bali dikatagorikan sebagai jenis satwa endemik Bali, yaitu satwa tersebut hanya terdapat di Pulau Bali (saat ini hanya di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat),dan secara hidupan liar tidak pernah dijumpai d ibelahan bumi manapun.

Taman Nasional Lore

Hutan lindung di kawasan Taman Nasional Lore menjanjikan suasana yang tenang dan sejuk. Hutan hujan tropis yang masih terjaga, membuatnya surga bagi berbagai burung. Salah satu spot pengamatan burung terdapat di  Danau Tambing, yang terletak di Desa Sedoa, Kecamatan Lore Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.

Danau Tambing masuk dalam bagian Taman Nasional Lore Lindu yang ditetapkan UNESCO sebagai cagar biosfir dunia. Danau ini berjarak 90 km dari kota Palu, yang bisa ditempuh dalam 2-3 jam. Lingkungan danau tersebut, berhawa sejuk. Bahkan bisa mencapai 10 derajat Celsius.\

Burung Rangkong. shutterstock.com

Kawasan Danau Tambing juga menjadi area favorit untuk wisatawan pecinta burung (bird watching) dan perkemahan. Di sekitar Danau terdapat sekitar 263 jenis burung, yang hamper setengahnya berkategori endemic:  di antaranya bondol rawa (lanchura malocca), alo (rhyticeros cessidix) atau pecuk ular (anhinga rufa), elang ular Sulawesi (spilornis rufipectus), elang Sulawesi (spizaetus lanceolatus temminck).

Hutan Segitak

Hutan Segitak berada di kawasan Desa Segitak, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Wisatawan atau birdwatcher yang memasuki kawasan ini bakal disambut paduan suara kicau burung itu di antaranya, empuluk, takur, cucak kuricang, delimukan zamrud, kangkok ranting. Mereka menciptakan suasana rimba yang menenangkan sekaligus meriah.

Kawasan hutan di Desa Segitak memang tak termahsyur. Suasana hutan yang alami serta beragam burung yang menghuninya boleh dibilang cukup memikat. Sebab itu pula organisasi nirlaba Rangkong Indonesia memetakan kawasan ini sebagai lokasi pengamatan burung.

Desa yang dihuni warga Dayak Iban itu, memuliakan burung, terutama enggang. Burung yang dipuja sebagai sumber kehidupan – karena menyebarkan biji tanaman melalui kotorannya – biasanya tampak di Hutan Segitak. Warga metayakini melindungi satwa adalah salah satu cara merawat hutan. Maka semua jenis enggang, seperti enggang cula (rangkong badak) dan enggang gading (rangkong gading), serta burung lain, termasuk murai batu, yang hidup di hutan kawasan Sungai Utik dilindungi hukum adat Dayak Iban.

Mengintip Cenderawasih Merah Menari

Hutan Raja Ampat

Bird of Paradise merupakan film documenter yang dibuatnya untuk National Geographic selama kurang lebih 8 tahun di Papua, dan dinobatkan sebagai salah satu ‘kitab sucinya’ para filmmaker alam liar, terutama yang mengkhususkan diri pada pengamatan burung.

Dari 39 jenis burung yang didokumentasikan dalam film itu, cendrawasih menempati posisi tersendiri. Burung yang dijuluki burung surga itu, dapat diamati di sekitar hutan di Desa Sapokren, Raja Ampat.

Untuk melihatnya, wisatawan harus bangun pagi, sebelum matahari terbut. Lalu melakukan perjalanan menarabas hutan hingga sore. Atraksi utama adalah mengamati tarian cendrawasih – tarian pejantan untuk memikat betina. Aktvitas pengamatan burung tersebut harus ditemani pramuwisata dari Desa Sapokren, yang hafal seluk beluk hutan dan lokasi burung-burung surga itu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus