Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Reformasi di tubuh Polri kembali digaungkan usai serangkaian peristiwa pelanggaran yang dilakukan anggota korps bhayangkara itu sepekan terakhir. Mulai dari intimidasi hingga kekerasan seksual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, rentetan kasus yang terjadi belakangan ini harus menjadi alarm yang serius bagi kepolisian. Aparat negara yang sejatinya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat, justru melakukan kekerasan, salah tangkap, penyiksaan, pencabulan dan pembunuhan di luar hukum terhadap warga masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Reformasi institusional atas Polri yang lebih mendalam harus segera dilakukan guna mencegah berulangnya kekerasan oleh anggota kepolisian di masa datang," kata Usman dalam keterangan resminya, Selasa, 11 Maret 2025.
Usman mengatakan, polisi dididik, dilatih, dan dipersenjatai negara untuk melindungi warga, bukan malah melakukan pembunuhan di luar hukum seperti yang diduga terjadi di Sulawesi Utara, maupun salah tangkap dan penganiayaan yang diduga menimpa seorang warga pencari bekicot di Jawa Tengah.
"Bahan dasar dari keberulangan kasus-kasus kekerasan polisi ini adalah impunitas di tubuh kepolisian," kata Usman.
Usman mengatakan, rezim impunitas ini sudah menjadi kultur di kepolisian karena Polri terkesan membiarkan terus terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota polisi.
"Kasus-kasus tersebut harus diusut tuntas secara transparan dan pelakunya diberikan sanksi pidana untuk menghadirkan keadilan bagi korban dan keluarga korban," katanya.
Usman mendesak Presiden, DPR, Kompolnas, Polri maupun pengawasan dan kontrol yudikatif, segera melakukan evaluasi yang serius. "Reformasi di tubuh kepolisian harus melibatkan perubahan sistemik, bukan sekadar revisi aturan atau pelatihan semata," katanya.
Beberapa hari terakhir, sejumlah anggota Polri diduga terlibat dalam sejumlah tindak kejahatan. Di Grobogan, Jawa Tengah, seorang pria pencari bekicot bernama Kusyanto (38 tahun) menjadi korban salah tangkap setelah dituduh mencuri mesin pompa air pada Minggu malam 2 Maret 2025.
Pria itu mengalami penganiayaan oleh seorang aparat kepolisian Aipda IR yang membawanya ke kantor polisi untuk diperiksa lebih lanjut. Namun hasil penyelidikan Polsek Geyer membuktikan bahwa pria itu tidak bersalah dan tuduhan pencurian itu tidak bisa dibuktikan.
Di Ngada, Nusa Tenggara Timur, seorang Kapolres berpangkat AKBP yang kini berstatus non-aktif diduga mencabuli tiga anak di bawah umur. Dia bahkan merekam kekerasan seksualnya dan videonya dikirim ke situs porno Australia. Bukan hanya itu, sang kapolres juga positif menggunakan narkotika.
Sementara itu, di Labuhanbatu, Sumatera Utara, seorang anggota kepolisian pada Kamis 6 Maret 2025 menendang kepala seorang perempuan dengan status Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang diduga membakar sepeda motornya.
Kasus lain terjadi di Sulawesi Utara, seorang anggota Brimob Polda pada Senin 10 Maret 2025 diduga menembak mati seorang warga penambang. Kasus penembakan tersebut diduga terjadi saat ada kericuhan di salah satu lokasi tambang emas ilegal di Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara.
Lalu seorang anggota Polda Jawa Tengah tengah diperiksa atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian bayi berusia dua bulan pada Minggu 2 Maret 2025.
Pilihan Editor: Pencari Bekicot Diintimidasi dan Salah Tangkap, ICJR: Pidana Polisinya, Jangan Cuma Sanksi Etik