Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Apa Itu Judicial Harassment?

Istilah judicial harassment belum cukup dikenal luas di Indonesia. Masyarakat di Indonesia lebih familiar dengan istilah kriminalisasi.

13 Januari 2025 | 10.53 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Guru Besar dan Ahli Lingkungan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 15 November 2024. Sidang beragendakan pemeriksaan keterangan dua orang saksi ahli Guru Besar dan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo dan Ahli Kerusakan Tanah dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor Basuki Wasis yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum untuk terdakwa Helena Lim. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Guru Besar IPB University sekaligus ahli lingkungan, Bambang Hero Saharjo, dilaporkan ke Polda Bangka Belitung, Rabu, 8 Januari 2024. Bambang dilaporkan atas dugaan kejanggalan hasil perhitungan kerugian negara dari sektor lingkungan yang jadi dasar penanganan korupsi timah. Pelaporan yang dilayangkan ke Bambang Hero ketika menjadi saksi ahli di persidangan dikaitkan dengan judicial harassment.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apa Itu Judicial Harassment?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari laman Jentera.ac.id, istilah ini sering dipakai dalam konteks advokasi hukum dan hak asasi manusia. Digunakan untuk menggambarkan terjadinya penyalahgunaan proses hukum dengan melakukan intimidasi dan pembungkaman kritik yang disuarakan aktivis, jurnalis, atau elemen warga lainnya melalui jalur hukum.

Istilah judicial harassment belum cukup dikenal luas di Indonesia. Masyarakat di Indonesia sepertinya lebih familiar dengan istilah “kriminalisasi” yang lebih populer. Padahal pengertian kriminalisasi dalam hukum pidana sebenarnya netral, yaitu sebagai kebijakan legislasi untuk membuat suatu perilaku jadi dapat dipidana. Namun dalam pengertian populer, istilah kriminalisasi cenderung diartikan buruk oleh masyarakat.

Masyarakat melihat kriminalisasi sebagai proses hukum pidana yang dijalankan untuk kepentingan di luar penegakan hukum, dan dengan alasan yang tak masuk akal atau dibuat-buat. Namun makna judicial harassment lebih luas dari kriminalisasi.

Dalam konsep umumnya, judicial harassment bisa terjadi lewat jalur pidana maupun perdata. Pelaku judicial harassment-pun bisa berupa badan publik seperti pemerintah, badan privat seperti perusahaan, atau kombinasi keduanya.

Konsep judicial harassment di Indonesia muncul lewat regulasi Anti-SLAPP (Anti-Strategic Lawsuit Against Public Participation). Walau konsep dasarnya sama, SLAPP dalam praktik mengerucut pada judicial harassment yang dilakukan pihak swasta untuk membungkam suara masyarakat, khususnya dalam kasus terkait praktik bisnis dan pengelolaan lingkungan hidup.

Di lain sisi, regulasi Anti-SLAPP di Indonesia ada dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu menegaskan bahwa orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, tidak dapat dituntut pidana ataupun digugat perdata.

Annisa Febiola, Servio Maranda, dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus