Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bersarung Tangan <font color=#FF0000>Merangsek Bank</font>

Detasemen Khusus 88 diterjunkan untuk mengejar para perampok Bank CIMB Medan. Dicurigai, antara lain, berkaitan dengan eks anggota Gerakan Aceh Merdeka.

30 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI seberang jalan, pria yang kepalanya tertutup helm itu menggerak-gerakkan laras senjata ke bawah. Matanya memancarkan perintah. Yanto, 45 tahun, paham arti tatapan dan gerakan senjata itu. Seketika pengusaha depot air ini menjatuhkan diri ke tanah. Tiarap.

Meski ”perintah” itu dilakukan dari seberang jalan yang berjarak sekitar 25 meter, Yanto jelas tak mau ambil risiko tak mematuhinya. Senjata semiotomatis yang digenggam pria berhelm itu membuatnya keder.

Tak berselang lama, dari dalam kantor Bank CIMB Niaga di Jalan Aksara, Medan, itu terdengar empat kali suara letusan. Begitu mendengar tembakan itu, A Guan, pemilik toko grosir beras yang bersebelahan dengan kantor bank, meloncat, memilih bersembunyi di dalam tokonya.

Situasi lalu lintas di depan kiosnya lengang. Pada jarak sekitar 20 meter dari tokonya, A Guan melihat arus kendaraan berhenti. Di jalan itu ia melihat seseorang bersenjata berusaha mengalihkan arus lalu lintas dari Jalan Aksara menuju Jalan Horas. Itulah detik-detik perampokan yang dilihat Yanto dan A Guan. Sejumlah perampok menyerbu ke dalam bank, sementara rekan mereka berjaga di luar gedung.

Melalui close circuit television (CCTV) yang terpasang di ruang lantai satu bank, pelaku terlihat merangsek masuk dan melumpuhkan anggota Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Brigadir Emanuel Simanjuntak. Dua tembakan menembus dada Emanuel. Polisi ini tewas seketika.

Sebelumnya, di luar gedung, pelaku yang bersenjatakan AK-56 dan pistol FN sudah menembak anggota satuan pengamanan bank, Muhdiantoro. Juga Muhammad Sazli Fahmi, yang bertugas di dalam gedung. Hingga kini keduanya masih kritis.

Di lantai bawah, para pelaku meloncati meja kasir, mengobrak-abrik isi laci, lalu meraup uang di meja dan memasukkannya ke dalam tas serta kantong plastik yang mereka bawa. Dari lantai satu, sebagian pelaku yang jumlahnya diperkirakan 16 orang itu merangsek naik ke lantai dua dan tiga. Mereka menodong head teller dan memaksa dibukakan brankas. Kesulitan membuka brankas, para bandit segara mengumpulkan sejumlah karyawan dari lantai I hingga III. Mereka mencari pemegang kunci brankas.

Ketakutan lantaran ditodong senjata, supervisor bank berinisiatif membuka pintu brankas. Lalu para bandit ini pun dengan rakus meraup uang dari dalamnya. Dalam hitungan detik, brankas itu kosong. Tak hanya menyikat duit, pelaku merampas sejumlah telepon seluler milik karyawan. Lalu dengan sigap mereka berlarian meninggalkan bank. Wajah para perampok itu sulit dikenali karena semua menutup rapat wajah dan tubuhnya. Selain memakai helm atau penutup wajah, mereka mengenakan baju lengan panjang dan bersarung tangan. Menunggang delapan sepeda motor jenis bebek, para perampok langsung kabur sembari menggondol jarahan mereka. Belakangan, penelusuran polisi menemukan, semua pelat nomor kendaraan yang dipakai perampok itu palsu.

Menurut Manajer Bank CIMB Niaga Irwansyah Lubis, duit yang dibawa kabur para perampok itu sekitar Rp 400 juta. Para perampok dengan mulus menjalankan aksi mereka lantaran saat itu tak ada satu aparat keamanan pun di sekitar lokasi. ”Padahal di sekitar itu ada Pos Polisi Sukaramai dan Pos Polisi Simpang Aksara,” ujar Yanto. Polisi baru berdatangan ke Bank CIMB setelah para perampok menghilang.

Menurut Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Oegroseno, pihaknya masih menyelidiki kasus ini dan belum bisa menyimpulkan siapa pelakunya. Oegroseno hanya mengatakan para perampok ini merupakan kawanan terlatih.

Polisi memastikan para perampok memakai senjata AK-56 (senjata jenis AK-47 tapi diproduksi Cina) dan pistol FN. AK-56 memiliki peluru kaliber 7,62 x 39 milimeter. Proyektil ukuran seperti inilah yang ditemukan bersarang di tubuh Emanuel. Senjata jenis SS1 milik Emanuel juga digondol para perampok.

Saat ini polisi baru menangkap seorang buron beberapa aksi perampokan di Aceh Timur, berinisial MRA alias Anwar. Anwar, yang ditangkap di Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin pekan lalu, diduga terlibat aksi perampokan di Marelan, Medan, pada 2009.

Polisi mencurigai Anwar mengetahui perihal para perampok Bank CIMB. Ini lantaran pria 32 tahun itu dikenal sebagai perampok yang selalu beraksi dengan ”bekal” senjata otomatis laras panjang. ”Dia juga menampung senjata laras panjang sejumlah orang,” kata wakil juru bicara Markas Besar Kepolisian RI, Komisaris Besar Ketut Untung Yoga Ana.

Dari pemeriksaan, ujar Ketut, Anwar mengaku menyimpan senjata laras panjang jenis SS1 dan AK-47. Sebuah senjata jenis SS1 disita polisi dari Anwar. Adapun senjata AK-47, menurut Anwar, tengah dipinjam temannya. ”Itu yang masih kami cari,” ujar Ketut. Kepada polisi, Anwar mengaku senjata itu berasal dari Aceh.

Sumber Tempo menyebutkan Anwar adalah bekas anggota Gerakan Aceh Merdeka. Ia gemar mengumpulkan senjata eks GAM, terutama dari mantan anggota GAM di ”pos” Sumatera Utara dan Riau, yang tidak sempat disita untuk dimusnahkan pasca-Perjanjian Helsinki. ”Tidak hanya senjata yang masih bagus, yang rusak juga dia tampung untuk diperbaiki,” ujar sumber yang juga polisi itu.

Dari pengembangan pemeriksaan terhadap Anwar, ujar sumber itu, polisi memperoleh satu nama yang belakangan diketahui desertir TNI. Orang ini kerap menyewa senjata dari Anwar. Polisi tengah mengejar bekas anggota TNI ini. ”Polisi sudah menemui istrinya di Ambarawa,” ujar sumber itu. Melalui komunikasi perempuan ini dengan sang suami, polisi mengetahui orang yang dimaksud itu kini berada di sekitar Pematangsiantar. Polisi berencana membawa perempuan ini ke Jakarta untuk membantu penangkapan suaminya.

Di luar yang berkaitan dengan Anwar, polisi mengaku masih gelap untuk mengidentifikasi para pelaku perampokan Bank CIMB Medan itu. ”Sampai sekarang belum ada informasi baru,” ujar Oegroseno. Pekan lalu, satu tim lagi dari Detasemen Khusus 88 diterjunkan ke Medan untuk memperkuat penyelidikan. Tim dari Kepolisian Daerah Aceh juga dikirim ke Medan untuk membantu mengungkap kasus perampokan ini.

Hingga detik ini, polisi masih memetakan sejumlah kemungkinan kelompok pelakunya. Menurut sumber Tempo, ada tiga kelompok yang tengah ditelisik. Semuanya menggunakan senjata laras panjang dalam menjalankan aksi. Mereka adalah kelompok yang terkait dengan Jamaah Islamiyah, kelompok desertir, dan kelompok mantan tentara GAM.

Selama ini di Sumatera Utara tercatat terjadi sembilan perampokan bank menggunakan senjata laras panjang. Semua aksi itu terungkap. Namun, dilihat dari jumlah pelakunya, perampokan di CIMB Niaga merupakan yang terbesar. Perampokan sebelumnya paling banter melibatkan lima pelaku.

Detasemen Khusus 88, ujar sumber Tempo, tengah menyisir pelaku kriminal eks anggota GAM. Dari kelompok ini, Densus mendalami ”kelompok Fai” yang pernah melakukan aksi perampokan serupa untuk mendukung kegiatan GAM. Polisi juga menelusuri kelompok Tony Togar, yang dikenal selalu memakai sarung tangan, menutup muka, dan bersenjata laras panjang saat beraksi.

Tony Togar sendiri diduga bagian dari kelompok Jamaah Islamiyah. Tony pernah mengkoordinasi perampokan bank di Sumatera Utara dan Aceh, yang hasilnya digunakan untuk mendanai pengeboman sejumlah gereja pada malam Natal 2000. Kelompok Tony pernah juga merampok sebuah money changer di Dumai, Riau, pada 2002, dan seorang nasabah Bank Lippo pada 2003. Perampokan terakhir itulah yang membuat Tony kini mendekam di penjara Tanjung Gusta, Medan.

Adapun untuk ”kelompok desertir”, polisi kini tengah melacak sejumlah nama yang disebut Heru Liyanto, salah satu tersangka teroris yang tertangkap di Aceh. Heru, 33 tahun, kepada polisi mengaku menjadi koordinator pengumpulan senjata eks Aceh.

Di luar tiga kelompok itu, menurut sumber Tempo, polisi ”memonitor” kelompok Ibrahim Abdul Wahab, tersangka peledakan gedung Bursa Efek Jakarta pada 2000. Polisi mengenal kelompok Ibrahim ini sebagai ”raja tega”—tenang bertindak dan pada setiap aksinya menembak aparat.

Ditanya perihal peta para pelaku yang tengah ditelisik Densus 88 ini, Oegroseno menolak berkomentar. ”Jangan dulu, nanti larinya makin jauh lagi,” katanya. Dia sendiri memastikan para pelaku perampokan itu masih berada di Sumatera Utara.

Ramidi, Cornila Desyana (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus