Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rapat Kilat Lahan Kerjasama

Beralasan mendesak, DPRD DIY langsung menyetujui pembelian lahan bekas STIE Kerjasama pada 2017 senilai Rp 150 miliar. Pembangunan yang direncanakan di atas tanah itu tak kunjung dilaksanakan.

10 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lahan seluas 5 hektare bekas Kampus Sekolah Tinggi Ekonomi Kerjasama di Jalan Parangtritis, Sewon, Kabupaten Bantul, 8 Oktober 2020./TEMPO/ Shinta Maharani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pengurus Yayasan Pendidikan Kerjasama bersengketa sejak 1998.

  • Pengadilan Negeri Semarang memailitkan Yayasan Pendidikan Kerjasama.

  • Tak ada perdebatan dalam rapat Komisi B DPRD bersama Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta soal pembelian lahan.

TRUK, aneka mobil, gerobak pedagang, bedeng berbahan seng, dan sampah teronggok di lahan seluas 5 hektare milik Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Kamis, 8 Oktober lalu. Perdu dan rumput kering bertumbuh di sebagian tanah di Jalan Parangtritis Kilometer 3,5, Sewon, Kabupaten Bantul, itu.

Kepemilikan Pemprov DIY dinyatakan dengan jelas di papan pengumuman di dekat gerbang. Lahan itu sebelumnya milik Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerjasama. Gempa meluluh-lantakkan gedung kampus pada 2006 lalu.

Pemprov membeli tanah itu senilai Rp 150 miliar pada 2017. “Pemprov yang mengajukan pembelian lahan itu lewat Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2017,” kata Janu Ismadi, Ketua Komisi B  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY periode 2014-2019, Jumat, 9 Oktober lalu.

Menurut Janu, Pemerintah Provinsi hendak menggunakan lahan itu sebagai kantong parkir baru. Alasannya, kantong-kantong parkir di seputaran Malioboro yang menjadi jantung wisata Yogyakarta sudah tak mampu menampung kendaraan.

Ia mengatakan semua anggota komisi yang membidangi perekonomian dan keuangan langsung menyetujui rencana tersebut. Apalagi, Kampung Prawirotaman—kawasan desa wisata—berada di dekat lahan kampus. “Biar bus tidak parkir di pinggir jalan,” ucap Janu.

Persetujuan diberikan dalam rapat Komisi B dengan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset kala itu, Bambang Wisnu Handoyo. Rapat mengenai pembelian lahan itu berlangsung sekitar 1,5 jam.

Janu Ismadi beralasan kebutuhan akan lahan saat itu sangat mendesak. Mereka sebenarnya mengetahui pihak yayasan tengah bersengketa. “Kami berani memutuskan, karena pihak yang menjual itu sudah nanggung kalau masalahnya (sengketa) sudah selesai semua,” kata Janu.

Para pengurus Yayasan Pendidikan Kerjasama yang menaungi kampus tersebut saling menggugat kesahihan sejak 1998 hingga 2018. Pendiri yayasan, R. Sigit Suwandi Wiriadiningrat, selalu memenangi gugatan. Namun ia meninggal pada 6 September 2001. Jabatan pemimpin Yayasan beralih ke Muhadi B.A. dan Sindubudjono.

Muhadi juga berpulang beberapa waktu kemudian. Sindubudjono bersama dengan pengurus lain mengajukan pailit atas yayasan tersebut ke Pengadilan Niaga Semarang pada 12 Januari 2016. Yayasan Pendidikan terlilit utang miliaran rupiah. Sebulan kemudian, Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan permohonan tersebut. Setelah adanya putusan, kurator menawarkan penjualan lahan itu kepada Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta pada awal 2017.

Gayung bersambut, Pemerintah Provinsi Yogyakarta berminat membeli tanah STIE Kerjasama. Gubernur Sultan Hamengku Buwono X lantas menerbitkan surat keputusan pembentukan tim teknis untuk masalah pembiayaan dan kajian hukum pengadaan tanah STIE Kerjasama pada 15 Maret 2017.

Dua pekan kemudian, Pemprov mengirimkan surat ke Ketua DPRD ihwal minat pembelian tanah STIE Kerjasama. Tujuh hari berselang, Komisi B DPRD Yogyakarta langsung menyetujui pembelian tanah tersebut.

Bekas dosen dan pengurus Yayasan Pendidikan Kerjasama, Timbangan Ginting, melaporkan pembelian lahan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Juli lalu. “Penjualannya aneh karena dijual seharga setengah dari harga pasar,” ujarnya. Pengacara yayasan, Muhammad Yusron, tak merespons permintaan wawancara. Ia sempat mengangkat telepon tapi mengatakan salah sambung ketika dihubungi pada Jumat, 9 Oktober lalu.

Mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Pemprov DIY kala itu, Bambang Wisnu Handoyo, membantah Pemprov Yogyakarta terburu-buru membeli lahan. Selain bakal dijadikan tempat parkir, pemerintah berencana membangun gedung taman budaya di sana. “Belum dipakai karena Pemprov punya tanah lain yang strategis,” ujarnya, Jumat, 9 Oktober lalu.

Linda Trianita, Shinta Maharani, Pito Agustin Rudiana (Yogyakarta)

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus