Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Cerita Pekerja Migran yang Dibuang Mafia di Pulau Kosong Batam, Semua HP Dimatikan

Para pekerja migran itu mengaku tidak kenal tekong kapal yang membawa mereka berlayar dari Malaysia melalui jalur gelap ke Batam.

23 Mei 2024 | 02.23 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Batam - Sebanyak 16 pekerja migran ilegal ditelantarkan mafia penyeludupan manusia di pulau tak berpenghuni Tanjung Acang, Kelurahan Ngenang, Nongsa, Kota Batam, Selasa dini hari, 21 Mei 2024. Para pekerja migran itu memilih jalur ilegal karena lebih cepat daripada sesuai prosedur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dendi tidak menyangka perjalananya pulang ke kampung di Lombok Timur dari Malaysia melalui jalur gelap berakhir di Pulau Tanjung Acang, Nongsa Batam. Dengan kondisi basah kuyub ia bersama 15 pekerja migran lainnya ditemukan oleh warga setempat, Selasa pagi, 21 Mei 2024.

Tepat sekitar pukul 01.00 WIB mereka diturunkan mafia tekong kapal di tengah laut. Tekong mengatakan, nanti akan dijemput oleh kapal lain. "Katanya nanti ada yang jemput," kata Dendi kepada awak media, saat penyerahan 16 PMI Non-Prosedural ke Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI), di Dermaga Satrol Lantamal IV, Punggur, Selasa, 21 Mei 2024.

Namun hingga menjelang pagi, mereka tak kunjung dijemput. Hingga akhirnya mereka ditemukan warga sekitar di pulau kosong itu.

Para pekerja mengaku tidak mengetahui tekong kapal yang membawa mereka berlayar dari Malaysia melalui jalur gelap. "Kami tidak kenal, karena malam itu semua HP dimatikan, jadi tak ada foto juga," kata Dendi.

Dendi mengatakan, setiap pekerja migran yang ingin menyeberang secara ilegal dari Malaysia ke Batam, haru membayar 3.500 ringgit Malaysia, atau Rp11 juta rupiah.

Sebelumnya para pekerja ini berangkat ke Malaysia secara resmi menggunakan paspor pelancong. Sesampai di Malaysia mereka malahan bekerja di perkebunan sawit. 

Dendi mengatakan, jika bekerja ke Malaysia melalui jalur resmi atau legal, butuh waktu pengurusan 1 sampai 2 tahun lamanya. "Kalau jalur gelap, bisa langsung out," kata Dendi.

Dendi mengaku kapok jadi pekerja migran ilegal di Malaysia karena kejadian ini. "Kembali ke Malaysia, tetapi pakai jalur legal," ujarnya.

Selanjutnya masuk ke Malaysia pakai visa pelancong, Dendy sembunyi di perkebunan sawit...   

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bekerja di Perkebunan Sawit Malaysia

Sebanyak 16 orang pekerja migran ini rata-rata bekerja di kebun sawit di daerah Negeri 9 Malaysia. Mereka mendapat upah 2.000 ringgit Malaysia. 

Awalnya pekerja migran ini masuk ke Malaysia menggunakan visa pelancong yang hanya punya masa tinggal 30 hari. Setelah itu mereka bekerja di kebun sawit. "Jadi kami tidak keluar dari kebun, sembunyi di perkebunan sawit, di sanalah kami juga tinggal," kata Dendi. 

Dendi mengatakan, setiap 1.000 hektar hutan sawit biasanya mempekerjakan 10 sampai 12 orang pekerja migran. "Tidak semuanya dari Indonesia, ada juga yang pekerja dari Bangladesh dan Myanmar," katanya. 

Beberapa pekerja yang ditelantarkan di pulau kosong di Batam ini sudah bekerja beberapa tahun di Malaysia. Ada yang sudah bekerja selama 1,5 tahun, 2 tahun bahkan ada 5 tahun. Sebagian dari mereka beralasan pulang karena ingin menjenguk keluarga mereka di Lombok Timur. "Saya pulang karena ingin lihat mamak sedang sakit," kata Suparman.

Tidak hanya bekerja di kebun yang dikelola perorangan, para pekerja migran non-prosedural ini juga bekerja dengan perusahaan. Namun mereka berdalih tidak mengetahui nama perusahaan sawit tersebut. "Saya tidak tau nama perusahaannya," kata Muhammad Sukron. 

Pekerja migran ilegal itu sudah dua kali masuk dan keluar Malaysia menggunakan jalur gelap. "Selama di sana kalau rindu keluarga bisa video call," katanya.

YOGI EKA SAHPUTRA

Pilihan Editor: Pegi DPO Kasus Pembunuhan Vina Cirebon Bekerja Sebagai Kuli Bangunan Selama Buron

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus