Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemacetan mengular di Simpang Cimande, Caringin, Bogor, Jawa Barat. Dari arah Kota Hujan, konvoi mobil dan sepeda motor memenuhi lebih dari separuh jalan. Akibatnya, dari arah Sukabumi, arus kendaraan tersendat. Seorang polisi sibuk mencairkan arus lalu lintas pada siang itu, Ahad, 22 Januari lalu.
Konsentrasi sang polisi, Brigadir Satu Dodi Sukmawijaya, terganggu suara orang saling bentak. Rupanya peserta konvoi bertengkar dengan kondektur bus. Kesal, Dodi memarahi mereka. Tak disangka, rombongan konvoi balik memarahi Dodi. Entah siapa yang memulai, Dodi pun terlibat baku hantam.
Karena terdesak, Dodi berlari dari kerumunan. Tapi nahas, dia terpeleset dan jatuh. Massa menghajarnya. Dengan luka di belakang kepala, bibir, pipi, dan pelipis, dia diboyong ke Rumah Sakit PMI Bogor.
Menurut polisi, pengeroyok Dodi adalah anggota Gerakan Reformis Islam (Garis). Kala itu, massa pulang ke Sukabumi dan Cianjur setelah berunjuk rasa menentang pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor.
Sejak awal tahun lalu, Garis memang rutin mengirimkan massanya ke Bogor. Biasanya, dua kali dalam sepekan, Garis mengerahkan 200-300 orang. Jadwal mereka mengikuti jadwal kebaktian jemaat GKI Yasmin. "Gereja liar itu 'makanan' kami," kata Ketua Garis Chep Hernawan, 56 tahun, kepada Tempo pekan lalu.
Di Bogor, anggota Garis bergabung dengan anggota organisasi Islam lain ,seperti Forum Umat Islam, Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir Indonesia, Keluarga Muslim Bogor, dan Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami). Dari sekian banyak ormas Islam itu, yang paling getol menentang pendirian Gereja Yasmin adalah Garis dan Forkami. "Sebagian penggerak Forkami juga anggota kami," ujar Chep.
Garis lahir di tengah hiruk-pikuk Reformasi 1998. Kala itu, Chep Hernawan diundang Anwar Harjono dan Husein Umar ke Jakarta. Kedua pentolan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) itu meminta Chep mendirikan organisasi untuk menentang bangkitnya komunisme. Chep pun mendirikan Garis.
Chep adalah mantan aktivis Gerakan Pemuda Islam dan lulusan Perguruan Tinggi Dakwah Indonesia (PTDI) Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selepas kuliah, dia mengikuti jejak sang ayah, Haji Syafe'i alias Haji Dapet, saudagar yang kaya dari jual-beli barang rongsokan. Seperti bapaknya, Chep dan adik-adiknya pun dikenal sebagai pengusaha sukses. Usaha mereka mulai daur ulang barang bekas, properti, sampai menjadi rekanan produksi tekstil.
Di Garis, Chep menggandeng Yayan Hendrayana sebagai wakil ketua. Mantan tahanan politik peristiwa Tanjung Priok itu rekan Chep semasa kuliah di PTDI. Chep juga meminta Abu Bakar Ba'asyir, pendiri Pesantren Al-Mukmin Ngruki, menjadi anggota Majelis Syura Garis bersama dua tokoh DDII, Abdul Qadir Djaelani dan Ahmad Sumargono.
Sejak pendiriannya, Garis langsung tancap gas. Organisasi ini selalu tampil di depan dalam aksi anti-keberagaman. Pada 2007, misalnya, massa Garis menyerbu Lembah Karmel, lokasi wisata rohani salah satu ordo Katolik di Desa Cikanyere, Kecamatan Sukaresmi, Cianjur. Garis membatalkan konferensi internasional dan reuni komunitas Tritunggal Mahakudus yang rencananya dihadiri 2.500 peserta.
Pada 2010, massa Garis membuat kocar-kacir peserta Musyawarah Kerja Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Hotel Setia, Cipanas, Cianjur. Lalu, pada 11 Maret 2011, mereka menduduki pula Masjid Al-Ghofur, milik Jemaat Ahmadiyah Cianjur.
Pada saat orang mengecam aksi terorisme atas nama Islam, Garis malah bersimpati. Chep mewakafkan satu hektare tanah untuk pemakaman terpidana teroris yang dihukum mati. Saat itu, sebagian penduduk menolak jenazah tiga pelaku peledakan bom Bali–Imam Samudra, Amrozi, dan Ali Ghufron–dimakamkan di kampung mereka.
Tak hanya dalam kasus perbedaan keyakinan Garis unjuk gigi. Pada 20 Januari 2012, massa Garis merusak kantor perusahaan leasing di Garut, Jawa Barat. Gara-garanya: sepeda motor anggota Garis disita karena cicilannya tidak lancar.
Chep mengklaim, kini Garis memiliki puluhan ribu anggota di sejumlah daerah. Di luar Jawa Barat, misalnya, Garis memiliki cabang di Aceh, Yogyakarta, dan Papua.
Menurut Chep, salah satu basis perekrutan aktivis Garis adalah Pesantren Ashabul Yamin, Cianjur. Pesantren itu pernah menjadi tempat belajar Encep Nurzaman alias Hambali dan Rusman Gunawan alias Gun-Gun, kakak-adik yang terkait dengan jaringan terorisme. Chep bertekad mencetak kader Garis sekelas Imam Samudra. "Cukup dua atau tiga orang," katanya.
Jajang Jamaludin, Deden Abdul Aziz (Cianjur), Ariehta U. Surbakti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo