Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Saling Kunci di Gereja Yasmin

Konflik pendirian Gereja Yasmin tak kunjung putus. DPR menyerahkan penyelesaian kepada pemerintah pusat. Gereja Kristen Indonesia berkukuh menolak tawaran relokasi.

13 Februari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN interupsi langsung bertaburan begitu Pramono Anung membuka rapat gabungan tiga komisi Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu pekan lalu. Politikus Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Persatuan Pembangunan bergantian mempersoalkan status rapat penyelesaian konflik pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Taman Yasmin, Bogor, Jawa Barat.

Para politikus "partai Islam" itu meminta Pramono menjelaskan alasan warga muslim Bogor tak diundang dalam rapat di gedung kura-kura tersebut. "Jangan sampai kita dianggap berpihak kepada GKI Yasmin," kata Ahmad Yani dari PPP.

Pramono menyatakan rapat itu merupakan keputusan sidang paripurna dan para pendeta serta pengurus gereja hadir di ruang Badan Musyawarah sebagai pihak yang bersengketa. Sebab, kata Wakil Ketua DPR itu, konflik hukum yang sudah menahun ini terjadi antara Gereja Yasmin dan Pemerintah Kota Bogor.

Penjelasan itu serta-merta ditolak sejumlah politikus. Mereka berkukuh kehadiran warga muslim Bogor penting. Akhirnya, setelah rapat diskors sekitar lima menit, diputuskan para pengurus GKI tak diberi hak suara dan diminta duduk di balkon.

Pramono meminta pemerintah menjelaskan langkah yang sudah ditempuh dalam menyelesaikan kasus ini. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi maju ke mimbar. Selain Gamawan, wakil pemerintah yang hadir dalam rapat adalah Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wali Kota Bogor Diani Budiarto, dan perwakilan Ombudsman, Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Markas Besar Kepolisian RI.

Gamawan menjelaskan, mediasi mendekati titik temu. Ia bertanya apakah pemerintah perlu menjelaskan detail hasil mediasi itu. Alih-alih menjawab Gamawan, anggota Komisi Agama, Komisi Hukum, dan Komisi Pemerintahan Daerah itu justru meminta kesimpulan hasil rapat sebelumnya.

Sebelum rapat gabungan ini terlaksana—setelah tertunda dua kali—setiap komisi sudah bertemu dengan para pihak yang bersengketa, termasuk Ombudsman. "Jadi, simpulkan saja apa keputusan kita," kata Nudirman Munir dari Golkar.

Tapi bukan solusi yang akhirnya dihasilkan. Kesimpulan yang dibacakan Agun Gunandjar dari Golkar malah menyerahkan penyelesaiannya kepada pemerintah sesegera mungkin. Walhasil, rapat penuh interupsi itu berakhir tanpa solusi.

Gamawan, yang diberi kesempatan memberi kata penutup, mengatakan, "Konflik ini akan selesai jika semua pihak ikhlas."

l l l

TAK jelas definisi ikhlas yang diminta Gamawan. Seusai rapat, kepada wartawan, ia mengatakan relokasi gereja merupakan solusi terbaik sementara ini. Ia meminta jemaat Yasmin tak beribadah di trotoar dan berpindah ke Ruang Harmoni Gedung Yasmin Center, 200 meter dari lokasi gereja saat ini, selama mediasi berjalan. "Kami jamin keamanan dan sewa gedungnya," kata Gamawan.

Gereja Yasmin langsung bereaksi dengan usul ini. "Kami tolak," kata Bona Sigalingging, juru bicara gereja. "Kalau di Harmoni bisa dijamin, kenapa di gereja kami sendiri pemerintah tak menjamin? Apa yang membedakan tempat yang berjarak 200 meter?"

Setelah Wali Kota Bogor Diani Budiarto mencabut izin mendirikan bangunan (IMB) gereja pada 11 Maret 2011, gerbang tempat bangunan digembok aparat Pemerintah Kota Bogor. Maka sejak itu, setiap Minggu, jemaat GKI pun beribadah di trotoar. Kebaktian sering tegang karena didemo massa Forum Komunikasi Muslim Indonesia, yang datang dari Cianjur, Depok, dan Sukabumi.

Menurut Bona, gereja menolak relokasi ke mana pun karena, persoalannya, Wali Kota tak melaksanakan perintah hukum. Ombudsman Republik Indonesia sendiri menyebut Diani Budiarto sebagai "pembangkang konstitusi". Sebelumnya, dalam rekomendasinya, Ombudsman memang meminta Diani melaksanakan putusan Mahkamah Agung yang memerintahkan pengaktifan kembali surat izin.

l l l

SYAHDAN, pada Agustus 2005, Pendeta Sumantoro mendaftarkan permohonan mendirikan "Gereja GKI" di Taman Yasmin. Alasannya, gereja mereka di Jalan Pengadilan tak lagi bisa menampung jemaat. Yasmin dipilih karena banyak anggota jemaat yang bermukim di perumahan elite di kawasan Bogor Barat itu. "Ada sekitar 300 keluarga jemaat kami yang tinggal di sini," kata Fatmawati Djugo, pengurus gereja.

Dipilihnya lahan di sebelah Rumah Sakit Ibu dan Anak Hermina karena hanya itu tempat kosong yang ditawarkan pengembang dan disetujui pemerintah. "Dua kali gereja akan membeli tanah di dalam kompleks, tapi selalu gagal karena keduluan panitia pembangunan masjid," kata Fatmawati.

Gereja setuju membeli lahan 1.720 meter persegi di luar kompleks di pinggir jalan yang kemudian bernama Kiai Haji Abdullah bin Nuh itu. Harganya Rp 300 juta. Semua syarat sudah beres, termasuk izin lingkungan. Bukti sosialisasi pembangunan yang diteken 170 warga Kelurahan Curug Mekar juga sudah di tangan. Itu hasil sosialisasi yang digelar pada 10 Maret 2002 dan 1 Maret 2003.

Namun, belakangan, Dinas Tata Kota dan Pertamanan menilai izin warga itu terlalu lama. "Kami meminta aktualisasi data," kata Anas Rasmana, kepala dinas waktu itu, Rabu pekan lalu. Melalui Lurah Curug Mekar, sosialisasi digelar beberapa kali, antara lain pada 15 Januari 2006.

Surat izin mendirikan bangunan pun turun pada 13 Juli 2006. Dalam pernyataan tertulis yang dibacakan sekretarisnya saat peletakan batu pertama, Diani Budiarto memuji panitia yang meniti prosedur meski memakan waktu. "Konstitusi kita menjamin setiap kelompok agama bebas mendirikan rumah ibadah," kata Diani kala menyampaikan sambutannya.

Gereja pun didirikan. Panitia beberapa kali bertemu dengan warga lagi karena mereka meminta dilibatkan dalam pembangunan, terutama agar bisa bekerja di gereja jika sudah berfungsi. "Warga juga minta ada balai pengobatan murah," kata Fatmawati.

Tapi euforia itu hanya berlangsung enam bulan. Pada Hari Valentine 2008, Kepala Dinas Tata Kota Yusman Yopi menghadiahkan surat pembekuan izin pendirian gereja. Alasannya: ada permintaan Forum Ulama dan Ormas Islam se-Kota Bogor yang tak setuju ada gereja di sana.

Yusman mengutip perjanjian 15 Februari 2006 yang menyebutkan izin otomatis batal jika di kemudian hari ada yang keberatan terhadap pendirian gereja. Atas surat ini, pengurus gereja pun menemui Diani Budiarto, yang tengah bersiap menyongsong masa kampanye. Mereka menemui Diani di rumah dinasnya.

Diani saat itu memang berniat maju dalam pemilihan wali kota, yang akan dilangsungkan pada Oktober 2008. Banyak partai menyorongkan calon wakil kepadanya, termasuk Partai Keadilan Sejahtera. Achmad Ru'yat, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat dari PKS, sudah digadang-gadang berduet dengan Diani memimpin Kota Bogor pada 2008-2013.

Dalam pertemuan di rumah Diani itu, tercapai kesepakatan gereja akan menggugat pembekuan izin ke pengadilan. "Saya yang meminta agar tak ada debat lagi," kata Diani kepada Tempo, Selasa pekan lalu. "Tapi saya tak menyangka mereka menggugat ke tata usaha negara, bukan ke perdata."

Sambil menunggu putusan tetap, pemerintah menggembok gerbang gereja. Unjuk rasa menentang pembangunan gereja dan ibadah Minggu yang dilakukan jemaat GKI pun muncul di lokasi gereja. Mereka antara lain berasal dari Gerakan Reformis Islam dan Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami). Di antara pendemo, misalnya, pernah terlihat Nazamuddin, Ketua Fraksi PKS di DPRD Kota Bogor.

Kehadiran Nazamuddin memantik kecurigaan PKS berada di belakang kisruh izin gereja. Tapi Nazamuddin membantah. "Saya di sana untuk memantau situasi sebagai anggota Dewan," katanya. Nazamuddin membantah jika partainya disebut "mengompori" Diani membatalkan izin pendirian gereja.

Diani juga menyangkal soal ini. "Itu isapan jempol," katanya. Tapi sejumlah orang dekatnya, antara lain juga kader PKS, mengakui memang ada kontrak politik soal kegiatan keagamaan umat Islam. "Soal gereja tidak ada, tapi Pak Diani harus menghadiri pengajian PKS tiap pekan," kata seorang anggota PKS.

Situasi di Yasmin memanas ketika Forkami menggugat sosialisasi tanggal 15 Januari 2006 yang menjadi syarat keluarnya izin. Menurut Ahmad Iman, ketuanya, surat itu dipalsukan Munir Karta, ketua rukun tetangga di Curug Mekar (Lihat: "Jejak Pemalsuan Izin Gereja").

Pada Januari 2011, pengadilan memvonis Munir empat bulan penjara. Ada tiga saksi yang menyatakan mereka menerima Rp 100 ribu dan meneken daftar hadir itu karena Munir meminta tanda tangan sebagai persetujuan perluasan Rumah Sakit Hermina. "Ini kan penipuan namanya," kata Iman.

Munir Karta menyangkal memalsukan tanda tangan. Menurut dia, semua tanda tangan itu asli dan berkasnya ia serahkan kepada Lurah Curug Mekar Agus Ateng. Agus sendiri mengaku menyimpan berkas asli itu di kantornya. Ia baru menyerahkan dokumen itu kepada pemerintah pada 4 Maret 2010. "Waktu itu tak ada yang meminta daftar hadir sosialisasi," katanya saat bersaksi di depan polisi.

Karena itu, Bona Sigalingging menyangkal ada pemalsuan syarat izin. Menurut dia, pemerintah kota telah menerbitkan IMB tanpa memakai sosialisasi 15 Januari 2006. "Selama empat tahun berkas itu tersimpan di laci Lurah Curug Mekar," katanya.

Namun Diani rupanya menjadikan vonis Munir Karta sebagai dasar mencabut IMB gereja secara permanen pada 11 Maret 2011. Padahal, tiga hari sebelumnya, Diani sudah mengaktifkan kembali izin yang sudah dibekukan itu setelah Mahkamah Agung menguatkan kemenangan GKI di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung.

Diani menyatakan aktivasi pembekuan tersebut bukti dia telah menjalankan putusan Mahkamah. "Jadi tak ada perintah hukum yang tak saya taati," katanya. Pencabutan surat izin, menurut dia, sesuai dengan kewenangan kepala daerah dengan mempertimbangkan protes warga di sekitar rumah ibadah.

Bona menyanggah. Menurut dia, surat pengaktifan dan pencabutan izin mereka terima pada hari yang sama, 14 Maret 2011. "Lagi pula, kalau betul melaksanakan perintah Mahkamah Agung, kenapa gembok gereja tak dibuka?" katanya.

Diani menyalahkan gereja yang tak segera menggugat kembali pencabutan itu, sesuai dengan fatwa Mahkamah Agung yang diminta gereja. GKI punya alasan soal ini. Masalahnya, kata Bona, fatwa terbit pada 1 Juni 2011. Artinya, sudah lewat dari masa tenggang mengajukan gugatan ke PTUN, yakni 90 hari setelah pencabutan izin yang dilakukan Diani pada Maret 2011.

Kini, jika pun gereja menggugat pencabutan itu, yang paling mungkin hanya secara perdata. Dan gugatan semacam ini akan berakhir dengan ganti rugi yang, ujungnya, kata Bona, seperti diminta Diani, relokasi atau tanah milik GKI itu dibeli. "Kalau kami setuju, sama saja kami akui izin itu tidak sah," kata Bona.

l l l

Kini bisa dibilang kedua pihak telah saling mengunci. Diani tak mau mundur, tawarannya relokasi. Ada empat tempat yang telah ditawarkan pemerintah Bogor. Semua lokasi baru itu berada jauh dari permukiman atau di sekelilingnya sudah berdiri gereja lama. Karena itu, Diani menjamin tak akan ada penolakan dari masyarakat.

Menurut Gamawan Fauzi, pemerintah pusat tak bisa mencampuri konflik ini karena soal izin sepenuhnya kewenangan pemerintah daerah. "Kalau urusan hukum, kami hands-off. Tapi, kalau solusi, pemerintah pusat akan memfasilitasi," katanya.

Menurut juru bicara presiden, Julian Pasha, Susilo Bambang Yudhoyono sudah menegur Wali Kota Bogor agar melaksanakan putusan Mahkamah Agung dengan memerintahkan Menteri Dalam Negeri intensif menangani Yasmin. Tapi Undang-Undang Pemerintah Daerah melarang presiden mengintervensi urusan izin. "Inkonstitusional kalau meminta presiden intervensi," katanya.

Alih-alih menggubris imbauan Presiden, Diani Budiarto tak mengacuhkannya. "Mahkamah Agung sudah melarang pembekuan izin Yasmin, apalagi mencabutnya," kata Rachland Nashidik, Sekretaris Departemen HAM Partai Demokrat, yang terlibat dalam tim perumusan masalah Yasmin.

Bagja Hidayat, Ariehta U. Surbakti (Bogor)


Kisruh Tak Kunjung Padam

Mencabut, lalu membekukan kembali. Inilah cara Wali Kota Bogor Diani Budiarto "memenuhi" perintah Mahkamah Agung sekaligus kemudian melarang pendirian Gereja Kristen Taman Yasmin. Dengan alasan ada penolakan umat Islam dan surat dukungan warga dipalsukan, Diani membekukan IMB gereja Yasmin yang sepekan sebelumnya ia cabut pembekuannya atas perintah Mahkamah Agung itu. Maka harapan jemaat GKI memiliki rumah ibadah di situ pun, sementara, pupus.

2002

10 Maret
Panitia pembangunan GKI Yasmin menggelar sosialisasi pembangunan gereja di Kelurahan Curug Mekar. Sebanyak 170 warga meneken persetujuan pembangunan GKI.

2003

1 Maret
Sebanyak 127 warga Curug Mekar meneken pernyataan tak keberatan atas pembangunan gereja.

2005

Agustus
GKI Yasmin mengajukan permohonan izin mendirikan gereja di Taman Yasmin di sektor iii kaveling 31 Jalan Lingkar Yasmin.

2006

8 Januari
Sebanyak 42 warga Curug Mekar meneken pernyataan tak keberatan atas pembangunan gereja. Belakangan, hal ini dipermasalahkan. Ketua RT Curug Mekar divonis bersalah memalsukan tanda tangan warga.

12 Januari
Kepala Bagian Tata Pemerintahan Bogor Anas Rasmana meminta dilakukan sosialisasi ulang. Di kantor Kelurahan Curug Mekar, sosialisasi dihadiri 71 warga dengan pernyataan tak keberatan atas pembangunan gereja.

14-15 Januari
Sebanyak 25 tokoh Curug Mekar meneken persetujuan pembangunan GKI Yasmin.

Maret-Mei
Dinas Bina Marga, Dinas Lalu Lintas, Dinas Tata Kota, dan Kantor Pertanahan menerbitkan saran teknis pembangunan GKI Yasmin.

13 Juli
Surat izin mendirikan bangunan GKI Yasmin terbit.

18 Agustus
Sosialisasi pembangunan gereja yang dihadiri Ketua Majelis Ulama Indonesia Bogor, Camat Bogor Barat, perwakilan ulama, Kepala Desa, Kepala Polsek, pejabat kelurahan, dan tokoh masyarakat Curug Mekar.

19 Agustus
Peletakan batu pertama pembangunan gereja. Asisten Daerah I membacakan sambutan Wali Kota Bogor Diani Budiarto.

1 Oktober
Forum Ulama dan Ormas Islam se-Kota Bogor meminta Wali Kota Bogor membatalkan IMB Gereja Yasmin.

2008

14 Februari
Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan membekukan IMB GKI Yasmin.

4 September
GKI menggugat pembekuan IMB. Putusannya, GKI menang. Permohonan banding dan kasasi Kepala Dinas Tata Kota ditolak.

25 Oktober
Diani Budiarto terpilih menjadi Wali Kota Bogor untuk periode kedua. Ia menang mutlak dalam pemilihan langsung dengan 64 persen suara. Diani menggandeng Achmad Ru'yat, kader Partai Keadilan Sejahtera. Selain PKS, partai yang mendukung: PDI Perjuangan, Golkar, PKPI, PPDI, PSI, PBSD, PPDK.

2009

8 Maret
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang meminta kegiatan di Gereja Yasmin dihentikan.

2010

11 Februari
Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami) meminta Wali Kota Bogor mencabut IMB gereja.

25 Februari
Wali Kota membatalkan rekomendasi pembangunan GKI Yasmin. Gereja digembok.

28 Agustus
Gembok dibuka pemerintah kota tapi disegel lagi karena diprotes Forkami.

9 Desember
Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan Kepala Dinas Tata Kota Bogor tentang pembekuan IMB gereja.

2011

20 Januari
Munir Karta, ketua RT di Curug Mekar, divonis bersalah sebagai pemalsu tanda tangan warga dalam formulir persetujuan warga atas pembangunan gereja pada 15 Januari 2006.

7 Maret
Pertemuan dengan Asisten Daerah yang menyampaikan desakan pembatalan pembangunan gereja dan menawarkan bangunan gereja dialihkan. GKI menolak tawaran ini.

8 Maret
Wali Kota mencabut surat pembekuan IMB GKI Yasmin oleh Dinas Tata Kota. Artinya, IMB gereja aktif kembali tapi tanpa pembukaan segel.

11 Maret
Wali Kota Bogor resmi mencabut IMB gereja secara permanen.

14 Maret
GKI Yasmin menerima dua surat pencabutan pembekuan dan pencabutan IMB secara permanen.

22 Maret
GKI Yasmin mensomasi Wali Kota Bogor atas pencabutan IMB gereja.

26 Maret
GKI meminta Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa atas pencabutan IMB oleh Wali Kota Bogor.

1 Juni
Hakim Agung Paulus Effendi Lotulung mengeluarkan fatwa yang berisi lima poin. Poin kelima menyarankan GKI menggugat pencabutan IMB.

8 Juli
Ombudsman Nasional merekomendasikan agar Wali Kota Bogor melaksanakan putusan Mahkamah Agung.


Para Pendemo
Sejumlah kelompok masyarakat rajin berdemo menentang pendirian GKI Yasmin.

  1. Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami)
    Berdiri: 2010
    Tokoh: Achmad Iman (Ketua)
    Anggota: warga sekitar Taman Yasmin dan Curug Mekar, Bogor.
  2. Gerakan Reformis Islam (Garis)
    Berdiri: 1998
    Tokoh:
    - Chep Hernawan (Ketua dan Pendiri)
    - Abu Bakar Ba'asyir (Majelis Syuro)
    Anggota: Awalnya lokal, dari Cianjur. Kini sudah merambah ke Sumatera dan Papua.
  3. Front Pembela Islam (FPI)
    Berdiri: 1998
    Tokoh: Rizieq Syihab (pendiri dan ketua periode 2003-2008)
    Anggota: Awalnya dari Jakarta, kini telah memiliki perwakilan di daerah.
  4. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI):
    Berdiri: era 1980-an
    Tokoh: Muhammad Ismail Yusanto (juru bicara). Berafiliasi pada Hizbut Tahrir (Internasional) yang berdiri pada 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis), Palestina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus