Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri menetapkan 101 tersangka dari 72 kasus penindakan destructive fishing dalam periode 24 Februari hingga 24 April 2025. Ditpolair menaksir kerugian negara akibat pemancingan dengan cara ilegal itu mencapai Rp 49 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dirpolair Korpolairud Baharkam Polri Brigadir Jenderal Idil Tabransyah mengatakan penindakan tersebut dilakukan oleh seluruh Ditpolair Polda seluruh Indonesia. “72 kasus ini sudah kami tuangkan dalam bentuk laporan polisi dan diproses lanjut untuk penyidikan,” kata Idil dalam konferensi pers di Markas Korpolairud, Jakarta Utara, Jumat, 25 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selama menjalankan operasi Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD), Ditpolair menggunakan 45 kapal. Operasi ini dijalankan di dua zona yakni zona prioritas dan zona imbangan. Zona prioritas mencakup Polda Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara dengan target khusus bom ikan.
“Sedangkan untuk Ditpolairud Polda imbangan targetnya semua kegiatan destructive fishing baik bom ikan, alat tangkap, kimia, dan strum atau listrik,” ujarnya.
Idil mengatakan, pihaknya akan menjerat para pelaku bom ikan dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman sanksi pidana penjara 20 tahun atau seumur hidup.
Sementara itu, tersangka tindak pidana destructive fishing dikenai Pasal 84 subsider Pasal 85 juncto Pasal 9 UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp10 miliar.
Pilihan Editor: Kerugian Negara Rp 49,4 Miliar akibat Destructive Fishing