Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Jika Kondektur Bus Jadi Dokter Tim Sepak Bola PSS Sleman

Mantan kondektur bus menjadi dokter gadungan di berbagai tim sepak bola, termasuk timnas U-19. Mencelakakan sejumlah pemain.

11 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERSEMBUNYIAN Elwizan Aminuddin alias Amin berakhir di Cibodas, Kota Tangerang, Banten, pada Rabu, 31 Januari 2024. Polisi menangkap dokter gadungan di Perserikatan Sepak Bola Sleman (PSS Sleman) itu tanpa perlawanan. “Dia kooperatif, ditangkap tanpa perlawanan,” kata Kepala Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Sleman Ajun Komisaris Riski Adrian pada Senin, 5 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perburuan Amin tak mudah. Sebelum dilaporkan oleh PSS Sleman ke kepolisian pada 3 Desember 2021, pria 42 tahun itu menghilang. Polisi dua kali memanggil Amin untuk diperiksa, tapi ia mangkir. Saat rumahnya didatangi polisi di awal penyelidikan, dia sudah tak ada di rumah. “Polisi hanya menemukan istri pelaku,” ujar Ajun Komisaris Riski. Akibatnya, proses penyelidikan sempat mandek. Polisi lantas memasukkan Amin ke daftar pencarian orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amin mulai menghilang di masa meledaknya angka kasus pandemi Covid-19. Kepada sejawatnya, ia beralasan hendak menemui keluarganya di Palembang, Sumatera Selatan. Tapi Amin tak pernah kembali lagi ke Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kala itu desas-desus yang menyebut Amin sebagai dokter gadungan mulai muncul.

Saat di Cibodas, polisi tak langsung menangkap Amin. Mereka menemui tetangga Amin. Rupanya, dalam masa pelariannya itu, Amin membuka toko kelontong di sekitar Cibodas. Tapi ia mengaku sebagai polisi dan pegawai negeri kepada tetangganya. Itu sebabnya tak ada tetangganya yang mencurigai Amin. Dua jam menunggu, polisi akhirnya menangkap Amin yang baru saja tiba di rumah kontrakannya.

Amin dilaporkan karena tak pernah belajar tentang ilmu kedokteran. Ijazah dari Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Aceh, yang digunakan Amin untuk melamar sebagai dokter tim sepak bola ternyata palsu. Atas tindakannya itu, polisi menjerat Amin dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pemalsuan Dokumen dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dengan ancaman hukuman paling lama enam tahun penjara.

Saat ini Amin sudah meringkuk di tahanan Polresta Sleman. Hingga Kamis, 8 Februari 2024, menurut Riski Adrian, Amin masih belum menunjuk penasihat hukum.

Presiden Direktur PT Putra Sleman Sembada, pengelola klub PSS Sleman, Gusti Randa, menceritakan manajemen mulanya tak curiga saat merekrut Amin menjadi dokter tim pada Februari 2020. Mereka hanya memperhatikan daftar riwayat hidup Amin dan pengalamannya tanpa memeriksa asal-usul ijazah. “Jadi ya sudah, terima saja,” ucap Gusti.

Karier Amin sebagai dokter gadungan bermula di Persita Tangerang pada 2010. Empat tahun kemudian, ia menjadi dokter tim nasional U-19 di bawah pelatih Indra Sjafri dan kembali lagi pada 2018. Amin juga pernah bekerja di tim Barito Putera, Kalteng Putra, dan terakhir di PSS Sleman. Selama Amin berpindah-pindah klub, tak ada satu pun orang yang menanyakan keabsahan ijazahnya.

Gusti Randa mengatakan manajemen PSS Sleman mulai mencurigai Amin ketika salah seorang pemainnya, Saddam Emiruddin Gaffar, mendapat penanganan yang salah saat cedera pada 2021. Saddam mengalami cedera anterior cruciate ligament atau kerusakan pada ligamen lutut anterior. Alih-alih menyarankan pengobatan, Amin meminta Saddam tetap berlatih karena masih bisa berlari.

Buntut salah penanganan itu, Saddam harus absen dari kompetisi Liga 1 2021-2022. Bahkan saat ini, Gusti menjelaskan, permainan Saddam tidak lagi optimal. “Karena proses penanganannya salah,” tuturnya.

Saddam mengaku terkecoh oleh penampilan Amin. Pemain penyerang 22 tahun itu melihat sosok Amin sebagai dokter yang mampu berkomunikasi dengan baik. Tapi ia sempat merasa janggal saat menjalani kamp pelatihan timnas U-19 di Thailand pada 2020. Kala itu Saddam mengalami cedera hamstring atau cedera otot bagian belakang paha, lalu Amin memberinya obat tanpa penjelasan. “Saya tanya apa fungsi obatnya malah disuruh browsing di Internet,” ucapnya.

Dokter gadungan Elwizan Aminuddin yang sempat bekerja di PSS Sleman dan tin mansional U-19 saat ditahan Satreskrim Polresta Sleman./Polrestasleman.com

Rekan Saddam di PSS Sleman, Irkham Zahrul Mila, juga pernah ditangani Amin saat mengalami cedera. Pemain 25 tahun itu mengalami cedera hamstring hingga tak bisa bertanding pada musim 2021-2022. Ia tak pernah direkomendasikan menjalani pengobatan. “Hanya perawatan fisioterapi,” ujar Irkham.

Mantan pelatih timnas U-19, Indra Sjafri, mengaku tak terlalu mengenal Amin. Dia mengetahui Amin saat melatih tim Bali United pada 2015. Mengenai proses rekrutmen, baik di klub maupun timnas, pelatih tidak mengetahui prosesnya. “Kami menerima dokternya saja,” tuturnya.

Kasus Amin membuat Ketua Divisi Medis Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia Donny Kurniawan menyoroti celah proses rekrutmen dokter tim sepak bola. Dokter spesialis kedokteran olahraga itu menceritakan pengalamannya saat mengikuti rekrutmen dokter tim Persija Jakarta pada 2017. Saat itu manajemen hanya meminta ijazah tanpa menanyakan surat izin praktik. “Seharusnya dokter tim sepak bola bekerja sama dengan rumah sakit tempat dia berpraktik,” katanya.

Kementerian Kesehatan juga sudah mengeluarkan pedoman pelayanan kesehatan olahraga sepak bola dalam rangka peningkatan prestasi yang diterbitkan pada 2019. Pedoman itu menyebutkan syarat ideal tenaga kesehatan tim sepak bola. Di antaranya tenaga kesehatan harus mengikuti pelatihan kedaruratan olahraga serta memiliki surat tanda registrasi dokter.

Pasal 48 Regulasi Liga 1 2020 juga sudah mengatur fasilitas medis pertandingan sepak bola. Salah satunya dokter dan paramedis harus bersertifikat. Aturan tersebut diterbitkan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Namun, Donny menerangkan, masih banyak klub yang cuek. “Bahkan ada tim sepak bola yang enggak punya dokter,” tuturnya.

Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Gregorius Yoga Panji Asmara, mengungkapkan bahwa dokter tim sepak bola seharusnya memiliki surat izin praktik di fasilitas pelayanan kesehatan di lokasi tim itu berada. Dokter tim sepak bola juga wajib memiliki ijazah dan surat registrasi dokter. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Pengecekan data dokter pun tak susah. Gregorius mengatakan status dokter bisa dilihat di situs web Pangkalan Data Pendidikan Tinggi. Surat tanda registrasinya bisa dicek melalui situs web Konsil Kedokteran Indonesia atau direktori anggota di situs web IDI. “Caranya cukup memasukkan nama dokternya,” ujar Gregorius.

Setelah kasus dokter gadungan Elwizan Aminuddin alias Amin terungkap, PSSI langsung menggelar evaluasi. Semua tim diminta mengevaluasi tenaga kesehatannya. Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi menjelaskan, PSSI juga akan mengecek asal-usul dokter saat perekrutan. 

Selain itu, PSSI mensyaratkan dokter memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik. “Surat harus dalam keadaan masih berlaku,” kata Yunus dalam keterangan resminya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Septhia Ryanthie berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Asal Rekrut Dokter Gadungan:

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus