Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENDEKATI hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024, jadwal Anies Baswedan seperti lalu lintas Ibu Kota Jakarta pada jam masuk dan pulang kerja: sangat padat. Dalam sehari, ia bisa mengunjungi tiga kota berbeda provinsi untuk berkampanye. Setelah debat terakhir calon presiden di Jakarta Convention Center, Senayan, pada Ahad, 4 Februari 2024, Anies langsung terbang ke Manado, Sulawesi Utara, kemudian bergeser ke Semarang di Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anies tak membayangkan perjalanan kampanyenya akan sampai di hari pencoblosan. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pada awalnya menghadapi pengusutan dugaan korupsi penyelenggaraan balap mobil listrik Formula E serta perpecahan koalisi partai pendukungnya. “Kalau kita tak aneh-aneh, jalan kita benar meski dijegal kanan-kiri,” katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anies menerima wartawan Tempo, Raymundus Rikang, untuk sebuah wawancara khusus di ruang VIP Bandar Udara Sam Ratulangi, Manado, pada Senin, 5 Februari 2024. Perbincangan selama hampir satu jam berlangsung setelah Anies turun dari helikopter yang mengantarnya berkampanye ke Kotamobagu, sekitar 180 kilometer di barat daya Manado.
Apa pentingnya Anda memenangi pemilihan presiden ini?
Jika mendapat kewenangan, saya ingin menggunakannya untuk meneruskan perjuangan yang sudah saya lakukan, yakni membereskan ketimpangan dan ketidakadilan. Itulah sebabnya saya berjuang all out, jutaan orang yang saya temui di mana-mana menitipkan banyak harapan.
Harapan seperti apa?
Saya berkeliling dan bertemu dengan jutaan orang yang datang bukan karena dibayar. Kami enggak punya duit untuk itu. Sepulang dari kunjungan, saya selalu panen seperti ini (Anies mengeluarkan beberapa lembar kertas yang berisi pesan yang ditulis tangan oleh para pendukungnya).
Anda membaca semua pesan itu?
Saya membacanya. Saya memperjuangkan ini karena saya mendapat kepercayaan. Saya bukan orang yang mengeluarkan modal lalu melakukan semua ini hanya untuk memastikan modal saya tidak hilang. Itu sebabnya saya menyebut proses kampanye ini sebagai perjalanan spiritual. Saya berkeliling lalu orang menitipkan harapan dan kepercayaan.
Anda menyangka akan sampai di titik ini mengingat berbagai intimidasi dan intervensi selama pencalonan?
Dari dulu saya selalu membayangkan yang terjadi adalah skenario terbaik. Apa sih yang ditakutkan? Saya enggak pernah mikir apa yang ditakutkan. Saya tak bisa membayangkan apa yang terjadi hari ini pada tahun lalu. Tapi saya yakin kebenaran akan menemukan jalannya sendiri. Kalau kita tak aneh-aneh, jalan kita akan benar meski dijegal kanan-kiri.
Apakah intimidasi itu masih terjadi?
Iya. Paling sering adalah mau mengadakan acara tapi tak dapat izin. Saya berkampanye di Madura, tiba-tiba listrik di kawasan itu padam. Kalau ada kampanye di daerah pakai helikopter, lapangan pendaratannya bisa sampai 40 kilometer dari titik acara karena di lapangan terdekat tak dapat izin. Yang paling sering adalah pihak yang ikut membantu kami diperiksa kepatuhan pajaknya. Tapi tak jadi masalah karena itu bukan hal besar. Namanya kompetisi politik, kalau ada peristiwa begitu dihadapi saja.
Apa yang dikhawatirkan dari Anda?
Semestinya ditanyakan kepada mereka yang melakukan itu semua. Saya enggak tahu. Saya cuma membawa ide dan gagasan. Saya tak membawa uang dan partai. Sejak sebelum di-reshuffle, saya juga membawa gagasan. Setelah tak lagi di kabinet, saya juga tak punya barisan pendukung. Kalau yang ditakuti adalah kelompok di belakang Anies, itu kan terjadi setelah pemilihan Gubernur Jakarta 2017. Setelah di-reshuffle, saya tak ada urusannya dengan semua itu.
Anda diperkirakan bakal mengubah semua yang dikerjakan Presiden Joko Widodo sepuluh tahun ini....
Coba saja baca dokumen Revolusi Mental yang dibuat Jokowi pada 2014. Apa itu kurang perubahan? Saya hanya membawa ide perubahan dan bicara soal ketimpangan. Apa yang harus ditakutkan dengan itu bahwa seakan-akan berbahaya kalau berbicara soal ketimpangan. Bagi saya, justru berbahaya kalau kita tak berbicara soal ketimpangan.
Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan saat kampanye di Kotamobagu, Sulawesi Utara, 5 Februari 2024/Tim Nasional Anies-Muhaimin
Seperti apa perubahan yang Anda inginkan?
Contohnya program yang saya lakukan di Jakarta. Saya mereformasi pola rekrutmen siswa di Jakarta berdasarkan sistem zonasi. Saya mendapat banyak protes dari orang tua murid, yang kebanyakan adalah kelas menengah dan berpendidikan tinggi. Sesudah reformasi, latar belakang pendidikan orang tua mereka ada yang dari sekolah dasar sampai kuliah. Itu namanya pemerataan dan keadilan.
Apakah ide perubahan itu laku?
Pada awalnya enggak laku di Jakarta. Saya ingat ketika pertama kali membawa gagasan perubahan untuk keadilan. Saya pergi ke daerah dan ide itu diterima karena mereka memang merasa tertinggal, kalah, dan marginal. Mereka melihat ide perubahan itu sebagai harapan. Tapi mereka yang berada di kelas menengah mapan seperti di Jakarta mempertanyakan, “Apa perubahan untuk keadilan itu?” Mereka ingin yang sekarang berlangsung diteruskan saja. Sampai terjadi peristiwa putusan Mahkamah Konstitusi soal batas usia calon presiden-wakil presiden. Mereka mendadak sadar dan bilang ada masalah ini.
Seberapa besar masalah yang akan ditinggalkan pemerintahan Jokowi?
Saya sudah ngomong sejak November 2018. Saya memakai cara paling sopan untuk mengingatkan, membaca buku How Democracies Die yang ditulis Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Saya waktu itu mengatakan ini tanda-tanda demokrasi kita tak sehat. Setelah itu muncul beragam komentar dan ditanggapi secara partisan. Setelah lima tahun, benar-benar terjadi. Barangkali orang yang dulu mengkritik saya mulai berpikir lagi soal kritiknya itu.
Memangnya semua persoalan itu bisa beres kalau Anda terpilih?
Tidak. Kami perlu waktu. Saya beri contoh indeks pembangunan manusia di Jawa-Sumatera dibanding wilayah lain. Indeks Jawa-Sumatera rata-rata 74, sementara di luar wilayah itu 69. Ada perbedaan lima poin. Sepuluh tahun lalu, indeks Jawa-Sumatera 69. Artinya, lima poin itu bukan angka kecil, melainkan bermakna sepuluh tahun. Tapi, kalau track-nya dibereskan, persoalan itu akan selesai over time.
Track apa yang Anda maksud?
Kualitas pembangunan manusia itu salah satunya pelayanan kesehatan. Wong puskesmas hari ini saja tak dibangun di semua tempat. Pendidikan dari sekolah dasar sampai menengah atas juga kami bereskan. Program menyangkut investasi pada manusia pasti sifatnya panjang. Yang mau saya lakukan adalah memulai.
Pemerintahan Jokowi tak pernah mulai berinvestasi pada pembangunan manusia?
Coba dicek berapa kali agenda rapat terbatas di kabinet soal pendidikan, perempuan, dan kesehatan sembilan tahun terakhir. Kita tak usah memberi penilaian berdasarkan opini, tapi bisa dicek agenda yang dibahas di rapat kabinet. Karena itu, saya membawa ide teknokrasi sehingga membuat pengambilan kebijakan tidak berbasis pada selera dan tak ada satu pun isu yang ditinggalkan.
Ada yang ragu akan independensi Anda karena adanya dukungan dari juragan partai?
Jika kita membawa gagasan, kita bisa berdiskusi. Ini bicara berkeadilan. Adil itu proporsional dan pasti enak mengobrolnya. Upaya membangun kemandirian dalam pengambilan keputusan itu sering merepotkan kalau kita tak punya ideologi. Kalau kita tak pakai ideologi, diskusi akan bergeser ke urusan cost and benefit. Negosiasi menjadi rumit bila sudah sampai di situ.
Bukankah isu cost and benefit pasti muncul dalam negosiasi politik?
Ada pegangannya, yakni apa yang kami ingin kerjakan. Misalnya kami ingin orang kompeten dan relevan di posisinya. Orang punya kompetensi tapi tak relevan di bidangnya pasti nanti rumit. Kriteria lain adalah orang tak bermasalah secara hukum dan etika atau memenuhi kepatutan publik.
Bagaimana Anda menghadapi mereka yang menagih konsesi politik dan ekonomi karena merasa berjasa?
Semua dibahas. Memangnya selama ini tak ada pembahasan ketika terjadi tarik-menarik? Ada pembahasannya. Kami ingin perubahan ini berjalan serius.
Termasuk kepada Surya Paloh yang paling depan menyokong Anda?
Saya salut atas apa yang dijalani Pak Surya Paloh hari ini. Jika dia enggak mau serius, sudah enak apa yang dijalaninya selama ini. Mahal ongkosnya bagi Pak Surya.
Anies Rasyid Baswedan/Tempo/Febri Angga Palguna
Surya Paloh menitipkan apa kepada Anda?
Saya tanya kepada Pak Surya, apa yang diharapkan dari saya? Dia mengatakan saya harus membuat Indonesia lebih baik. Apakah dia berharap saya masuk partai? Tidak. Dia titip kepada saya agar Indonesia menjadi lebih baik. Saya percaya pesan itu karena dia menjalani semua ini dengan kesulitan dan mengalami macam-macam. Dia mengatakan dan memegang ide itu. Saya merasa bersyukur.
Bagaimana jika ada lobi dan intervensi Presiden Jokowi untuk memastikan programnya dilanjutkan?
Saya enggak tahu dan enggak bisa menduga juga.
Bagaimana peluang berkoalisi dengan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md.?
Memangnya yang masuk ke putaran kedua siapa? Ha-ha-ha.... Orang Jawa bilang aja nggege mangsa, jangan mendahului waktu. Masing-masing pihak masih berfokus berkampanye. Meskipun ada obrolan di sana-sini, sifatnya lebih ke obrolan rileks dan belum ada pembicaraan yang serius.
Potensi terjadinya kecurangan saat pencoblosan sangat besar. Apa strategi Anda untuk menjaga suara?
Saya mengajak seluruh rakyat pergi ke tempat pemungutan suara pada pukul 1 siang. Ketika tempat pencoblosan tutup, rakyat harus kembali untuk mengawasi suaranya. Tak akan cukup kalau mengerahkan relawan karena jumlah tempat pemungutan suara 800 ribu lebih. Maka saya minta seluruh rakyat mengamankan suaranya.
Apa skenario Anda andai kalah dalam pemilihan presiden ini?
Saya selalu yakin bahwa ketika kita berhasil berarti Tuhan mengizinkan. Tapi, ketika tak mendapatkan sesuatu yang kita rencanakan, berarti Tuhan sedang melindungi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Manuver Terakhir Calon Presiden"