TAK akan ada lagi penangkapan mahasiswa oleh petugas berbaju hijau. Juga tak akan ada lagi oknum-oknum militer menindak calo-calo bis atau mengurusi sengketa tanah. Juga tak akan ditemukan lagi aparat-aparat tentara menyidik perkara-perkara penyelundupan atau mengusut kasus korupsi. Bahkan tak akan pula ada aparat laksus menangkap pelaku-pelaku pidana subversi. Dengan demikian, kecuali Polri, diperkiraka tak akan ada lagi aparat ABRI yang bakal dipraperadilankan oleh pencari keadilan. "Lembaga ekstra-yudisial itu tak ada lagi. Kita akan menggunakan instrumen hukum yang sudah ada, yakni kepolisian dan kejaksaan," kata Ketua Bakorstanas Jenderal Try Sutrisno di Mabes ABRI Jakarta, Kamis pekan lalu. Keadaan yang melegakan para ahli hukum itu tercipta setelah Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) dan Opstib (Operasi Tertib) resmi dihapuskan sejak September lalu. Dan terhitung 4 November telah resmi pula terbentuk struktur organisasi dan mekanisme kerja Bakorstanas (Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional). Bakorstanas dibentuk lewat Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1988. Badan itu, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, hanya mengkoordinasikan tugas departemen teknis dan instansi terkait dalam pemulihan, pemeliharaan, dan pemantapan stabilitas nasional. Berdasarkan itu, tak akan ada penangkapan dan penahanan oleh organ-organ Bakorstanas maupun Bakorstanasda. Kalaupun terjadi penangkapan di tingkat koramil, kata Jenderal Try, si tersangka selanjutnya akan diserahkan ke polisi. Kecuali jika ternyata kasusnya cenderung merongrong stabilitas "baru kita atasi," sambungnya. Sri Sumantri, guru besar hukum tata negara pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, menyambut gembira penjelasan Jenderal Try tentang Bakorstanas itu. "Suatu kemajuan dalam pembangunan bidang hukum," ujar Sumantri. Sebab, selama ini wewenang yudisial (pelacakan, penangkapan, penahanan) Kopkamtib, yang begitu ampuh menangkal berbagai keresahan dan kerusuhan, di pihak lain menerbitkan dualisme yang membingungkan. Karena itu, kini Sumantri menganggap polisi selaku penyidik tunggal harus siap menerima pelimpahan wewenang Kopkamtib. Kesiapan juga dituntut pada jaksa, yang masih berwenang mengusut tindak pidana khusus, seperti subversi dan korupsi. "Saya harap, dalam pelaksanaannya nanti Bakorstanas tak sekadar ganti baju," katanya. Pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, yang sedang menyelesaikan studi untuk meraih gelar doktor di Negeri Belanda, juga mengkhawatirkan Bakorstanas hanya sekadar pergantian baju dari Kompkamtib. "Kalau kita mau konsekuen dengan jiwa Orde Baru dan semangat konstitusional, hapuskan semua badan ekstra-struktural di luar apa yang ditetapkan Undang-Undang Dasar," kata Buyung. Buyung menilai, hanya lembaga seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian, Badan Pengawas Keuangan (BPK), yang konstitusional. Sedangkan Kopkamtib maupun Bakorstanas, "adalah kuasi hukum keadaan darurat," ujarnya. Kekhawatiran Buyung itu sebenarnya sudah dijawab Jenderal Try Sutrisno. Menurut ketua Bakorstanas itu, seperti halnya Kopkamtib (berdiri 3 Oktober 1965), Bakorstanas juga merupakan sebuah badan nonstruktural. "Tapi Bakorstanas bukan Kopkamtib bentuk baru, bukan badan yang menggunakan pendekatan komando, tapi bersifat koordinatif," ujarnya. Persoalannya kini, siapkah kepolisian dan kejaksaan menerima limpahan wewenang yang sudah diemban Kopkamtib selama lebih dari 20 tahun itu. Seorang pejabat di Mabes Polri menyatakan, mereka sudah siap. "Meski kami akui, dari segi kuantitas, pasti tugas polisi, khususnya intelpam, nantinya akan semakin berat," kata pejabat itu. Sebab itu, pejabat berpangkat perwira menengah ini berharap agar forum Makehjapol (Mahkamah Agung, Kehakiman, Kejaksaan, dan Kepolisian) bisa berperan lebih efektif. Apalagi jika kelak tugas intelpam makin banyak, misalnya, menangani teror atau aksi mahasiswa. Seorang perwira polisi yang lain menyatakan, tak mungkin semua kasus bisa ditangani polisi. Dalam hal terjadi pemberontakan, misalnya, mau tak mau tetap harus ditangani ABRI. Hanya saja, "Hingga kini belum ada kriteria bobot kasus mana yang nantinya tetap ditangani polisi, dan mana yang akan diatasi organ Bakorstanas," katanya. Menurut Menko Polkam Sudomo, jika terjadi demonstrasi mahasiswa atau pemberontakan, Bakorstanas akan menilai situasinya. Jika situasi itu dinilai membahayakan atau mengganggu stabilitas nasional, Bakorstanas akan segera melaporkannya kepada Presiden. Sesuai dengan saluran fungsional yang ada, kata Sudomo, Presiden yang akan memerintahkan Panglima ABRI, Kapolri, Jaksa Agung, untuk melakukan tindakan. "Kalau sudah diperintahkan seperti itu, Pangab punya, hak untuk menangkap orang," kata Sudomo. Happy S., Rustam F., dan Muchsin L. (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini