Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Pemberian gelar

Almarhum kanjeng gusti pangeran adipati ario mangkoenagoro i dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional dan bintang mahaputra adipurna kelas i. di sematkan kepada gra nurul dan kph suryosurarso.

19 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

* Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional dan Bintang Mahaputra Adipurna Kelas I diberikan kepada Almarhum Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkoenagoro I atau lebih dikenal sebagai Pangeran Sambernyowo. Penganugerahan oleh Presiden Soeharto di Istana Negara Selasa pekan lalu itu ditandai dengan pemasangan selempang berbintang dan piagam kepada kerabat Almarhum, Nyonya Gusti Raden Ayu Nurul dan suaminya, K.P.H. Suryosurarso. Minggu pagi, 13 November, di Istana Mangkunegaran, Solo, diselenggarakan syukuran. Sebelumnya, keluarga Istana Mangkunegaran lebih dulu berziarah ke makam dan juga tempat semadi Pengeran Sambernyowo. Iring-iringan prajurit dan wanita Istana pembawa baki bertutup kain sutera hijau -- berisi vandel, medali, dan surat-surat pengangkatan -- menuju Istana. Mereka diterima G.R.Ay. Nurul dan K.R.M.H. Sukamdani Gitosardjono. Selaku Ketua Umum Yayasan Mangadeg, Sukamdani pula yang membacakan sambutan Ibu Tien Soeharto. "Pengakuan pemerintah itu melegakan para kerabat Mangkunegaran," kata K.R.M.H. Sukamdani Gitosardjono, Ketua Kadin itu. Seluruh tanda jasa itu kemudian disimpan di museum Istana, sedang duplikatnya dipasang di makam Pangeran Sambernyowo. "Pangeran Sambemyowo jelas berjasa menentang penjajah," ujar K.G.P.A. Mangkoenagoro atau Jiwokusumo kepada TEMO. Sambemyowo, yang masa kecilnya bernama RM. Sahid itu, lahir di Kartosuro pada 1725. Dalam usia 16 tahun, pangeran yang dikenal oleh pengikutnya sebagai orang yang pemberani, keras, dan ulet itu masuk hutan untuk memberontak Belanda dan sekutu-sekutunya. Ketika sedang berjuang itu, ia diberondong peluru kompeni. Kuda yang ditungganginya tewas, sedang RM. Sahid jatuh ke jurang. Tiba-tiba, hujan dan angin turun dengan kencang, hingga menyelamatkan jiwanya. Pendekar perang yang sakti, itulah julukannya. Enam belas tahun Almarhum berjuang. Semboyan perjuangannya yang terkenal adalah: Tiji-tibeh. Akronim berbahasa Jawa ini artinya, mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh, atau mati satu mati semua, mulia satu mulia semua. Pangeran Sambernyowo wafat pada 1795.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus