Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Erintuah Damanik, hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menjadi terdakwa suap karena membebaskan terdakwa pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, menyatakan sempat ingin bunuh diri saat berada dalam tahanan. Hal ini terungkap dalam sidang perkara tiga hakim PN Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, yang menjadi terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara Ronald Tannur. Ketiganya saling menjadi saksi mahkota untuk terdakwa lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulanya, penasihat hukum Erintuah bertanya kepada Heru yang menjadi saksi. "Setelah saudara ditangkap dan ditahan, bersama siapa waktu itu ditahan?" tanyanya di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa, 25 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya seruangan sama Pak Erin," jawab Heru Hanindyo. Sedangkan Mangapul ditahan terpisah dengan mereka.
Penasihat hukum Erintuah kembali bertanya, "bagaimana kondisi Pak Erin pada saat saudara bersama dengan dia waktu itu?"
"Pak Erin, apa ya? Gelisah, kemudian sempat kayak depresi," tutur Heru.
Dia mengatakan sering mengobrol dengan Erintuah Damanik, bahkan, menenangkannya.
"Dan mohon maaf, pernah juga Pak Erin, mohon maaf ya Pak Erin, mencoba untuk membunuh diri," kata Heru. "Lalu saya bilang, 'coba lah baca Alkitab Pak, tenangkan diri'."
Erintuah mengamini hal tersebut. Ini tampak saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyainya sebagai saksi untuk terdakwa Heru.
"Apa yang mendorong saudara untuk mengakui semua perbuatan saudara saat itu?" tanya Jaksa.
Erintuah dan Mangapul memang telah mengaku menerima uang dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini. Keduanya juga telah mengembalikan uang tersebut kepada penyidik.
"Sebagaimana yang diterangkan oleh Pak Heru, saya pernah mau bunuh diri, Pak," ujar Erintuah.
Namun, ia mengurungkan niat tersebut. Erintuah memilih untuk membaca Alkitab.
"Dari hasil kontemplasi saya itu Pak, akhirnya kemudian, udah, lebih baik saya melakukan apa yang saya lakukan, daripada menyembunyikan sesuatu yang busuk, tetapi nanti berdampak kepada anak-anak dan istri saya," tutur Erintuah.
Ia kemudian mengutip ayat dalam Alkitab, "Hentikan kutuk ini sampai di sini!" Erintuah tak mau kutuk itu sampai ke anak-anak dan cucunya. Hal itu lah yang mendorongnya mengaku saat membuat berita acara pemeriksaan atau BAP saat penyidikan.
"Saya tunjukkan ayat-ayat Alkitab itu kepada penyidik, saya mengaku," kata Erintuah.
Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul didakwa menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura (S$). Jaksa menduga, hadiah atau janji itu untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada tiga hakim tersebut. Ketiganya diduga telah mengetahui uang yang diberikan oleh Lisa Rahcmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap kliennya, Ronald Tannur, dari seluruh dakwaan penuntut umum.
Selain itu, jaksa penuntut umum menilai Erintuah Damanik juga menerima uang gratifikasi. Duit uang diterima itu sebesar Rp 97,5 juta, S$ 32 ribu, dan RM 35.992,25.
Mangapul juga didakwa menerima gratifikasi. Ia diduga menerima uang tunai sebesar Rp 21,4 juta, US$ 2.000, dan S$ 6.000.
Sedangkan Heru Hanindyo didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp 104.500.000 atau Rp 104,5 juta, US$ 18.400, S$ 19.100, ¥ 100.000, € 6.000, dan SR 21.715.
Ketiga hakim PN Surabaya itu didakwa menerima suap ihwal vonis bebas Ronald Tannur yang melanggar Pasal 12c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas penerimaan gratifikasinya, ketiganya didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.