Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim menilai Richard Eliezer Pudihang Lumiu memiliki kesempatan untuk mencegah kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat mulai dari perintah Ferdy Sambo hingga saat proses penembakan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Majelis Hakim Alimin Ribut Sujono mengatakan Richard Eliezer sebetulnya bisa mengarahkan tembakannya ke tubuh Yosua lain yang bukan bagian vital.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebenarnya terdakwa mempunyai kesempatan untuk menghindari meninggalnya korban Yosua dengan mengarahkan (tembakan) ke bagian tubuh lain yang bukan daerah vital dari Yosua," kata Hakim Alimin saat membacakan pertimbangan dalam sidang vonis Richard di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 15 Februari.
Namun ternyata Richard tidak melakukanya dan justru menembakkan senjata api Glock-17 miliknya ke arah dada kiri Yosua. Pasalnya, bagian itu merupakan daerah vital setiap orang karena tempat jantung berada. Apalagi Richard menembak Yosua lebih dari dua kali.
"Terdakwa telah mengarahkan senjata Glock-17 miliknya ke tubuh korban Yosua menembakan 3 sampai dengan 4 sehingga mengenai tubuh bagian korban yang vital," kata Hakim Alimin.
Dituntut 12 tahun penjara
Pada Rabu, 18 Januari 2023, Richard Eliezer dituntut jaksa 12 tahun penjara. Dalam surat tuntutannya, jaksa menyimpulkan Richard Eliezer telah memenuhi unsur perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
“Kami jaksa penuntut umum menuntut majelis hakim agar menyatakan Richard Eliezer terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana merampas nyawa orang secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dakwaan Primer melanggar Pasal 340 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Pidana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan, dipotong masa penahanan,” kata jaksa saat membacakan tuntutan.
Sebelum membacakan tuntutan, jaksa penuntut umum mengatakan peran Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai eksekutor pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi pemberat tuntutan 12 tahun.
“Hal yang memberatkan adalah karena terdakwa merupakan eksekutor yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” kata jaksa sebelum membacakan tuntutan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hal yang memberatkan
Selain itu hal memberatkan lain karena perbuatan terdakwa Richard Eliezer menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban dan menimbulkan keresahan, serta kegaduhan yang meluas di masyarakat. Adapun hal yang meringankan adalah mempertimbangkan Richard sebagai saksi pelaku dan keluarga Yosua telah memaafkan Richard. Selain itu, Richard dianggap kooperatif selama persidangan.
Selama di persidangan Richard Eliezer mengaku Ferdy Sambo memerintahkannya menembak Yosua saat ia dipanggil ke lantai tiga rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling 3, Jakarta Selatan, 8 Juli 2022.
Richard mengatakan saat itu dia dipanggil Ricky, yang menyampaikan ia dipanggil Ferdy Sambo ke lantai tiga rumah pribadi Ferdy Sambo di Jalan Saguling 3. Ferdy Sambo menanyakan apakah ia mengetahui soal kejadian di Magelang. Lalu Sambo menangis. Richard mengaku tidak tahu. Tidak berapa lama Putri Candrawathi masuk dan duduk di samping suaminya di sofa panjang. Di sana Ferdy Sambo mengaku istrinya, Putri Candrawathi, dilecehkan oleh Yosua. Kemudian Ferdy Sambo menangis dan Putri menangis di hadapan Richard.
“Memang ajar anak itu! Sudah menghina Saya! Dia sudah menghina harkat martabat saya! Tidak ada gunanya pangkat ini,” kata Richard sambil menirukan perkataan atasannya yang sambol memegang tanda pangkat di kerahnya.
Perintah membunuh
Ferdy Sambo kemudian menyampaikan perintah ke Richard agar dia membunuh Yosua. Sebab, kata dia, kalau dia sendiri yang membunuh tidak akan ada yang membela. Ferdy Sambo pun menyampaikan rencananya.
“Jadi gini Chad, lokasinya di 46 (rumah dinas). Nanti di 46 itu Ibu dilecehkan oleh Yosua, terus Ibu teriak kamu respons, terus Yosua ketahuan. Yosua tembak kamu, kau tembak balik Yosua, Yosua yang meninggal,” kata Richard menirukan perintah Ferdy Sambo saat menjadi saksi mahkota di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 13 Desember 2022.
Richard mengatakan saat itu Ferdy Sambo menyampaikan jelas perintahnya dan memastikan Putri Candrawathi mendengarnya. Kemudian Ferdy menjelaskan kembali skenarionya dan menguatkan Richard.
“Sudah kamu enggak usah takut karena posisinya itu pertama kamu bela Ibu. Yang kedua kamu bela diri karena dia nembak duluan,” kata Richard mengulangi omongan Ferdy Sambo.
Richard mengaku Putri Candrawathi saat itu sempat berbicara dengan Ferdy Sambo. Meski terdengar samar, Richard mengaku mendengar Putri menyinggung soal CCTV dan sarung tangan.
Richard bahkan melihat Ferdy Sambo sudah mengenakan sarung tangan hitam dan memberikannya sekotak amunisi 9 milimeter, serta memerintahkannya mengisi amunisi pistol Glock-17 miliknya. Para terdakwa bersama korban lalu pergi ke rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Duren Tiga Nomor 46, Jakarta Selatan, dengan alibi isolasi mandiri untuk Covid-19.
Eksekusi Yosua berlangsung antara pukul 17.11-17.16 ketika Ferdy Sambo tiba di rumah dinas Kompleks Polri Duren Tiga. Ferdy Sambo memerintahkan Kuat untuk memanggil Yosua ke dalam saat ia berada di taman belakang. Tiba-tiba, Ferdy Sambo memegang leher belakang Yosua dan mendorongnya hingga berada di depan tangga lantai satu. Yosua berhadapan dengan Ferdy Sambo dan Richard Eliezer, sementara Kuat Ma’ruf berada di belakang Ferdy Sambo dan Ricky Rizal bersiaga apabila Yosua melawan. Kuat Ma’ruf juga menyiapkan pisau yang ia bawa dari Magelang untuk berjaga-jaga apabila Yosua melawan. Adapun Putri Candrawathi berada di kamar lantai satu yang hanya berjarak tiga meter dari posisi Brigadir J.
Richard Eliezer menjadi terdakwa terakhir yang divonis dalam perkara pembunuhan berencana ini. Pada 14 Februari, Asisten Rumah Tangga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf divonis hukuman 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim atas keterlibatanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Pada hari yang sama, mantan ajudan Ferdy Sambo, Ricky Rizal divonis 13 tahun penjara. Vonis keduanya lebih berat dari tuntutan jaksa, yaitu delapan tahun penjara.
Sementara itu, pada 13 Februari majelis hakim memvonis istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dengan hukuman 20 tahun penjara. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa delapan tahun penjara. Pada hari yang sama pula Ferdy Sambo divonis hukuman mati. Ia dinilai majelis hakim terbukti merencanakan secara matang pembunuhan terhadap ajudannya sendiri, Yosua, termasuk bersalah merintangi penyidikan untuk menutupi pembunuhannya. Vonis mati Ferdy Sambo ini lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni penjara seumur hidup.
Pilihan Editor: Keluarga Brigadir J dan LPSK Berharap Richard Eliezer sebagai Justice Collaborator Bisa Divonis Ringan