Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Hari Anti Penyiksaan, Pemerintah Didorong Meratifikasi OPCAT

Hari Anti Penyiksaan jatuh setiap 26 Juni dan ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Dukungan untuk Korban Penyiksaan Internasional.

25 Juni 2020 | 21.24 WIB

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Amiruddin Al Rahab berbicara kepada awak media terkait kasus pembunuhan pekerja proyek di Nduga, Papua, di kantornya, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018. Tempo/Syafiul Hadi
Perbesar
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Amiruddin Al Rahab berbicara kepada awak media terkait kasus pembunuhan pekerja proyek di Nduga, Papua, di kantornya, Jakarta, Rabu, 5 Desember 2018. Tempo/Syafiul Hadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) bersama sejumlah lembaga yang peduli pada isu hak asasi mendorong pemerintah segera meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) untuk mencegah tindakan penyiksaan di Indonesia.

Usulan tersebut disampaikan Komnas HAM bersama Komisi Nasional Perempuan, Ombudsman RI, Komisi Perlindungan Anak, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam acara peringatan Hari Anti Penyiksaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Perlu kita menempuh jalan ini (ratifikasi OPCAT) agar keanggotaan Indonesia dalam Dewan HAM itu menjadi bermakna di dalam negeri untuk mencegah terjadinya penyiksaan,” ujar Amiruddin Al Rahab, Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, dalam peringatan Hari Anti Penyiksaan di Ruang Pleno Komnas HAM, Jakarta Pusat, hari ini, Kamis, 25 Juni 2020.

Hari Anti Penyiksaan jatuh setiap 26 Juni dan ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Dukungan untuk Korban Penyiksaan Internasional.

Peringatan tersebut merupakan bentuk solidaritas bagi korban penyiksaan dan bentuk penentangan terhadap tindak penyiksaan di seluruh dunia.

Peringatan tersebut bertajuk “Hari Anti Penyiksaan: Pencegahan Terulangnya Praktik Penyiksaan dan Ill Treatment terhadap Perempuan dan Anak.”

Menurut Amiruddin kasus penyiksaan masih sering terjadi karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 masih kurang efektif sebagai mekanisme pencegahan.

Undang-undang tersebut tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

“Undang-undang ini sudah 22 tahun tetapi tidak terlalu menjadi rujukan hukum dalam proses hukum,” kata Amiruddin.

Mariana Amiruddin, Pimpinan Transisi Komnas Perempuan, menekankan pentingnya ratifikasi OPCAT sebagai upaya penguatan pemerintah dalam menangani kasus penyiksaan.

“Tujuannya (usulan meratifikasi OPCAT) bukan untuk menekan pemerintah, tetapi justru membuat pemerintah lebih berwibawa,” ujatnykata.

ACHMAD HAMUDI ASSEGAF

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus