Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) baru saja merilis soal indikator kasus pembunuhan yang bisa digolongkan ke dalam kasus femisida. Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah menyampaikan setidaknya ada enam indikator yang mungkin bisa menjadi pedoman aparat penegak hukum dalam menangani kasus femisida.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indikator pertama ialah pembunuhan karena ada unsur kebencian atau kontrol atas perempuan. Kedua, ada penghinaan terhadap tubuh dan seksualitas perempuan. Ketiga, pembunuhan atau penganiayaan yang dilakukan sebagai akibat dari eskalasi kekerasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Itu sebagai bentuk kekerasan paling ekstrem. Baik itu seksual maupun fisik. Jadi tidak ujug-ujung meninggal. Tetapi ada eskalasi kekerasan terlebih dahulu,” kata Ami, sapaan akrab Siti Aminah dalam diskusi ‘Laporan Pemantauan Femisida 2024’ secara daring, Selasa, 10 Desember 2024.
Indikator keempat ialah adanya sejarah pembunuhan terhadap korban. Hal ini, kata Ami, bisa diidentifikasi apakah sebelum kematian seorang perempuan terdapat ancaman-ancaman sebelumnya baik itu secara verbal maupun menggunakan senjata tajam.
Berikutnya, indikator kelima adalah terdapat ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban (baik dari usia, ekonomi, pendidikan maupun status sosial). “Terakhir, perlaku terhadap tubuh korban ditujukan untuk merendahkan martabat korban,” jelas Ami.
Misalnya, tubuh korban dimutilasi, dibuang atau dilakukan penelanjangan terhadap tubuh perempuan. “Bisa ditelusuri juga apakah ada unsur kekerasan seksual pada tubuh jenazah korban,” ujar dia. Ami mengatakan indikator yang dirumuskan oleh Komnas Perempuan merupakan tolak ukur yang sampai saat ini digunakan berdasarkan pembacaan kasus-kasus femisida dari 2017-2024.
Sebelumnya, Komnas Perempuan juga telah membuat definisi khusus tentang femisida. Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya. Femisida juga didorong oleh superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan serta rasa memiliki perempuan, juga terkait dengan ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik.
Komnas Perempuan menduga ada banyak kasus femisida yang terjadi di Indonesia. Namun, kasus femisida masih dianggap sebagai kasus pembunuhan biasa. Hal itu terbukti dalam pendokumentasian terhadap kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan yang sampai saat ini masih sangat minim. “Itu juga disebabkan karena term femisida sendiri belum begitu banyak dikenali,” kata Ami.
Pilihan Editor: Komnas Perempuan Soroti Kasus Femisida yang Makin Marak