Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Kasus Kekerasan Seksual Eks Kapolres Ngada, Komnas HAM Minta Hukuman Diperberat

Komnas HAM meminta polisi menjerat eks Kapolres Ngada menggunakan UU TPKS. Bila terbukti bersalah, tersangka harus mendapat pemberatan hukuman.

28 Maret 2025 | 13.46 WIB

(dari kiri) Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing dan Wakil Ketua Internal Komnas HAM Pramono U. Tanthowi saat memaparkan temuan dan rekomendasi kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual mantan Kapolres Ngada di Jakarta Pusat, 27 Maret 2025. Tempo/Intan Setiawanty
Perbesar
(dari kiri) Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing dan Wakil Ketua Internal Komnas HAM Pramono U. Tanthowi saat memaparkan temuan dan rekomendasi kasus dugaan tindak pidana kekerasan seksual mantan Kapolres Ngada di Jakarta Pusat, 27 Maret 2025. Tempo/Intan Setiawanty

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak kepolisian menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam kasus kekerasan seksual mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. “Saudara Fajar sudah ditersangkakan atas kasus tersebut," kata Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing, dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Kamis, 27 Maret 2025. "Dia aparat penegak hukum, maka harus ada pemberatannya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Fajar juga dinyatakan positif sebagai pengguna narkoba berdasarkan pemeriksaan Bareskrim dan Polda NTT. Namun, Komnas HAM menegaskan bahwa fokus utama kasus ini adalah dugaan kekerasan seksual terhadap tiga anak di Kota Kupang, bukan sekadar persoalan narkotika.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Komnas HAM menyoroti upaya banding yang diajukan Fajar dalam sidang etiknya. Uli menyatakan banding merupakan hak setiap orang, tapi prosesnya harus tetap objektif dan imparsial seperti sidang tingkat pertama. “Begitu juga hasilnya nanti harus disampaikan ke publik,” ujar Uli.

Adapun Wakil Ketua Internal Komnas HAM Pramono U. Tanthowi mengingatkan bahwa sanksi etik bukan satu-satunya konsekuensi yang harus dijalani Fajar. “Publik mendorong agar pidananya jangan sampai diabaikan. Jangan hanya dipecat sebagai anggota Polri, tapi pidananya bebas. Ini yang harus terus dikawal,” kata Pramono.

Berkas perkara Fajar saat ini telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kupang. Sedangkan berkas F masih dalam tahap penyidikan. F adalah perempuan yang menjadi perantara antara Fajar dengan korban. Dialah yang membawa salah satu korban lalu mengantarkan kepada Fajar sampai akhirnya menjadi korban pencabulan. F dikenakan Undang-Undang TPPO karena diduga terlibat dalam eksploitasi anak.

Komnas HAM sudah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan pemulihan korban, termasuk pemberian restitusi dari pelaku dan kompensasi dari negara. “Ketiga anak yang menjadi korban ini punya masa depan. Trauma yang mereka alami berpengaruh pada pendidikan dan kehidupan mereka ke depan," kata Uli. "Negara punya tanggung jawab untuk memastikan pemulihan mereka.”  

Komnas HAM mengonfirmasi bahwa F bukan seorang mahasiswi, melainkan individu yang diduga menjadi perantara dalam kasus ini. Ia dikenakan Undang-Undang TPPO karena diduga terlibat dalam eksploitasi korban anak.

 

Intan Setiawanty

Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2023. Alumni Program Studi Sastra Prancis Universitas Indonesia ini menulis berita hiburan, khususnya musik dan selebritas, pendidikan, dan hukum kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus