Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Kisah Suami Nur jadi Korban TPPO Sindikat Myanmar: Dicambuk, Disetrum, dan Diisolasi

Meski Pepen sudah memasuki kepala lima, ia bercerita suaminya kerap mendapat hukuman jika membuat salah sama seperti korban TPPO lain.

29 Juli 2024 | 12.10 WIB

Ilustrasi TPPO. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi TPPO. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dua tahun sudah, Nur (51 tahun), warga Bekasi itu menunggu kepulangan sang suami, Pepen (54 tahun) yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) online scam di Hpalu, Myanmar.  Nur mengaku segala upaya sudah ia lakukan dari mulai melapor ke Kementerian Luar Negeri,  Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PB2MI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hingga Komnas HAM. Namun ia tidak kunjung mendapat kabar kepulangan sang suami. "Apa kendalanya? Suami saya kan orang biasa saja," ujar dia saat dihubungi Tempo via sambungan telepon, Ahad, 28 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Jawaban template selalu ia dapatkan sejak laporan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia, Kemenlu, pada Agustus 2022 selang satu bulan dari pemberangkatan suaminya. Ia hanya diberitahu jika suaminya belum bisa dipulangkan karena kondisi Hpalu, tempat suaminya bekerja merupakan wilayah konflik yang dikuasai oleh kelompok bersenjata.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semula, keberangkatan Pepen adalah untuk lowongan pekerjaan bagian Internet Protocol (IP) di Bangkok. Kata Nur, Pepen tahu lowongan pekerjaan itu dari sang kawan.

Dengan iming-iming gaji Rp 20 juta per bulan, Pepen memutuskan berangkat meski sempat dilarang oleh sang istri. Nur menuturkan keputusan sang suami mencari nafkah di luar negeri diambil setelah pekerjaan di restoran surut karena pandemi Covid 19. 

Meski Pepen sudah memasuki kepala lima, ia bercerita suaminya kerap mendapat hukuman jika membuat salah sama seperti korban TPPO lain di sana.  "Telat bangun, mengantuk di saat kerja, tidak sesuai target, hukumannya itu macam-macam dari mulai setrum, dicambuk, diisolasi di bilik hitam," ujar dia.

Sampai sekarang, ibu dua anak itu tidak tahu apakah suaminya masih bisa pulang atau tidak. Namun beruntung, sesekali ia bisa berkomunikasi meski harus sang suami yang menelepon. Terakhir kali ia berkomunikasi dengan sang suami pekan lalu.

Surat untuk Presiden 

Merasa putus asa tidak kunjung mendegar titik terang perihal kepulangan sang suami, Nur bersama tujuh keluarga korban lainnya berkirim surat kepada presiden pada 26 Juni 2024. "Belum ada respons," ujar dia.

Mereka mengajukan empat tuntutan kepada presiden. Tuntutan itu meliputi: meminta presiden mengerahkan segala upaya untuk membebaskan para korban yang dipekerjakan secara paksa di perusahaan online scam di Myanmar, meminta presiden menangkap jaringan mereka yang mengatur pemberangkatan korban, meminta semua pejabat yang berwenang untuk berkomitmen secara serius dan meminta reparasi.  

Jihan Ristiyanti

Lulusan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Surabaya pada 2020 , mulai bergabung dengan Tempo pada 2022. Kini meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus