Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Komnas Perempuan Soroti Kasus Femisida yang Makin Marak

Komnas Perempuan menyatakan femisida adalah puncak dari kekerasan terhadap perempuan. Aparat penegak hukum harus mengenali modusnya.

9 Desember 2024 | 17.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Komisioner Komnas Perempuan Veryanto Sitohang. ANTARA/Shabrina Zakaria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KOMISIONER Komnas Perempuan Veryanto Sitohang mengatakan pihaknya memberi perhatian pada kasus femisida atau pembunuhan terhadap perempuan yang semakin banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Komnas Perempuan, sepanjang 2020 hingga 2023, terjadi total 798 kasus femisida di Indonesia.

Veryanto menilai keberpihakan aparat penegak hukum dalam kasus femisida belum terlalu baik. Padahal femisida merupakan puncak dari kekerasan terhadap perempuan.

“Kasus femisida ini sering dianggap kriminal biasa. Padahal memiliki dimensi yang berbeda, perempuan dibunuh merupakan puncak dari kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya di Kota Bogor, Jawa Barat, Ahad, 8 Desember 2023.

Dia menyebutkan femisida muncul dari kekerasan yang ditujukan kepada perempuan. Maka dari itu, kata dia, aparat penegak hukum hingga masyarakat harus mengenali femisida termasuk modus-modusnya yang digunakan oleh pelaku.

“Apa yang menjadi ciri-ciri modus digunakan dalam femisida ini tidak boleh dianggap kriminal biasa. Femisida adalah kejahatan extraordinary dan membutuhkan penanganan yang lebih serius supaya kasus ini tidak dianggap sebelah mata oleh masyarakat,” ujarnya.

Karena itu, Veryanto mengatakan Komnas Perempuan berupaya memperkenalkan femisida kepada publik hingga masyarakat, di mana hal ini juga merupakan upaya melindungi keluarga korban yang ditinggalkan.

“Karena femisida ini memiliki potensi untuk balas dendam, ini saya pikir penting untuk diantisipasi supaya kemudian bisa dicegah. Termasuk membantu memulihkan korban keluarganya ditinggal korban femisida,” tuturnya.

Dia mendorong aparat penegak hukum menggunakan peraturan-peraturan yang ada. Meskipun belum ada peraturan tentang femisida, pelaku bisa dijerat misalnya dengan KUHP, Undang-Undang Penghapusan KDRT, dan kekerasan seksual.

“Aparat penegak hukum tidak boleh melihat kasus femisida ini kriminal biasa. Harus ada pemberatan dalam hal ini, karena jika dianggap kriminal biasa, jeratan hukum yang minimalis itu bisa berpotensi membuat orang melakukan femisida,” ujarnya.

Komnas Perempuan Minta Penanganan Pembunuhan Biasa dan Femisida Dibedakan

Sebelumnya, Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy menyayangkan masih banyak aparat penegak hukum yang belum memahami apa itu femisida. Dia menuturkan femisida bukanlah kasus pembunuhan biasa.

Berdasarkan definisi yang dibuat oleh Komnas Perempuan, femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung karena jenis kelamin atau gendernya.

Femisida juga didorong oleh superioritas, dominasi, hegemoni, agresi maupun misogini terhadap perempuan, serta rasa memiliki perempuan, juga berhubungan dengan ketimpangan relasi kuasa dan kepuasan sadistik. Di Indonesia, kata Olivia, ada begitu banyak kasus femisida yang dianggap sebagai kasus pembunuhan biasa. Hal itu terbukti dalam pendokumentasian terhadap kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap perempuan.

“Hal ini menyebabkan dimensi kekerasan berbasis gender tidak digali secara mendalam,” kata Olivia dalam diskusi ‘Femisida Bukan Pembunuhan Biasa’ pada Selasa, 3 Desember 2024. 

“Sehingga motif karena ia perempuan, pola kasus, potensi femisida akibat eskalasi dan terus berulangnya kekerasan serta dampaknya pada keluarga korban luput dan terabaikan,” ujarnya menambahkan.

Komnas Perempuan mencatat indikasi femisida yang kuat melalui pantauan media pada 2020 terdapat 95 kasus. Kasus merangkak naik pada 2021, yaitu sebanyak 237 kasus. Di tahun 2022 meningkat menjadi 307 kasus. “Meski di tahun 2023 ada 159 kasus, indikatornya berkembang seiring perkembangan pengetahuan tentang femisida,” kata Olivia.

Dia juga mengungkapkan kasus femisida yang paling banyak terjadi ialah femisida intim, di mana perempuan dibunuh oleh orang terdekat secara personal dan emosional. “Misalnya dilakukan oleh suami, mantan suami, pacar, mantan pacar, atau pasangan kohabitasi. Itu jenis femisida tertinggi,” ucap Olivia.

Project Officer Jakarta Feminist Nur Khofifah mengatakan, berdasarkan data yang dimiliki lembaganya, pada 2023 ditemukan 145 kasus femisida dengan korban cis-puan (gender perempuan yang berjenis kelamin perempuan), enam kasus femisida dengan korban transpuan, 12 kasus pembunuhan anak perempuan, dan 17 kasus tindak kriminal dengan korban perempuan.

Menurut Khofifah, sejauh ini belum ada kasus femisida yang ditangani dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Polisi lazim menggunakan KUHP. 

“Pasal-pasal yang digunakan untuk menjerat pelaku, misalnya pasal 340 KUHP, pasal 338 KUHP, 365 KUHP, 351 ayat 3 KUHP dan seterusnya. Pasal-pasal itu tentang pembunuhan berencana, pembunuhan, kekerasan, dan penganiayaan,” kata dia.

Dia memberi contoh kasus pembunuhan siswa SMP di Jambi. Korban seorang remaja putri yang diperkosa dan dibunuh secara sadis di tengah kebun sawit. Polisi menjerat pelaku dengan Pasal 81 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak juncto Pasal 338 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun.

Kemudian di Surabaya, perhatiaan masyarakat tersedot pada pembunuhan Dini Sera Afrianti, 29 tahun, oleh kekasihnya, Gregorius Ronald Tannur. 

“Kita perlu memperjelas kasus femisida ini seperti apa. Selain itu, ada kemungkinan pelaku bisa dibebaskan dengan segala cara, misalnya dengan cara suap. Itu bisa merusak penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya.

Dinda Shabrina dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Kubu Ridwan Kamil-Suswono Persoalkan Distribusi Formulir C6, Ini Kata Bawaslu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus