Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Korupsi devisa kodok dan bekicot

Direktur cv sinar purwodadi surabaya, eksportir kodok, udang dan bekicot dijatuhi hukuman 6 th. ditambah denda rp 15 juta, terbukti memanipulasikan devisa negara sekitar rp 2,3 milyar.(hk)

8 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CARA korupsi semakin beraneka ragam. Direktur CV Sinar Purwodadi, Surabaya, Tan Sie Kho, Rabu pekan lalu dijatuhi hukuman 6 tahun penjara ditambah denda Rp 15 juta (subsider 5 bulan kurungan) karena dianggap terbukti memanipulasikan devisa negara sekitar Rp 2,3 milyar. Korupsi devisa negara, seperti diuraikan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Iwan Budiono, ternyata cukup rumit. Tan Sie Kho, 57 tahun, adalah eksportir kodok, udang, dan bekicot. Salah seorang langganannya di Hong Kong bernama Foo Kwah. Jual beli antara kedua pedagang itu, sesuai dengan prosedur ekspor, dilakukan melalui Letter of Credit (LC) yang dibuka Sie Kho di Chekiang First Bank (CFB), Hong Kong. Foo Kwah cukup membayar harga pesanannya ke bank di HongKong itu. Biasanya, Sie Kho akan menerima pemberitahuan dari bank itu dengan wesel-wesel. Sebagai eksportir, ia bisa menguangkan wesel itu ke Bank Indonesia melalui Bank Pacific (BP), Surabaya, dalam bentuk rupiah. Pihak BI yang kemudian menagih pembayaran wesel itu ke CFB melalui bank korespondennya, Indover Bank di Amsterdam, Negeri Belanda. Semua wesel yang dibeli BI dari para eksportir itu jatuh temponya selama 6 bulan. Dari sistem seperti itu, BI mendapatkan devisa dalam bentuk valuta asing, yang kemudian digunakan kembali untuk membeli barang-barang Impor. Sie Kho, yang berkewarganegaraan asing itu, kemudian melihat celah-celah proses ekspor yang memakan waktu lama dan melalui berbagai bank itu. Akhir 1982, ia menguangkan wesel hasil ekspornya ke BI sebanyak Rp 2,3 milyar. Setelah menerima uang kontan itu, Sie Kho meminta Bank Pacific Surabaya mengirimkan telegram ke CFB agar bank Hong Kong itu membayar kontan ke rekeningnya di BP Surabaya. Untuk itu, Sie Kho bekerja sama dengan direktur BP Surabaya, Herman Suroto, yang kini juga dituntut dalam kasus serupa. Kebetulan BP tidak mempunyai hubungan langsung dengan CFB. Sebab itu, transfer dilakukan melalui rekening BP di Bank Bumi Daya (BBD). Kerja sama itu berjalan rapi. CFB memenuhi permintaan BP dan mengirimkan uang itu melalui BBD. Namun, manipulasi yang semula berjalan mulus itu pada Januari lalu tercium oleh beberapa karyawan BP di Surabaya. Herman diadukan ke BP Pusat. Herman pun diberhentikan dari jabatannya dan BP secara resmi mengadukan manipulasi itu ke kejaksaan. Pihak Kejaksaan Tinggi Surabaya memproses kasus itu sebagai kasus korupsi dan Sie Kho ditahan Januari itu juga. Tapi, sebelum penahanan terjadi, Sie Kho sempat mengirimkan uang sebanyak Rp 900 juta ke CFB untuk dibayarkan kembali kepada Bl. Selain dari Sie Kho, rupanya, BP Surabaya sempat pula mengirimkan uang tambahan Rp 1,4 milyar. Genap Rp 2,3 milyar, belakangan uang itu memang diterima BI, sebagai pembayaran wesel-wesel ekspor Sie Kho. Dengan itu, "negara tidak dirugikan, karena semua wesel yang diuangkan Sie Kho sudah dibayar kembali ke BI. Jadi, yang tinggal, kini hanya masalah perdata saja, antara BP dan Sie Kho," ujar pembela Sie Kho, Abdullah Muthalib, kemudian. Jadi, salah satu unsur kejahatan korupsi, yaitu merugikan negara, menurut pembela, tidak terpenuhi dalam kasus itu. Karena itu, Muthalib berharap, di tingkat banding nanti kliennya akan dibebaskan. Sebaliknya sikap majelis hakim. Sie Kho, katanya, di persidangan terbukti menerima pembayaran ekspornya sebanyak dua kaii. "Sebab itu, ia terbukti korupsi," kata Anggota Majelis Hakim Peter Poerba. Soal yang terungkap belakangan bahwa Sie Kho melunasi kembali uang BI itu, "kami tidak mau tahu," kata Poerba. Apa sebenarnya keuntungan Sie Kho yang dilahirkan di Maluku itu? Jaksa Penuntut Umum D.T. Pongrangga, yang semula menuntut hukuman 8 tahun, menyebut bahwa kasus itu sebagai spekulasi Sie Kho untuk memperoleh modal kerja bisnisnya. Menurut Pongrangga, dengan bantuan pihak bank, Sie Kho bisa menarik dulu uang dari Bl dalam bentuk rupiah dan langsung dari CFB dalam bentuk valuta asing. Uang itu, sambil menunggu jatuh tempo BI, dapat diputarkan dulu. Begitu jatuh tempo, ia kembali menyetorkan uang itu ke CFB, untuk kemudian dibayarkan ke BI. Pengadilan banding nantinya yang akan memastikan apakah permainan seperti itu termasuk kategori korupsi - seperti disimpulkan pengadilan tingkat pertama. Pihak BP - yang separuh sahamnya milik BI yang dirugikan Rp 1,4 milyar menyita barang-barang yang ada di perusahaan Sie Kho, berupa stok udang dan paha kodok senilai Rp 30 juta. Perusahaan ekspor itu pun bubar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus