CARA korupsi semakin beraneka ragam. Direktur CV Sinar
Purwodadi, Surabaya, Tan Sie Kho, Rabu pekan lalu dijatuhi
hukuman 6 tahun penjara ditambah denda Rp 15 juta (subsider 5
bulan kurungan) karena dianggap terbukti memanipulasikan devisa
negara sekitar Rp 2,3 milyar.
Korupsi devisa negara, seperti diuraikan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Iwan Budiono, ternyata
cukup rumit. Tan Sie Kho, 57 tahun, adalah eksportir kodok,
udang, dan bekicot. Salah seorang langganannya di Hong Kong
bernama Foo Kwah. Jual beli antara kedua pedagang itu, sesuai
dengan prosedur ekspor, dilakukan melalui Letter of Credit (LC)
yang dibuka Sie Kho di Chekiang First Bank (CFB), Hong Kong.
Foo Kwah cukup membayar harga pesanannya ke bank di HongKong
itu. Biasanya, Sie Kho akan menerima pemberitahuan dari bank itu
dengan wesel-wesel. Sebagai eksportir, ia bisa menguangkan wesel
itu ke Bank Indonesia melalui Bank Pacific (BP), Surabaya, dalam
bentuk rupiah. Pihak BI yang kemudian menagih pembayaran wesel
itu ke CFB melalui bank korespondennya, Indover Bank di
Amsterdam, Negeri Belanda. Semua wesel yang dibeli BI dari para
eksportir itu jatuh temponya selama 6 bulan. Dari sistem
seperti itu, BI mendapatkan devisa dalam bentuk valuta asing,
yang kemudian digunakan kembali untuk membeli barang-barang
Impor.
Sie Kho, yang berkewarganegaraan asing itu, kemudian melihat
celah-celah proses ekspor yang memakan waktu lama dan melalui
berbagai bank itu. Akhir 1982, ia menguangkan wesel hasil
ekspornya ke BI sebanyak Rp 2,3 milyar. Setelah menerima uang
kontan itu, Sie Kho meminta Bank Pacific Surabaya mengirimkan
telegram ke CFB agar bank Hong Kong itu membayar kontan ke
rekeningnya di BP Surabaya. Untuk itu, Sie Kho bekerja sama
dengan direktur BP Surabaya, Herman Suroto, yang kini juga
dituntut dalam kasus serupa.
Kebetulan BP tidak mempunyai hubungan langsung dengan CFB.
Sebab itu, transfer dilakukan melalui rekening BP di Bank Bumi
Daya (BBD). Kerja sama itu berjalan rapi. CFB memenuhi
permintaan BP dan mengirimkan uang itu melalui BBD.
Namun, manipulasi yang semula berjalan mulus itu pada Januari
lalu tercium oleh beberapa karyawan BP di Surabaya. Herman
diadukan ke BP Pusat. Herman pun diberhentikan dari jabatannya
dan BP secara resmi mengadukan manipulasi itu ke kejaksaan.
Pihak Kejaksaan Tinggi Surabaya memproses kasus itu sebagai
kasus korupsi dan Sie Kho ditahan Januari itu juga.
Tapi, sebelum penahanan terjadi, Sie Kho sempat mengirimkan uang
sebanyak Rp 900 juta ke CFB untuk dibayarkan kembali kepada Bl.
Selain dari Sie Kho, rupanya, BP Surabaya sempat pula
mengirimkan uang tambahan Rp 1,4 milyar. Genap Rp 2,3 milyar,
belakangan uang itu memang diterima BI, sebagai pembayaran
wesel-wesel ekspor Sie Kho.
Dengan itu, "negara tidak dirugikan, karena semua wesel yang
diuangkan Sie Kho sudah dibayar kembali ke BI. Jadi, yang
tinggal, kini hanya masalah perdata saja, antara BP dan Sie
Kho," ujar pembela Sie Kho, Abdullah Muthalib, kemudian. Jadi,
salah satu unsur kejahatan korupsi, yaitu merugikan negara,
menurut pembela, tidak terpenuhi dalam kasus itu. Karena itu,
Muthalib berharap, di tingkat banding nanti kliennya akan
dibebaskan.
Sebaliknya sikap majelis hakim. Sie Kho, katanya, di persidangan
terbukti menerima pembayaran ekspornya sebanyak dua kaii. "Sebab
itu, ia terbukti korupsi," kata Anggota Majelis Hakim Peter
Poerba. Soal yang terungkap belakangan bahwa Sie Kho melunasi
kembali uang BI itu, "kami tidak mau tahu," kata Poerba.
Apa sebenarnya keuntungan Sie Kho yang dilahirkan di Maluku itu?
Jaksa Penuntut Umum D.T. Pongrangga, yang semula menuntut
hukuman 8 tahun, menyebut bahwa kasus itu sebagai spekulasi Sie
Kho untuk memperoleh modal kerja bisnisnya. Menurut Pongrangga,
dengan bantuan pihak bank, Sie Kho bisa menarik dulu uang dari
Bl dalam bentuk rupiah dan langsung dari CFB dalam bentuk valuta
asing. Uang itu, sambil menunggu jatuh tempo BI, dapat
diputarkan dulu. Begitu jatuh tempo, ia kembali menyetorkan uang
itu ke CFB, untuk kemudian dibayarkan ke BI.
Pengadilan banding nantinya yang akan memastikan apakah
permainan seperti itu termasuk kategori korupsi - seperti
disimpulkan pengadilan tingkat pertama. Pihak BP - yang separuh
sahamnya milik BI yang dirugikan Rp 1,4 milyar menyita
barang-barang yang ada di perusahaan Sie Kho, berupa stok udang
dan paha kodok senilai Rp 30 juta. Perusahaan ekspor itu pun
bubar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini