Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menahan tersangka kasus korupsi helikopter Augusta Westland 101 Irfan Kurnia Saleh alias John Irfan Kenway. Penahanan terhadap Direktur PT Diratama Jaya Mandiri itu dilakukan setelah kasus helikopter AW 101 ini terkatung selama beberapa tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan IKS selama 20 hari pertama,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa, 24 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Firli mengatakan penahanan akan dilakukan mulai 24 Mei sampai 12 Juni 2022 di Rumah Tahanan KPK cabang Gedung Merah Putih. Firli mengatakan kasus bermula pada Mei 2015 ketika Irfan dan pegawai perusahaan AgustaWestland Lorenzo Pariani bertemu Mohammad Syafei yang saat itu menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI Angkatan Udara di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.
Pertemuan itu membahas akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW 101 VIP atau VVIP TNI Angkatan Udara. Irfan selaku agen AW diduga memberikan proposal harga pada Syafei dengan mematok harga satu unit heli US$ 56,4 juta. Sementara antara Irfan dengan pihak AW, harga yang disepakati adalah US$ 39,3 juta atau Rp 514 miliar.
Pada November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP mengundang Irfan dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek. Namun, hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah menunda pengadaan helikopter.
Firli mengatakan rencana pengadaan ini berlanjut pada 2016 dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar dan metode lelang yang hanya diikuti 2 perusahaan. “Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai Harga Perkiraan Sendiri kontrak pekerjaan,” kata Firli.
Harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran ditahun 2015 senilai US$ 56, 4 juta dan disetujui oleh PPK. KPK menduga Irfan aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan PPK Fachri Adamy. Proses lelang ini diduga diakali sehingga hanya perusahaan Irfan yang akan menang.
KPK menduga Irfan sudah mendapatkan bayaran 100 persen. Ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi, seperti tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda. Akibat perbuatannya, KPK menengarai Irfan merugikan negara sejumlah Rp 224 miliar. Saat digelandang ke mobil tahanan, Irfan irit bicara. “Saya masih lama di sini, nanti saja bertanyanya,” kata dia.
Sebelumnya, muncul kekhawatiran bahwa KPK akan menghentikan penyidikan kasus korupsi ini. Sebabnya, pihak TNI telah menghentikan penyidikan untuk tersangka dari pihak militer. Penghentian dilakukan dengan alasan kurangnya bukti.
Penghentian penyidikan ini membuat penanganan kasus korupsi helikopter AW 101 di KPK terancam terhambat. Pasalnya lembaga antirasuah hanya berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan unsur penyelenggara negara, seperti TNI.
Baca Juga: KPK Periksa Tersangka Korupsi Helikopter AW 101
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini