DALAM perjalanan Yogya - Solo, dua wanita penumpang Colt memaki
habis-habisan karena muka mereka diludahi Dimun, penumpang
kendaraan itu juga. Tanpa merasa bersalah, Dimun malah
tersenyum. "Jangan marah mBakyu," kata Dimun tenang, "ini
tandanya mBakyu mau dapat rezeki." Wanita itu pun
terheran-heran. "Percayalah, dia orang ampuh," komentar seorang
laki-laki yang ternyata kawan Dimun.
Lalu Dimun berlagak bagai dukun. Masih di atas kendaraan yang
sedang berjalan itu, dengan suara parau ia berkata, "kamu jangan
takut padaku. Kulihat sinar menerangi rambutmu. Heh ... heh."
Dan sekali lagi Alap, kawannya, meyakinkan bahwa Dimun memang
dukun ampuh.
Sandiwara pun berhasil dan kedua wanita itu, Ny. Mul dan Ny.
Din, tak jadi marah. Merasa di atas angin, Dimun melanjutkan
sandiwaranya sambil memejamkan mata dan manggut-manggut.
"Daganganmu akan laris," kata Dimun. Dia pun terus mengoceh
tentang keberuntungan yang bakal didapat wanita yang ternyata
pedagang batik di Solo itu.
Setelah merasa cukup bisa meyakinkan calon korbannya, Dimun
minta uang kertas ratusan kepada Ny. Din. "Jika uang itu kau
belanjakan, atau untuk berdagang, akan berlipat keuntungannya,"
katanya sambil memejamkan mata dan mencium uang itu. Sementara
itu kawannya yang bernama Alap tadi mengeluarkan uang puluhan
ribu. Dimun mencium uang dari kawannya itu pula. "Gunakan uang
itu untuk dagang," ujarnya tetap dengan suara parau. Dan katanya
lagi, "jangan untuk beli lotere karena bisa bangkrut."
Ny. Mul mulai terpikat. Ia segera menyodorkan dompetnya agar
dicium "dukun" itu. Dimun segera mengambil dompet itu. "Wah,
nanti Nyonya pasti tambah kaya," Alap membumbui lagi.
Kejadian selanjutnya mudah diduga. Malam Jumat dompet dibuka dan
uang Ny. Mul yang semula Rp 200.000 tinggal Rp 35.000. Milik Ny.
Din yang semula Rp 150.000 tinggal Rp 25.000 saja. Tapi kedua
wanita ini tidak merasa ditipu. "Malah dagangan kami tambah
laris," komentar kedua wanita itu.
Hal yang sama dialami Harnokusumo. Kali ini agak lain walau
dilakukan oleh orang yang sama, Dimun dan Alap. Berpura-pura
sebagai orang sakti, kedua orang itu bertamu ke rumah
Harnokusumo. Dimun beraksi mula-mula dengan menyebut nama semua
anggota keluarga Harnokusumo. "Dia tahu nama itu, katanya, dari
keris yang dibawanya," tutur Harnokusumo pada TEMPO kemudian.
Harnokusumo mengaku, saat itu, ia percaya keris itu memang
sakti hina di belinya Rp 200 ribu. "Ternyata, keris palsu yang
harganya murah," ujarnya kesal.
Korban lain yang terkena perempuan gaya halus ini adalah Ny.
Probo, pengusaha batik di Solo juga. Si dukun palsu, Dimun
bersama kawannya seorang wanita, datang bertamu pada Ny. Probo
seolah mau membeli batik. Dengan bergairah Ny. Probo
mengeluarkan semua batik halusnya. Dengan bahasa Jawa yang
halus, wanita itu meminta Ny. Probo mengajari dia cara memakai
kain batik dengan benar dan luwes, seperti putri Solo. Ny. Probo
mempersilakan wanita itu masuk ke kamarnya. Saat itulah
komplotannya yang berada di ruang tamu mengangkuti 70 lembar
kain batik halus seharga Rp 1,5 juta. Sementara Ny. Probo masih
membenahi kain di kamar, wanita itu pun keluar dan kabur bersama
kawanan penipu.
Polisi di Solo mengatakan komplotan penipu ini dikenal dengan
Markayak. Artinya, menipu dengan cara keroyokan. Pimpinannya
Dimun alias Teguh, 29. Mereka ternyata sudah cukup lama
berkomplotan, konon, sejak 1970. Rata-rata mereka melakukan
kasus penipuan 95 kali setahun. Pekan lalu, 15 orang anggotanya
terjaring polisi. Tapi wanita yang turut menguras batik Ny.
Probo belum tertangkap. Kenapa dinamakan Markayak? "Saya tak
tahu. Itu nama aneh, tapi enak didengar," ujar Dimun pada TEMPO.
Sebagai pimpinan Markayak, Dimun alias Teguh, sudah tiga kali
ini ditahan untuk kasus yang sama. "Saya bisa lenyap dari
tahanan ini," Dimun sesumbar pada TEMPO. Karena ilmu mistik,
atau karena kelihaiannya mencari jalan kabur?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini