MESKI keadaan penjara Arruwaisy di Sharafiyah, Jeddah, cukup
baik, Faisal. Adwani sudah bosan tinggal di sana. Bagi pramugara
Garuda yang biasa terbang ke mana-mana itu, dua bulan berada
dalam tahanan tentunya amat menyiksa. 'Saya ingin perkara saya
ini segera diselesaikan," katanya dalam sepucuk surat kepada
keluarganya di Jakarta. Sampai pekan lalu, perkara pramugara
yang kedapatan membawa 375 gram ganja di saat orang ramai pergi
haji itu memang belum diketahui kapan akan disidangkan.
Faisal, 29, tak hanya mengirim surat kepada keluarganya. Dalam
usahanya agar perkaranya bisa segera dibereskan, ia juga
mengirim surat ke KBRI di Jeddah, serta Garuda - tempatnya
bekerja - dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Dalam surat-suratnya yang ditulis tangan itu, Faisal hanya
mengaku bersalah "tidak memeriksa lebih dahulu barang yang
dititipkan kepada saya." Ia tetap berkeras bahwa daun ganja
kering yang dibawanya adalah milik Zainal Arifin, pramugara
Garuda, yang juga sempat ditahan di Jeddah. Dalam suratnya
kepada direktur utama Garuda Faisal bahkan mengungkapkan
pembicaraannya dengan Zainal dalam tahanan sebelum rekannya itu
dipulangkan ke Indonesia sekitar pertengahan September lalu.
Ketika itu, kata Faisal, Zainal berpesan agar jangan memberi
keterangan bahwa ganja itu berasal dari dia. "Katakan saja dari
orang lain, yang harus diberikan kepada Rasyid di Jeddah,"
begitu konon Zainal berkata. Dengan begitu, ia bisa pulang ke
Indonesia dan dari Jakarta nanti ia menjanjikan akan
memperjuangkan nasib Faisal." Tidak tahunya, ia memfitnah
saya," ujar Faisal dalam suratnya itu.
Zainal sendiri, kepada petugas di Markas Besar Polri yang
memeriksanya, menyangkal keras bahwa ganja yang coba
diselundupkan ke Jeddah, Arab Saudi, itu adalah miliknya. Maka,
ia tidak ditahan. "la hanya diwajibkan melapor dan kalau hendak
ke luar kota, harus minta izin," kata sebuah sumber di Polri.
Selain kepada polisi, Zainal tampak menutup diri terhadap siapa
pun yang mencoba menemuinya. Ia selalu dikatakan "sedang keluar"
atau "tak ada di tempat" setiap hendak ditemui di rumah
orangtuanya di Tanah Abang atau di sebuah alamat lain di Tanjung
Duren, Jakarta Barat. Keluarga Faisal yang mencoba bicara dari
hati ke hati pun dibuatnya kesal. "Ia hampir tak mau bicara
kalau ditanya. Malahan belakangan ini ia selalu menghilang. Tak
tahulah, apa maunya," tutur seorang kerabat Faisal dengan nada
kesal.
Yunus Abduh, seorang pejabat di KBRI Jeddah, mengaku jadi
berpikir lain setelah membaca surat Faisal. "Dalam pengakuannya
itu ia kelihatan bersungguh-sungguh," katanya per telepon kepada
TEMPO. Sayangnya, "yang tertangkap basah membawa narkotik dia,
hingga kami tak bisa berbuat banyak." Meski begitu, Yunus yang
beberapa kah menjenguk Faisal tetap berusaha agar pramugara itu
segera disidangkan. Kalau bisa, malahan mengusahakan agar sidang
pengadilan dilakukan di Jakarta saja.
Tapi usaha ini tampaknya kecil kemungkinan akan berhasil.
Maklum, Arab Saudi yang memberlakukan hukum Islam sangat keras
dalam menangani perkara narkotik.
Sebelum Faisal, menurut sebuah sumber, sekitar empat tahun lalu
ada seorang WNI bernama Nashir yang juga terlibat kasus
narkotik. Pemuda tamatan SMP itu semula bekerja di sebuah apotek
di Jeddah. Diduga, ia menggelapkan obat yang mengandung narkotik
untuk dijual di luaran. Enam bulan lalu ia balik ke Pekalongan
dan kepada teman-temannya ia bercerita sekitar pengalamannya
selama dua setengah tahun berada di penjara bawah tanah. Sayang,
Nashir sekitar dua bulan lalu hilang entah ke mana. Kabarnya, ia
diculik sekelompok orang berkendaraan jip.
Seorang WNI lain, Ali bin Abdullah Huwel, yang "hilang" setelah
dibawa polisi Arab Saudi pada 1975, diduga juga terlibat kasus
narkotik. Ia, seperti Nashir, sebelumnya bekerja di apotek
Bakhrawi, Jeddah. Dan hingga kini ia tak diketahui berada di
mana. Keluarganya yang meminta bantuan LBH Jakarta, menurut
direktur LBH Abdulrahman Saleh, juga tak bisa berbuat banyak.
"Hukum di sana memang lain," kata Abdulrahman kepda TEMPO .
Belum jelas apakah Faisal nanti akan mengalami nasib seperti
Nashir - ditempatkan di penjara bawah tanah seperti umumnya
mereka yang tersangkut perkara narkotik dan makar. Yang jelas,
bila ia diadili nanti, ia menghendaki Zainal memberikan
keterangan yang sebenarnya. "Jangan air susu dibalas dengan air
tuba," seperti dikatakan dalam surat pada keluarganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini