Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Surat dari penjara jeddah

Surat pengakuan faisal adwani di penjara arruwaisy, jeddah, pramugara garuda yang kedapatan membawa ganja ke jeddah. ia bersikaeras hanya dititipi oleh rekannya. (krim)

5 November 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI keadaan penjara Arruwaisy di Sharafiyah, Jeddah, cukup baik, Faisal. Adwani sudah bosan tinggal di sana. Bagi pramugara Garuda yang biasa terbang ke mana-mana itu, dua bulan berada dalam tahanan tentunya amat menyiksa. 'Saya ingin perkara saya ini segera diselesaikan," katanya dalam sepucuk surat kepada keluarganya di Jakarta. Sampai pekan lalu, perkara pramugara yang kedapatan membawa 375 gram ganja di saat orang ramai pergi haji itu memang belum diketahui kapan akan disidangkan. Faisal, 29, tak hanya mengirim surat kepada keluarganya. Dalam usahanya agar perkaranya bisa segera dibereskan, ia juga mengirim surat ke KBRI di Jeddah, serta Garuda - tempatnya bekerja - dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Dalam surat-suratnya yang ditulis tangan itu, Faisal hanya mengaku bersalah "tidak memeriksa lebih dahulu barang yang dititipkan kepada saya." Ia tetap berkeras bahwa daun ganja kering yang dibawanya adalah milik Zainal Arifin, pramugara Garuda, yang juga sempat ditahan di Jeddah. Dalam suratnya kepada direktur utama Garuda Faisal bahkan mengungkapkan pembicaraannya dengan Zainal dalam tahanan sebelum rekannya itu dipulangkan ke Indonesia sekitar pertengahan September lalu. Ketika itu, kata Faisal, Zainal berpesan agar jangan memberi keterangan bahwa ganja itu berasal dari dia. "Katakan saja dari orang lain, yang harus diberikan kepada Rasyid di Jeddah," begitu konon Zainal berkata. Dengan begitu, ia bisa pulang ke Indonesia dan dari Jakarta nanti ia menjanjikan akan memperjuangkan nasib Faisal." Tidak tahunya, ia memfitnah saya," ujar Faisal dalam suratnya itu. Zainal sendiri, kepada petugas di Markas Besar Polri yang memeriksanya, menyangkal keras bahwa ganja yang coba diselundupkan ke Jeddah, Arab Saudi, itu adalah miliknya. Maka, ia tidak ditahan. "la hanya diwajibkan melapor dan kalau hendak ke luar kota, harus minta izin," kata sebuah sumber di Polri. Selain kepada polisi, Zainal tampak menutup diri terhadap siapa pun yang mencoba menemuinya. Ia selalu dikatakan "sedang keluar" atau "tak ada di tempat" setiap hendak ditemui di rumah orangtuanya di Tanah Abang atau di sebuah alamat lain di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Keluarga Faisal yang mencoba bicara dari hati ke hati pun dibuatnya kesal. "Ia hampir tak mau bicara kalau ditanya. Malahan belakangan ini ia selalu menghilang. Tak tahulah, apa maunya," tutur seorang kerabat Faisal dengan nada kesal. Yunus Abduh, seorang pejabat di KBRI Jeddah, mengaku jadi berpikir lain setelah membaca surat Faisal. "Dalam pengakuannya itu ia kelihatan bersungguh-sungguh," katanya per telepon kepada TEMPO. Sayangnya, "yang tertangkap basah membawa narkotik dia, hingga kami tak bisa berbuat banyak." Meski begitu, Yunus yang beberapa kah menjenguk Faisal tetap berusaha agar pramugara itu segera disidangkan. Kalau bisa, malahan mengusahakan agar sidang pengadilan dilakukan di Jakarta saja. Tapi usaha ini tampaknya kecil kemungkinan akan berhasil. Maklum, Arab Saudi yang memberlakukan hukum Islam sangat keras dalam menangani perkara narkotik. Sebelum Faisal, menurut sebuah sumber, sekitar empat tahun lalu ada seorang WNI bernama Nashir yang juga terlibat kasus narkotik. Pemuda tamatan SMP itu semula bekerja di sebuah apotek di Jeddah. Diduga, ia menggelapkan obat yang mengandung narkotik untuk dijual di luaran. Enam bulan lalu ia balik ke Pekalongan dan kepada teman-temannya ia bercerita sekitar pengalamannya selama dua setengah tahun berada di penjara bawah tanah. Sayang, Nashir sekitar dua bulan lalu hilang entah ke mana. Kabarnya, ia diculik sekelompok orang berkendaraan jip. Seorang WNI lain, Ali bin Abdullah Huwel, yang "hilang" setelah dibawa polisi Arab Saudi pada 1975, diduga juga terlibat kasus narkotik. Ia, seperti Nashir, sebelumnya bekerja di apotek Bakhrawi, Jeddah. Dan hingga kini ia tak diketahui berada di mana. Keluarganya yang meminta bantuan LBH Jakarta, menurut direktur LBH Abdulrahman Saleh, juga tak bisa berbuat banyak. "Hukum di sana memang lain," kata Abdulrahman kepda TEMPO . Belum jelas apakah Faisal nanti akan mengalami nasib seperti Nashir - ditempatkan di penjara bawah tanah seperti umumnya mereka yang tersangkut perkara narkotik dan makar. Yang jelas, bila ia diadili nanti, ia menghendaki Zainal memberikan keterangan yang sebenarnya. "Jangan air susu dibalas dengan air tuba," seperti dikatakan dalam surat pada keluarganya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus