DI atas kertas, Pemda DKI memang puas. Penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dari salah satu biro jasa saja dapat dikutip Rp 10,45 milyar selama enam bulan. Tapi setelah duit hendak dihitung, ternyata tidak sesen pun yang ada di kas Pemda. Pelacakan segera dilakukan. Memang, ada sesuatu yang tidak beres. Sumbernya ternyata ada di kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Pemda DKI dan Polda MetroJaya. Penerimaan "fiktif" sepuluh milyar lebih itu berlangsung Maret sampai 9 September lalu. Caranya, pembayaran dilakukan dengan 246 lembar giro bilyet yang tidak ada dananya alias kosong. Yang kemudian dipersoalkan Gubernur Wiyogo adalah mengapa penyelewengan itu bisa berlangsung aman sekian lama. Karena itu, Wiyogo membentuk tim peneliti yang diketuai Basofi Sudirman, Wakil Gubernur Bidang Pemerintahan. "Saya tidak ingin bertindak sembarangan. Artinya, saya ingin uang itu balik," kata Basofi hati-hati. Sebab, katanya, tak tertutup kemungkinan ada oknum Pemda DKI yang terlibat. Basofi kesal karena selama enam bulan penyimpangan itu tidak dilaporkan. "Baru diketahui akhir-akhir ini," kata Basofi. Padahal, katanya, hal itu terjadi berulang-ulang. Itulah yang mengherankan Pak Wagub. Ternyata, setelah diteliti, penyelewengan itu terjadi, konon, sebagai akibat permainan Nyonya Wong Nyun Yien alias Ayun, 50 tahun. Menurut sebuah sumber di Samsat, sepak terjang Ayun, yang juga dipanggil Yuni Adinata itu, memang gesit. Ia mulai terjun dalam bisnis biro jasa pengurusan PKB di Polda Metro Jaya sejak 1978. Usahanya segera maju. Kini ia punya dua ruang pamer mobil di Jakarta dan restoran ikan di Jalan Pasar Minggu. Di kantor Samsat, wanita itu termasuk disegani dan bisa bebas keluar-masuk ruang Samsat. Kebetulan, memang ada peluang berdasarkan SK Gubernur bahwa PKB bisa dibayar dengan giro. Ayun pun membayar PKB kliennya dengan giro bilyet -- sejenis cek mundur. Kliring harus ditunggu sampai jatuh tempo. Oleh kantor Samsat, giro itu lantas disetorkan ke Bank Pembangunan Daerah (BPD) DKI. Tapi, ketika BPD mengkliring giro bilyet Ayun di BRI cabang Kebayoran Baru, selalu diperoleh jawaban bahwa giro itu kosong. Padahal, giro bilyet Ayun sebagian sudah jatuh tempo. Karena dana tak bisa ditarik BPD lantas melaporkan ke Kas Daerah dan Dispenda DKI. Namun, entah bagaimana, mengenai 246 giro kosong senilai Rp 10 milyar lebih itu, konon tak pernah ada tanggapan. Baru setelah ada pemeriksaan pembukuan secara intensif oleh Sukamto, Kepala Kas Daerah Pemda DKI, semuanya mulai tersingkap. Tanggal 20 September lalu Ayun dipanggil Pemda DKI. Saat itu ia masih mencoba menyanggupi membayar Rp 45 juta dan kemudian Rp 355 juta. Kedua pembayaran itu ternyata tidak didukung dana alias kosong. "Jelas itikad baiknya tidak ada," kata Basofi kesal. Menurut Basofi, sebagai ketua tim, bocornya kas DKI ini tentunya bisa dicegah bila pihak bank ikut aktif mendeteksi. "Berkali-kali orang yang sama mengajukan giro bilyet kosong, kenapa tidak dicurigai?" katanya. Dalam mengungkap manipulasi ini, Pemda DKI tentu tidak sendirian. Pemeriksaan terhadap Ayun diserahkan pada Polda Metro Jaya. "Setelah itu, silakan polisi memeriksa pejabat di sini," kata Basofi. Pihak Polda, yang dimintai bantuan Pemda DKI, konon sudah mulai mengusut. Sampai awal pekan ini, pihak penyidik memang belum bersedia mengungkapkan hasil pemeriksaannya. Hanya saja, menurut Brigjen. Pol. Koesparmono Irsan, Direktur Serse Mabes Polri, beberapa langkah sudah diambil anak buahnya. Antara lain, Ayun sebagai tersangka sudah dipanggil untuk suatu pemeriksaan intensif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini