Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengurung tertilang

Pengadilan negeri boyolali memvonis 18 pelanggar lalu lintas dengan hukuman kurungan. para tersangka tilang tidak mengindahkan panggilan sidang se- hingga perkara makin menumpuk.

11 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Boyolali hakim memvonis hukuman kurungan bagi pelanggar lalu lintas. Kurang tepat? JANGAN coba-coba meremehkan persidangan tilang. Pengadilan Negeri Boyolali sejak bulan lalu memvonis 18 pelanggar lalu lintas dengan hukuman kurungan, lantaran mereka tidak hadir di persidangan. Rata-rata terpidana tilang itu diganjar 3 sampai 7 hari kurungan. Vonis "keras" itu terpaksa diambil hakim di situ karena kesal gara-gara banyak tersangka tilang yang menganggap sepi panggilan sidang sehingga perkara makin menumpuk. "Ditunggu-tunggu, mereka tak datang. Padahal, rumah mereka tak jauh dari Boyolali. Cuma di Semarang, Solo, dan Salatiga," kata salah seorang hakim tilang di sana, Suryani. Hakim tersebut mengaku pernah memberlakukan pidana kurungan ketika ia bertugas di Sragen. "Hasilnya positif," tambahnya. Menurut Suryani dan juga rekan-rekannya di Pengadilan Negeri Boyolali, para tertilang selama ini malas hadir di sidang karena mengira paling-paling dihukum denda. Memang menurut Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (UULLAJR) 1965, pelanggar lalu lintas bisa dihukum denda Rp 10.000 atau kurungan selama 3 bulan. Lazimnya, hakim tilang menjatuhkan hukuman denda, bukan hukuman badan, walaupun tersangka tak hadir di sidang. Sebenarnya, kejutan hakim Boyolali itu bukan hal baru. Pada 12 tahun silam, Hakim Hanky Izmu Azhar -- kini almarhum -- pernah menerapkan sanksi yang sama bagi pelanggar tilang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (TEMPO, 3 November 1979). Juga gara-gara banyak tersangka tilang yang tidak hadir di persidangap. Mendengar vonis kurungan itu, banyak terpidana yang kaget dan buru-buru datang ke pengadilan dengan mengajukan berbagai alasan, seperti sakit, atau kena musibah. Kekagetan serupa kini juga dialami terpidana tilang di Boyolali. Mereka terkejut begitu tahu dihukum kurungan. Padahal, pelanggaran yang mereka lakukan termasuk ringan seperti menurunkan penumpang di rambu bertulisan S, kelebihan penumpang, ataupun surat kir yang habis masa berlakunya. Pengemudi minibus asal Sragen, Sutarso, misalnya, kena tilang gara-gara penumpangnya berjubel, menjelang Lebaran lalu. "Mau cari uang buat Lebaran malah kena sial. Padahal, sebagian penumpang sudah saya suruh meringkuk biar tak ketahuan petugas. Eh, kena setop juga," ujar Sutarso. Ia lalu dipanggil untuk sidang pada 24 April lalu. Tapi sopir itu mengaku tak bisa hadir, dengan alasan sakit. Tahu putusannya berupa kurungan, Sutarso jadi panik. "Masa saya harus dihukum tiga hari? Nanti saya akan minta surat keterangan dokter," ujar Sutarso yang berniat mengajukan verzet ( perlawanan). Alasan senada diajukan terpidana perkara tilang lainnya, Sumarno. Ayah satu anak asal Solo itu mengaku tak bisa datang pada sidang 27 April lalu, juga karena sakit. "Saya lupa, juga lantaran sakit. Habis terlalu sibuk menjadi panitia halal bihalal, sih," kata Sumarno panik, karena divonis masuk sel empat hari. Kendati dampaknya positif bagi pengadilan, vonis kurungan untuk pelanggar lalu lintas itu tak disetujui oleh ahli hukum pidana dari Universitas Diponegoro, Prof. Muladi. Menurut Muladi, hukuman badan di bawah 6 bulan akan membawa dampak negatif bagi terpidana dan masyarakat luas. "Si pelanggar akan terkontaminasi pengaruh buruk selama dalam tahanan karena berhubungan dengan narapidana lainnya," kata Muladi. Karena itu, Muladi menilai, biarpun vonis hakim sah, hukumannya kurang tepat. Apalagi, "Dalam rancangan KUHP kita yang baru pun sudah disebutkan, hukuman kurungan di bawah 6 bulan bisa diganti dengan kerja sosial atau denda uang," ujar anggota penyusun rancangan KUHP itu. Kastoyo Ramelan, Heddy Lugito (Yogyakarta), Ardian Taufik Gesuri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus