HINGGA magrib turun, Kamis pekan lalu, tampak kesibukan luar biasa di Polsek Mampang dan Polres Jakarta Selatan. Para pengadu yang datang itu minta dicatatkan keluhannya. "Sabar, selekasnya kami usut," kata seorang polisi kepada mereka. Toh pengadu mengalir terus hingga Senin pekan ini. Mengaku ditipu perusahaan kosmetik Longrose Limited Athena Cosmetics (LLAC), kebanyakan kaum ibu itu tidak saja dari Jakarta, juga ada yang datang dari Bandung, Lampung, Palembang, dan Madura. Cara penipuan LLAC hampir mirip dengan yang dilakukan Ongkowidjaja lewat Yayasan Keluarga Adil Makmur pada 1988 yang, katanya, bisa melipat gandakan duit. LLAC merebut hati peminatnya sejak Juni lalu walau Surat Izin Usaha Perdagangannya baru dikeluarkan oleh Kantor Departemen Perdagangan, Jakarta Selatan, pada 19 November 1991. Semula, kantor LLAC di Blok S, Jakarta Selatan, kemudian pindah ke Mampang Prapatan, November lalu. Perusahaan yang tidak punya pabrik pengolahan ini mengaku pemasok dan penadah bahan kosmetik yang dibuat dari ramuan khusus dengan bahan dasar susu. Proses pembuatan yang ditawarkan itu dapat dilakukan di rumah. Caranya, biang kosmetik -- yang disebut aktivator -- ditanamkan ke susu segar. Dalam seminggu, hasilnya yang merupakan gumpalan putih (disebut kultur) dapat dipisahkan. Setelah dikeringkan selama tiga hari, lalu disetor ke LLAC dengan dihargai dua kali lipat. Ribuan peminat terpikat setelah mendengar iklan dari mulut ke mulut itu. Apalagi setelah membaca brosur tentang bagaimana memesan aktivator, yang disebar LLAC, bisnis ini tampaknya menggiurkan. Mereka berduyun-duyun ke kantor sempit tanpa papan nama itu. Di brosur itu disebut khasiat susu yang dapat melembutkan kulit -- sejak zaman Cleopatra. Ada pula tentang kosmetik modern yang memanfaatkan susu. Kemudian, cara menanam biang kosmetik. Dalam brosur, juga disebut harga paket aktivator, sampai dengan keuntungan yang diraup grower -- penanam aktivator kosmetik. Satu paket aktivator (10 bungkus, masing-masing 10 gram) harganya Rp 1 juta. Produk akhirnya, yang berupa kultur kering, dihargai Rp 2 juta. Tampaknya, inilah yang membelit hati para grower itu, dan ingin membelanjakan uangnya sampai Rp 2 juta. Ada lagi rayuan LLAC yang memikat hati: menyediakan undian berupa kalung emas, televisi, karaoke, kamera video, Daihatsu Zebra Van, Daihatzu Taft GT, sampai mobil mewah BMW. Seorang warga di Kelapa Gading, Jakarta Utara, gembira ketika mendapat Daihatzu Zebra Van. Dan, karena senangnya, si pemilik ini menjual kembali Zebra itu ke LLAC, lalu uangnya dibelikan aktivator baru. Dua orang lagi bersuka cita mendapat undian video kamera dan kalung emas. Karena banyaknya peminat, LLAC sudah tidak sempat menghitung duit. Lembaran duit beronggok-onggok, atau dijejalkan ke ember atau kantong plastik. "Dari pukul 7 pagi, sudah ada orang yang membawa duit dalam kantong plastik ke LLAC. Siang atau sore, malah ada peminat membawa uangnya pakai karung," kata Hasan Arif, dari PT Makmur Bersama Agung, di Mampang Prapatan, yang sebagian ruangan kantornya disewa LLAC. Tiap hari, Hasan melihat banyak orang lalu lalang membawa duit. Padahal, uang itu bisa disetorkan melalui rekeningnya di bank, atau dikirim per pos. "Tapi LLAC minta dibayar dengan kontan," kata mereka. Kemudian, melonjaknya peminat yang ingin uangnya digandakan itu, setelah LLAC mengumbar janji kepada grower yang mampu mencari anggota baru. Bila berhasil mengumpulkan Rp 30 juta dari anggota baru, ia diberi gelar Athena Agency Manager. Dengan klasifikasi gold, ia mendapat satu peniti emas, dan makan gratis di restoran eksklusif di Jakarta. Bagi pengumpul Rp 50 juta, selain diberi gelar ruby, satu peniti dengan mata ruby, juga berlibur seminggu di Eropa. Dan bila berhasil mengumpulkan Rp 100 juta atau lebih, mereka akan diberi hadiah peniti bermata berlian, seminggu berlibur ke New York, tinggal di hotel mewah, dan dipinjami mobil perusahaan selama setahun. "Saya tidak curiga karena mereka punya kantor di luar negeri. Mereka memiliki izin resmi, dan kantornya dijaga tiga oknum ABRI," kata seorang grower. Ia mengumpulkan 167 paket, dan menambahkan, "Malah ada anggota DPR yang memborong sampai berpaket-paket." Perputaran uang LLAC sehari, kabarnya, Rp 500 juta. Kantor yang dikelola atas nama Nelly Hayati ini tidak banyak karyawannya. Di antaranya, ada empat pria asing berperan. Salah satunya adalah Eddy J. Edwards, asal Australia, suami Nelly. Dan Timothy O'Conors alias Mister Tiger adalah Direktur LLAC. Awal 1992, persediaan aktivator disebut terjual habis. Karyawan LLAC mulai tidak ramah setelah didesak menyediakan aktivator. Sejak itulah, pelanggan LLAC curiga. Puncaknya, setelah diberitakan di koran bahwa tiga pria asing itu, termasuk Mister Tiger, kabur ke luar negeri Kamis pekan lalu. Mereka membawa milyaran rupiah. Pelanggan yang lebih dari 5.000 orang itu resah. Sebagian besar dari mereka malah belum meraup keuntungan yang dijanjikan LLAC. Banyak pula yang hendak membeli paket baru, sebelum dikatakan stoknya habis. Juga ada yang menitipkan uangnya, dan menunggu tibanya aktivator baru. "Saya baru saja setor Rp 23 juta. Seluruhnya kerugian saya Rp 70 juta. Uang itu hasil putaran, pinjam sana sini, dan sisanya titipan orang," tutur Nyonya Ria Nainggolan, 38 tahun, Jumat pekan lalu, kepada TEMPO. "Target kami, setelah empat bulan, kami berhenti." Kini, Vespa suaminya tergadai, dan tabungan anaknya ludes. Sementara ini, kantor LLAC sudah disegel polisi. Nelly dan suami bersama empat karyawannya diperiksa dan menginap di kantor Polres Jakarta Selatan sejak Kamis pekan lalu. "Tenanglah, semua masih dalam pemeriksaan. Tunggu saja keterangan Kapolda," kata Mayor Erwin Tobing, Wakapolres Jakarta Selatan, yang kini sibuk menangani penipuan ini. Sri Indrayati, Indrawan, Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini