MULANYA, setoran pertama tabungan Primadana atas nama Andy Hidayat, 42 tahun, di Bank Danamon Cabang Glodok Plaza, Jakarta, Rp 100 ribu. Seminggu kemudian, saldonya membengkak menjadi Rp 302.100.000. Uang yang tidak sedikit itu menyusup ke tabungan Andy, bukan karena ia menang undian, tapi diduga karena permainan dengan Stephen Hidayat, 23 tahun, putra Andy Hidayat. Stephen pegawai bagian EDP (electronic data processing) di bank itu. Setelah ia diterima bekerja sejak April 1990, ayahnya menyusul membuka rekening tabungan Primadana tadi. Karena tugas di bagian EDP, Stephen tentu mudah menemukan nomor rekening atas nama ayahnya, dan mengubah nilai saldonya. "Caranya, ya, dengan menambah angka di depan atau di belakang saldo milik ayahnya itu," kata Elza, pengacara Bank Danamon. Setoran Andy yang mulanya Rp 100 ribu, oleh Stephen ditambah dengan angka 302 di depan angka 100.000 sehingga menjadi Rp 302.100.000. Praktek ini berlangsung sekitar setahun. Setelah itu, Andy menutup rekeningnya. Ia sempat membuka dua rekening. Di saat ia menutup kedua rekening itu, saldonya hampir Rp 3 milyar. Namun, anehnya, pihak bank tidak merasa kecolongan. Aksi mengutak-atik angka juga dilakukan untuk tabungan Stephen dan di rekening palsu dengan nama fiktif R. Marentek. Andy dan Stephen bahkan mentransfer uang dari Bank Danamon ke rekening milik mereka di beberapa bank lain di Jakarta. Menurut Elza, total kerugian Bank Danamon Rp 6,3 milyar. Praktek ini tercium setahun kemudian. Ketika kantor pusat bank swasta itu menemukan ketidakcocokan dalam neraca, Gunawan, pimpinan Bank Danamon Cabang Glodok, baru kelabakan. Lalu, ia memerintah Stephen melacak data itu. Namun, kesempatan itu digunakan oleh orang kepercayaan pimpinan ini untuk bermain. "Ia mengubah data pada komputer, termasuk merusak data di disket untuk menutupi perbuatannya itu," kata Elza. Stephen lalu minta berhenti dengan alasan mau melanjutkan sekolah. Sebulan setelah itu baru ditemukan kejanggalan pada rekening Andy dan Stephen. Setelah dilacak, menurut Elza, Andy mengakui perbuatannya. Penyelesaiannya diusahakan secara kekeluargaan. Andy membuat surat pernyataan. Isinya, ia mengakui perbuatannya dan bersedia menggantikan kerugian bank. Andy menyerahkan toko Boutique Jean Fashion di Krekot Centre beserta isinya dan 4 lokal toko kosong di tempat yang sama. Ia menghibahkan haknya atas toko Alfa Wathces & Jewellery di Gajah Mada Plaza bersama isinya, 3 kardus emas dan jam. Selain itu, ditambah sejumlah barang bergerak maupun tak bergerak yang nilai keseluruhannya ditaksir Rp 4,4 milyar. Sisanya akan dibayar secara cicilan. Juni 1991 Andy berbalik ingkar. Ia membatalkan perjanjian itu. "Andy menandatangani surat itu dalam keadaan stres," kata Soetikno Boediman, pengacara Andy. Apalagi konsep surat pernyataan itu sudah dibuat, dan Andy hanya menyalin dan menandatangani saja. Oleh karena itu, melalui Soetikno, ia membuat surat pengaduan ke Mabes Polri, dengan menuduh Bank Danamon merampas miliknya. "Kini, buktikan kalau klien kami bersalah," ujar Soetikno. Menurut pengacara ini, menarik dan menyetor dana tabungan harus melalui beberapa proses. Misalnya, dengan teller, user, dan melalui kepala bagian di bank itu. "Bila masih bisa lolos, ini kesalahan bank," ucap Soetikno. Dan begitu kasus ini terungkap, kepala cabang bank di Glodok itu diganti. Pihak Bank Danamon tidak mau kalah. Melalui pengacaranya, mereka membawa kasus manipulasi itu ke Polda Metro Jaya. Sejak 7 Januari Andy ditahan. Cuma, kasus ini menggantung karena Stephen sebagai tokoh kunci telah kabur ke luar negeri. Kabarnya, sekarang ia bermukim di Hawaii. "Kini kami menunggu hasil kerja Mabes Polri dan Interpol," kata Elza. Syahril Chili dan Bambang Sujatmoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini