Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyebut ada tiga negara yang mengajukan permohonan pemindahan narapidana atau transfer of prisoner untuk warga negaranya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yusril menegaskan bahwa kebijakan itu tidak hanya diberikan kepada terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso. “Tidak spesifik ke Mary Jane. Jadi ini tiga negara yang mengajukan permintaan itu, Filipina, Australia, sama Prancis,” tutur Yusril kepada Tempo melalui sambungan telepon pada Kamis, 21 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Menteri Kehakiman Filipina Jesus Crispin Remulla yang sudah mengirimkan permohonan pemindahan Mary Jane, Menteri Kehakiman Prancis pun telah bersurat untuk mengajukan permohonan yang sama untuk warga negaranya. Sementara Perdana Menteri Australia membicarakan soal ini kepada Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Peru beberapa waktu lalu. “Kami proses dengan mekanisme yang sama, yang disebut dengan transfer of prisoners itu,” tutur Yusril.
Mantan Menteri Sekretaris Negara era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu menjelaskan bahwa kebijakan transfer of prisoner itu berbeda dengan exchange of prisoner. Dalam kebijakan pemindahan tahanan, pemerintah mengembalikan seorang narapidana ke negara asalnya untuk menjalani sisa hukuman sesuai dengan putusan pengadilan. Sementara untuk kebijakan exchange of prisoners atau pertukaran tahanan, terjadi barter narapidana antar negara.
Yusril pun menegaskan bahwa, dalam kasus Mary Jane Veloso, Indonesia tidak melakukan kesepakatan pertukaran narapidana dengan Filipina. "Nggak ada barter narapidana," ucap Yusril.
Mary Jane Veloso merupakan pekerja rumah tangga yang ditangkap Petugas Bea dan Cukai Banda Udara Adisutjipto Yogyakarta pada 25 April 2010. Ia kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin dalam kopernya.
Akibatnya, perempuan asal Filipina itu harus menghadapi persidangan di Indonesia. Dalam persidangan, ia membantah mengetahui keberadaan narkotika itu. Dia mengaku dijebak temannya, Maria Cristina Sergio. Maria, menurut dia, menjanjikannya pekerjaan di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, setelah tiba di Kuala Lumpur, dia justru disuruh menunggu di Yogyakarta. Menurut pengakuan Mary Jane, Maria juga lah yang memberikan koper berisi heroin itu kepadanya.
Pembelaan Mary Jane tak digubris oleh hakim. Enam bulan sejak penangkapan, pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, menjatuhkan hukuman mati kepada Mary. Rencananya eksekusi dilaksanakan pada 29 April 2015 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Namun, pemerintah Indonesia menunda pelaksanaan eksekusi mati itu dengan alasan menunggu proses hukum di Filipina selesai. Sejumlah pegiat anti-perdagangan manusia menilai Mary Jane merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Adapun Menko Yusril menyatakan Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui permohonan pemindahan tahanan untuk terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Veloso. Permohonan pemindahan itu datang dari negara asal Mary Jane, yaitu pemerintah Filipina.
Yusril menyampaikan kementerian- kementerian di bawah koordinasi Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi dan Pemasyarakatan telah membahas secara internal permohonan dari Filipina tentang pemindahan Mary Jane. “Dan telah dilaporkan kepada Presiden Prabowo yang telah menyetujui kebijakan transfer of prisoner ini,” kata Yusril melalui keterangan tertulis pada Rabu, 20 November 2024.