Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Merasa dicemarkan, Mantan Dekan FH Universitas Pakuan Yenti Garnasih Tuntut Keadilan

Yenti Garnasih pun menuntut keadilan atas dugaan tindak pidana tersebut karena telah memenuhi unsur Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 27 Ayat (3) UU ITE.

19 Desember 2024 | 20.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mantan ketua Pansel KPK, Yenti Garnasih saat memberikan keterangan perihal 'digantung' nya kasus Kementan oleh KPK di Hambalang, Bogor. Ahad, 8 Oktober 2023. TEMPO/M.A MURTADHO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bogor - Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan (FH UNPAK) Yenti Garnasih menyatakan petisi dari Koalisi Peduli Civitas Akademika Fakultas Hukum 2022 yang berisi tuduhan atas kinerjanya cenderung bias. Yenti merasa tudingan petisi bahwa dia mengkriminalisasi Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bintatar Sinaga tidak didukung fakta kuat, tidak berimbang, serta merugikannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kuasa hukum Yenti Garnasih dari kantor Sembilan Bintang, Anggi Triana Ismail, mengatakan kliennya dalam menjalankan jabatannya sebagai Dekan FH Universitas Pakuan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan semangat antikorupsi di lingkungan kampus tersebut. Adapun yang dituduhkan terhadap kinerja Yenti, Anggi mengklaim selama menjadi dekan sebagaimana yang termuat dalam petisi tidak terbukti kebenarannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggi menceritakan pada mulanya Yenti menjabat sebagai Dekan FH UNPAK, keadaan yang terjadi bahwa dosen ber-NIDK lebih banyak daripada dosen yang ber-NIDN. Artinya, menurut Anggi, ada kekurangan dosen di FH Universitas Pakuan dan sebelumnya tidak ada regenerasi.

Sedangkan berdasarkan peraturan, ujar dia, dosen yang boleh mengajar merupakan dosen yang mempunyai jabatan fungsional minimal asisten ahli dan mempunyai NIDN/NIDK/NUP. "Hal tersebut pula berdampak kepada penyesuaian Kurikulum Baru Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), yang menyebabkan dosen-dosen mendapat jumlah SKS yang tidak sama rata, namun tetap sesuai berdasarkan Permendikbudristekdikti Nomor 2 Tahun 2016 Jo Permendikbudristekdikti Nomor 26 Tahun 2015," kata Anggi di kantornya di Bogor, memberikan hak jawab atas nama Yenti Garnasih kepada Tempo, Kamis, 19 Desember 2024.

Mengenai ada dosen ber-NIDK mendapat gaji flat namun tidak diberikan mata kuliah, ia beralasan karena dosen yang bersangkutan tidak pernah datang. Selain itu, dosen yang bersangkutan tidak memiliki jabatan fungsional.

Ihwal Bintatar Sinaga, Anggi menyatakan yang bersangkutan sudah tidak tercatat Nomor Urut Pendidiknya (NUP). "Bintatar Sinaga sudah berusia 70 tahun," ujarnya.  Permenristekdikti No 2 Tahun 2016 menetapkan masa pensiun jatuh di usia 65 tahun. "Dan hal tersebut sebenarnya sudah menjadi catatan pada masa dekan sebelum Yenti Garnasih," kata Anggi. 

Soal Yenti yang dianggap melakukan kebijakan diskriminatif dengan mempersulit dosen-dosen dalam Kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Anggi menyatakan hal itu tidak benar. Menurut Anggi, Yenti selalu memberikan ruang kepada dosen-dosen untuk mengisi kegiatan seperti webinar maupun kegiatan ilmiah yang sesuai dan ahli pada bidangnya.

"Bu Yenti ketika mengemban amanah sebagai Dekan FH UNPAK, memiliki misi perbaikan sistem yang ada di FH UNPAK, seperti menghentikan budaya pemaksaan jual-beli buku dan atau jual-beli nilai. Namun misi tersebut tidak pernah didukung oleh keadaan," kata Anggi. 

Terdapat aksi demontrasi oleh mahasiswa FH UNPAK terhadap Yenti pada 4 Maret 2022 dan 7 Maret 2022 menuntut transparansi keuangan renovasi gedung FH UNPAK yang belum kunjung selesai. Menurut Anggi, dalam demonstrasi tersebut pun sudah dijelaskan oleh Yenti bahwa yang memegang keuangan renovasi gedung bukan dekan, melainkan Rektor Universitas Pakuan. Atas seluruh tuntutan demonstrasi tersebut telah disampaikan Klarifikasi oleh Yenti kepada Rektor Universitas Pakuan. "Sehingga berhentinya Yenti sebagai Dekan FH UNPAK bukanlah karena pemecatan, melainkan atas kehendak diri Yenti sendiri," ujar Anggi.

Adapun mengenai laporan kepolisian di Bareskrim Polri terhadap Bintatar Sinaga, Anggi menganggapnya bukan suatu tindakan kriminalisasi. Tapi, merupakan buntut dari pemberitaan yang bermuatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik terhadap Yenti yang sudah tersebar melalui media massa. Sehingga, kata Anggi, Yenti pun menuntut keadilan atas dugaan tindak pidana tersebut karena telah memenuhi unsur Pasal 45 ayat (3) Jo. Pasal 27 Ayat (3) UU ITE. 

"Proses ini merupakan hak konstitusi Dr. Yenti selaku WNI yang mana apabila terdapat pelanggaran terhadap hak konstitusi, Dr. Yenti berhak melakukan upaya hukum berdasarkan undang-undang yang berlaku," kata Anggi. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus