Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Bank Indonesia membantah kemungkinan penukaran uang palsu dengan uang yang akan mereka musnahkan.
Prosedur yang ketat menjadi alasannya.
Benarkah prosedur pemusnahan uang tidak layak edar seketat itu?
BANK Indonesia (BI) memastikan 220 ribu lembar uang pecahan Rp 100 ribu yang dikirim oleh Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu merupakan uang palsu. Meskipun belum menyelesaikan pendalaman, BI menyebutkan uang yang disita polisi dari kantor notaris di Jalan Srengseng Raya, Jakarta Barat, tersebut memiliki kualitas relatif rendah. “Hasil penelitian sementara yang dilakukan oleh BI menunjukkan bahwa uang tersebut merupakan uang tidak asli,” ujar Direktur Eksekutif dan Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim pada Rabu, 26 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan penelitian BI Counterfeit Analysis Center (BI-CAC), kata Marlison, uang tersebut bahkan bisa diidentifikasi dengan mudah oleh masyarakat. Dia menjelaskan, uang itu memiliki kualitas kertas yang rendah, warna buram, dan tak memiliki tinta yang berubah warna alias optical variabel ink (OVI) karena hanya menggunakan teknik cetak offset.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil penelitian BI itu mengkonfirmasi tudingan Polda Metro Jaya terhadap empat orang yang telah diumumkan sebagai tersangka, yaitu M, FF, YS, dan MDCF. Polisi menjerat keempatnya dengan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 245 KUHP juncto Pasal 55 KUHP serta Pasal 56 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wira Satya Triputra menyatakan M merupakan otak komplotan ini. Wira menyatakan M memproduksi uang palsu itu setelah mendapat pesanan dari seorang pria asal Jakarta berinisial P. Keduanya sepakat uang palsu dengan total nilai Rp 22 miliar itu akan ditebus dengan Rp 5,5 miliar uang asli.
Mereka pun sepakat untuk bertransaksi setelah Idul Adha pada 17 Juni lalu. Namun aksi komplotan itu terendus polisi. "Informasinya, P menunggu bank buka dan baru akan dibayarkan," ujar Wira pada Jumat, 21 Juni lalu.
Kepada polisi, M menyatakan P berencana menukar uang palsu itu dengan uang tidak layak edar (UTLE) yang akan dimusnahkan BI. Meskipun demikian, polisi belum dapat menjelaskan bagaimana rencana itu akan dijalankan karena P hingga saat ini masih berstatus buron. Kasubdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hadi Kristianto yang ditemui Tempo pun tak mau menjawab soal siapa P dan apakah ada kemungkinan keterlibatan orang dalam BI dalam komplotan ini. “Kami belum bisa menjawab pertanyaan tersebut,” ujar Hadi pada Rabu, 26 Juni 2024.
Soal pengakuan para pelaku yang ingin menukar uang palsu dengan UTLE, Marlison menyatakan hal itu sangat tidak mungkin dilakukan. Menurut dia, pemusnahan UTLE dilakukan dengan pengawasan berlapis. Alur pemusnahan UTLE, kata Marlison, berawal dari pengumpulan. BI biasanya mengumpulkan UTLE dari setoran bank, layanan kas keliling, ataupun penukaran dan penggantian uang di loket layanan kantor BI di seluruh Indonesia.
Menurut Marlison, pengecekan keaslian uang sudah dilakukan sejak proses awal itu. Jika ULTE itu asli, BI akan memberikan penggantinya kepada pihak yang menyerahkan. "Jika uang rupiah tidak asli, tidak dilakukan penggantian apa pun dan akan ditindaklanjuti dengan pelaporan kepada pihak kepolisian," kata dia.
Proses memverifikasi keaslian UTLE juga dilakukan pada tahap penyimpanan oleh tim pengelola khazanah dan tim pengolahan saat penghitungan. Bahkan, Marlison menyatakan petugas kembali akan memeriksa keaslian uang itu sampai saat terakhir sebelum pemusnahan.
Pengawasan pemusnahan UTLE, Marlison melanjutkan, juga dilakukan secara berlapis. Setiap petugas yang keluar-masuk area kas selalu menjalani penggeledahan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi para petugas membawa ataupun menukar UTLE yang akan dimusnahkan. Selain pengawasan langsung oleh petugas keamanan, menurut dia, BI memiliki pengawasan melalui electronic security system. “Sehingga tidak dimungkinkan terjadinya penukaran uang rupiah yang akan dimusnahkan dengan uang yang tidak asli atau uang palsu,” ujar Marlison.
Petugas kepolisian memperlihatkan tersangka saat rilis kasus uang palsu di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, 21 Juni 2024. ANTARA/Reno Esnir
Dia pun memastikan area pemusnahan uang hanya bisa diakses oleh pegawai yang berwenang. Selain itu, kata Marlison, hasil pemusnahan uang diadministrasikan dalam sistem informasi persediaan dan pembukuan. BI juga mempertanggungjawabkan pemusnahan uang itu dalam berita acara pemusnahan dan dicatat dalam Lembaran Berita Negara RI.
Dengan mekanisme yang ketat seperti itu, Marlison menyatakan tidak ada ruang bagi siapa pun, termasuk pegawai BI, untuk bisa menukar uang palsu dengan UTLE. "Secara tata kelola dan standar operasional dalam pemusnahan uang rupiah BI, tidak memungkinkan atau tak ada ruang bagi pegawai BI terlibat dalam kasus seperti ini," ujarnya.
Pengamat ekonomi keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manap Pulungan, pun mengakui bahwa mekanisme pemusnahan UTLE oleh BI aman. Menurut dia, celah penyelewengan dalam proses pemusnahan UTLE sangat kecil. Pasalnya, proses pemusnahan UTLE di BI tidak hanya melibatkan lingkup internal pegawai BI, tapi juga mendapatkan pengawasan dari pihak eksternal, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Abdul Manap menyatakan BI juga memiliki mesin sortir yang dapat menyeleksi secara otomatis keaslian uang yang akan dimusnahkan. Dia pun menilai kasus yang diungkap Polda Metro Jaya itu justru menunjukkan bahwa BI memiliki sistem yang aman. "Kasus ini sebetulnya menunjukkan kalau ada yang akan melakukan kecurangan itu malah gagal," ujarnya.
Polda Metro Jaya menunjukkan barang bukti uang palsu di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, 21 Juni 2024. ANTARA/Reno Esnir
Pengamat komoditas dan mata uang, Lukman Leong, punya pendapat berbeda. Dia menilai keamanan mekanisme pemusnahan uang sangat bergantung pada transparansi pelaksanaannya. Sekalipun secara sistem aman, dia menilai penyelewengan masih mungkin terjadi jika dilakukan oleh pegawai dalam lingkup internal BI. “Kemungkinan besar bisa (ada penukaran uang), jika ada permainan orang dalam,” ujar Lukman.
Karena itu, kata Lukman, BI perlu memperketat pengawasan berjenjang. Dia menyebutkan pengawasan perlu melibatkan banyak pihak berwenang untuk melakukan verifikasi di setiap tahapan. Dia juga mengusulkan uang yang akan dimusnahkan ditandai dengan tinta khusus yang sangat sulit dibersihkan.
Sependapat dengan Lukman, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual meminta BI mengevaluasi secara berkala protokol pengawasan saat BI memusnahkan uang. Dia menilai protokol pengawasan harus terus disesuaikan dengan dinamika yang terjadi di lapangan. "Protokol pengawasan memang perlu terus secara berkala dievaluasi sesuai dengan dinamika di lapangan," ujarnya.
David juga mengatakan Bank Indonesia perlu menggencarkan kampanye dan sosialisasi mengenai keberadaan uang palsu. Hal ini diperlukan agar masyarakat dapat makin mahir membedakan uang palsu dan uang asli. David mencontohkan, salah satu gerakan kampanye yang dapat digencarkan adalah kampanye 3D (dilihat, diraba, dan diterawang).
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Yohanes Maharso Joharsoyo berkontribusi dalam penulisan artikel ini.