Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Munas wadah tanpa tunggal

Ikadin, peradin, bbh, dan pusbadhi tak menghadiri munas wadah baru advokat dan non advokat. mereka menganggap munas tersebut menyimpang dari prinsip- prinsip hukum berorganisasi.

11 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ikadin dan tiga mitranya tak menghadiri munas wadah baru advokat dan nonadvokat. Cita-cita wadah tunggal semakin remang-remang. PUPUS sudah harapan Menteri Dallam Negeri Rudini untuk menyatukan advokat dan nonadvokat. Haya sehari menjelang munas wadah baru advokat dan nonadvokat, yang direncanakan dibuka Selasa pekan ini di Cipanas, Jawa Barat, sudah bisa dipastikan empat organisasi advokat -- Ikadin, Peradin, BBH, dan Pusbadhi -- - tidak ikut ambil bagian. Dengan begitu, praktis hanya enam organisasi (AAI, IPHI, LPPH Golkar, LKBH Trisula, BPKH MKGR, dan LBPH Kosgoro) yang akan berkiprah dalam pesta perdana itu. Sikap Ikadin dan tiga mitranya itu boleh dikatakan "anti-klimaks" upaya Rudini membenahi (baca menyatukan) dunia advokat, yang tak habis-habisnya dirundung kericuhan. Padahal, Rudini, selaku pembina umum organisasi massa, sudah bersusah payah membenahi profesi itu sejak tragedi munas di Hotel Horison, pada Juli silam, berujung dengan adu jotos dan lahirnya AAI. Hanya saja, ini mungkin yang luput dari "kaca mata" Rudini, adalah ia tak hanya merekatkan kembali Ikadin dan AAI, tapi juga mengumpulkan sekitar 20 organisasi nonadvokat (penasihat hukum dan pokrol). Padahal, selain Ikadin enggan "disetarakan" dengan kalangan pokrol, beberapa di antara organisasi itu juga telah berfusi sewaktu pembentukan Ikadin, 1985. Pada Februari lalu, upaya Rudini itu seolah-olah akan membuahkan hasil. Kesepuluh organisasi massa di bidang pelayanan hukum itu sepakat untuk berhimpun dalam satu wadah. Waktu itu, wadah itu santer disebut bersifat federatif. Ternyata, rencana itu tak berjalan mulus. Ganjalan muncul gara-gara Ikadin berubah sikap dan enggan bergabung. Mereka hanya mau "bersatu" jika wadah baru itu hanya semacam badan kontak (kerja sama). Guncangan juga datang dari Ketua Mahkamah Agung, Ali Said, yang dahulu membidani kelahiran Ikadin. Menurut Ali Said, tak perlu ada wadah baru, apalagi federasi, karena sudah ada Ikadin sebagai wadah tunggal. Buntutnya, Ikadin dan tiga rekannya (Peradin, Pusbadhi, dan BBH) menyatakan tak mau mengikuti munas wadah baru tersebut. Kali ini alasan mereka karena enam organisasi itu (kelompok enam) melakukan tata cara berorganisasi yang tak lazim. "Dalam rapat-rapatnya, mereka terlalu memaksakan skenario. Kalau buntu, maunya voting saja," kata Ketua Umum Pusbadhi, R.O. Tambunan, yang juga salah seorang ketua Ikadin. Padahal, jika voting jelas Ikadin dan tiga rekannya kalah melawan keenam organisasi itu. Sebab itu, sambungnya, Ikadin dan tiga mitranya memutuskan tak ikut munas. "Daripada tragedi Horison terulang," ujar Tambunan. Baik Tambunan maupun Ketua Umum Ikadin Harjono Tjitrosoebono menyatakan tak akan mengakui hasil munas baru itu. Harjono bahkan menganggap munas tersebut menyimpang dari prinsip-prinsip hukum berorganisasi. Seharusnya, kata Harjono, setiap organisasi menyelenggarakan munas terlebih dahulu, sebelum munas federasi tadi. Toh Rudini, Ismail Saleh, dan kelompok enam tegas-tegas menganggap "absennya" Ikadin dan kawan-kawan tak akan mempengaruhi rencana semula. "Hadir-tidaknya mereka tidak menjadi ukuran utuh-tidaknya himpunan profesi pelayanan hukum ini. Bahkan organisasi baru ini semakin tampak kompak, tidak ada benjol-benjol," kata Ismail Saleh. Menurut Ismail Saleh, organisasi itu sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang tentang ormas, tahun 1985. Organisasi gabungan itu sendiri dimaksudkan tak lain untuk meningkatkan efektivitas komunikasi sosial antara organisasi anggotanya. Seperti yang terjadi pada HKTI, Kowani, dan KNPI. Dan perlu diingat, berdasarkan undang-undang ormas, "Tak akan ada dua organisasi besar dalam bidang pelayanan hukum," kata Ismail tandas. Sementara itu, penanggung jawab munas, Bugi Soepeno, yang juga Ketua LBPH Kosgoro, menilai dalih kelompok empat itu berlebihan. "Siapa yang otoriter dalam menyelenggarakan rapat? Justru mereka yang plinplan: sudah menandatangani pernyataan bersama, sekarang mundur," kata Bugi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus