Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menggugat pena amanah

Majalah islam dua mingguan amanah digugat tokoh tana toraja kolonel (purn.) ayk andi lolo membayar ganti rugi rp 1 milyar.ada artikel di majalah grup kartini itu merusak nama baiknya.

11 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majalah Amanah digugat tokoh Tana Toraja Rp 1 milyar. Hak jawab dianggap tak menutup upaya lewat jalur hukum. AKURASI ternyata soal vital bagi kalangan pers. Gara-gara soal akurasi, majalah Islam dua mingguan Amanah kini digugat Kolonel (Purn.) A.Y.K. Andi Lolo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tokoh Tana Toraja, Sulawesi Selatan, itu tak tanggung-tanggung menuntut ganti rugi Rp 1 milyar, karena menganggap majalah Grup Kartini itu telah merusak nama baiknya. Artikel yang menjadi perkara itu berjudul "Pesta Kedukaan Satu Milyar", ditulis M. Darlis/AGST pada Amanah edisi 30 November 1991. Feature sepanjang dua halaman itu menceritakan sekitar upacara adat kematian (Rambu Solok) almarhumah Puang Sarah alias Puang Minanga -- ibunda Andi Lolo, pada pertengahan Oktober 1990. Upacara itu diadakan setelah jenazah mendiang disimpan selama delapan bulan di tongkonan (rumah adat untuk menyimpan jenazah). Bagian yang membuat berang Andi Lolo adalah kalimat pada pembukaan dan penutup feature tersebut. Di situ disebutkan pesta besar-besaran selama 10 hari itu menelan biaya Rp 1 milyar yang berasal dari Grup Sahid Jaya. Sebab, sehari sebelum upacara, bos Sahid Jaya, Sukamdani S. Gitosardjono, meresmikan pembangunan hotelnya di daerah itu. Padahal, kata Andi Lolo, biaya upacara itu sama sekali bukan berasal dari Sukamdani walaupun pengusaha tersebut memang diundangnya untuk menghadiri acara yang diharapkan bisa menjadi penunjang wisata itu. Apalagi, kata bekas Bupati Tana Toraja itu, sesuai dengan adat masyarakat Tana Toraja, Rambu Solok menjadi tanggung jawab mutlak anak cucu mendiang. Selain itu, menurut Andi Lolo, artikel tersebut juga bisa menimbulkan penafsiran seakan-akan jika tak ada dana dari Sahid, keturunan Puang Minanga tak mampu menyelenggarakan Rambu Solok. Dengan kata lain, jenazah mendiang akan disimpan lebih lama lagi di tongkonan. Jelas, "Kami merasa ditampar, dan harga diri rasanya dinodai," ujar Andi Lolo, dengan nada tinggi. Ia menyayangkan Amanah tak melakukan check and recheck dalam menulis artikel itu. Melalui kantor Pengacara Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang & Rekan, Andi Lolo pernah meminta Amanah agar meralat artikel itu dan memuat iklan permohonan maaf di dua media massa ibu kota dan satu di Ujungpandang. Tapi, tutur Andi Lolo, yang anggota DPRD Sulawesi Selatan, permintaannya itu tak pernah terwujud. Akhirnya, Senin dua pekan lalu, Andi Lolo mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bekas Komandan Kodim Tana Toraja itu menuntut ganti rugi Rp 1 milyar dari Pemimpin Redaksi Amanah, H. Kafrawi Ridwan, dan kedua wartawan yang menulis feature tadi. "Tuntutan ganti rugi itu semata-mata untuk membersihkan harga diri kami," kata Andi Lolo. Sebenarnya, Sukamdani sudah membantah soal dana itu. Bantahan ini dimuat Amanah pada edisi 28 Desember 1990. Tapi Andi Lolo menganggap pemuatan cara itu belum menyelesaikan masalah. "Untuk Pak Sukamdani mungkin persoalan sudah selesai. Tapi belum untuk keluarga Puang Minanga," ucap Andi Lolo. Pemimpin Redaksi Amanah, H. Kafrawi Ridwan, mengaku pihaknya sama sekali tak bermaksud buruk, apalagi sampai memfitnah Andi Lolo. "Amanah kan bukan untuk itu," ujar Kafrawi, yang mengaku belum menerima gugatan itu sampai pekan lalu. Tulisan itu, katanya, semata-mata untuk mempromosikan pariwisata. Dengan kata lain, lebih diutamakan soal pesta adatnya. Bukan soal pembiayaan. Sebab itulah Amanah tak terlalu serius mengorek keterangan soal dana tadi, yang diutarakan salah seorang panitia upacara tersebut. Menurut Kafrawi, dengan dimuatnya bahtahan Sukamdani, juga dikirimkannya surat permohonan maaf Amanah ke bos Grup Sahid itu -- dengan tembusan ke Andi Lolo, mestinya persoalan sudah selesai. Tapi nyatanya Andi Lolo masih menempuh jalur hukum. Kafrawi sendiri mengharapkan soal ini tak perlu sampai diperkarakan ke meja hijau. "Kalau bisa, lebih baik musyawarah," ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus