Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah sempat melarikan diri dari tahanan, sejumlah napi dari Lapas Kelas IIB Kutacane, Aceh Tenggara kembali ke lapas diantar keluarga masing-masing. Insiden napi kabur itu terjadi jelang waktu berbuka puasa pada Senin, 10 Maret 2025.
Sebanyak 52 narapidana kabur setelah menjebol tiga lapis pintu pengaman sebelum berhamburan keluar, sebagian menerobos pintu utama, sementara lainnya memanjat atap. Insiden ini terekam dalam video yang beredar luas di media sosial.
Kapasitas lapas yang melebihi daya tampung diduga menjadi salah satu pemicu, ditambah tuntutan napi agar disediakan bilik asmara. Situasi baru terkendali beberapa jam kemudian setelah aparat turun tangan. Hingga kini, petugas masih memburu para napi yang melarikan diri serta menyelidiki motif di balik pelarian massal ini.
Pelarian massal seperti ini bukan kejadian pertama di lembaga pemasyarakatan Indonesia. Sudah banyak terjadi peristiwa napi kabur sebelumnya. Lantas, apa saja konsekuensi hukum bagi napi yang kabur dari lapas?
Dilansir dari jurnal berjudul Penegakan Hukum terhadap Tahanan yang Melarikan Diri Dari Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Bangli karya Saputra dan Surama menjelaskan bahwa narapidana yang melarikan diri akan dikenai sanksi berupa penempatan di sel pengasingan selama 2 x 6 hari. Selain itu, hak untuk menerima kunjungan dicabut, dan hak remisi ditunda selama satu tahun. Sanksi tak hanya diberikan kepada napi, tetapi juga kepada petugas keamanan yang bertugas saat kejadian. Mereka dapat dikenai hukuman disiplin berupa penurunan pangkat dan pemotongan gaji sebagai bentuk tanggung jawab serta upaya pendisiplinan.
Namun sejauh ini, masih belum ada aturan yang menyatakan terkait sanksi bagi napi yang melarikan diri dari lapas. Sebagaimana dikutip dari jurnal berjudul Perspektif Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Narapidana yang Melarikan Diri Pada Saat Menjalani Pidana di Lembaga Pemasyarakatan karya Nasir, Din, dan Ali dari prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Medan Area dijelaskan belum ada instrumen hukum yang secara spesifik mengatur sanksi pidana bagi narapidana yang melarikan diri dari lapas atau rutan, kecuali yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Adapun KUHP hanya mengatur sanksi bagi petugas yang dengan sengaja mengeluarkan narapidana atau lalai dalam tugas hingga menyebabkan pelarian, sebagaimana tertuang dalam Pasal 223 dan Pasal 426. Namun, tidak ada regulasi yang mengatur hukuman bagi narapidana yang melarikan diri tanpa keterlibatan atau kelalaian petugas.
Dilansir dari Kemdikbud.go.id, pelarian narapidana hanya dikenai sanksi disiplin berupa tutupan sunyi serta penundaan atau penghapusan hak-hak tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku, tanpa ada proses pidana tambahan. Sementara itu, sanksi bagi petugas pemasyarakatan yang lalai atau dengan sengaja membantu pelarian telah diatur dengan jelas dalam Pasal 223 dan 426 KUHP.
Ketimpangan ini menimbulkan urgensi perumusan kebijakan hukum yang lebih tegas bagi narapidana yang melarikan diri. Regulasi yang seragam di seluruh lapas di Indonesia diperlukan untuk menekan angka pelarian sekaligus memberikan kepastian hukum dalam penanganan kasus serupa di masa depan.
Ayu Cipta berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Napi Lapas Kutacane Kabur Diduga Dipicu Soal Kualitas Makanan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini