Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia mengeluarkan pernyataan resmi dan membenarnya adanya kebocoran data pada salah satu kantor cabang di Bengkulu. Ada 16 komputer yang disebut mengalami kebocoran data dan hal itu diamini oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
"Informasi itu memang sedikit membuat lega karena mengira kebocoran hanya terjadi pada komputer di satu cabang saja. Tapi ini adalah puncak gunung es," ujar pakar keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya pada Senin, 24 Januari 2022.
Alfons tidak mengetahui apakah Bank Indonesia mengetahui sedemikian banyak data yang bocor dan hanya menginformasikan kebocoran terjadi hanya di 16 komputer dan satu cabang saja kepada BSSN. Namun melihat cara kerja Conti, yang pasti sudah berusaha berkomunikasi dengan korbannya untuk monetisasi hasil ransomwarenya dan memaparkan berapa banyak data yang dimiliki, seharusnya informasi berapa banyak data yang bocor ini sudah diketahui oleh korban Conti.
"Dan korban peretasan memiliki waktu yang lebih dari cukup sebulan sebelum Conti mempublikasikan informasi ini ke publik," tutur Alfons.
Dalam hal kebocoran data, sebenarnya tidak produktif dan tidak ada manfaatnya mencari siapa yang salah dan memberikan hukuman. Sebab, menurut Alfons, tidak akan membatalkan data yang sudah bocor dan tidak menjamin hal yang sama tidak terulang.
Meski demikian, transparansi dalam memberikan informasi data yang bocor akan menolong pemilik data terkait dengan yang datanya dibocorkan. Sehingga bisa melakukan antisipasi dan tidak menjadi korban eksploitasi dari data yang bocor tersebut.
Dalam hal mencegah data publik yang bocor, Alfons berharap pemerintah bekerja keras membuat aturan yang bisa mendukung pengelola data dalam melakukan perlindungan data yang menjadi tanggung jawabnya. "Jadi jangan hanya mau mendapatkan keuntungan dari mengelola data saja, tapi juga harus bertanggung jawab atas data yang dikelolanya," kata dia.
Salah satu yang bisa dipertimbangkan adalah memberikan konsekuensi hukum dan finansial yang keras dan tegas kepada pengambil keputusan atau institusi yang bertanggung jawab mengelola data publik. Sehingga, Alfons berujar, mau tidak mau mereka memberikan perhatian khusus dalam melindungi data yang dikelola.
Vaksincom juga telah mencoba menganalisa data yang mulai dibagikan oleh Conti Ransomware dan cukup banyak informasi yang mengkhawatirkan. "Karena jika jatuh ke tangan yang salah akan mudah dieksploitasi," ucap Alfons.
Ia menuturkan Bank Indonesia adalah pengelola kebijakan moneter negara dan informasi yang dikelola bersifat strategis. Kebocoran data yang dialami bank sentral mungkin tidak mengakibatkan kerugian finansial secara langsung kepada rekening bank masyarakat. Namun akan berdampak besar bagi dunia finansial Indonesia khususnya perbankan.
Karena, Alfons melanjutkan, pihak lain yang berkepentingan bisa mendapatkan informasi yang seharusnya rahasia seperti bagaimana peredaran uang kertas di setiap kota di Indonesia. "Dan dapat digunakan untuk memetakan kekuatan perbankan di setiap daerah secara cukup akurat," tutur dia.
Vaksincom juga menemukan data foto KTP, NPWP, dan nomor rekening seseorang di salah satu komputer yang di retas dimana hal ini akan menjadi sasaran empuk eksploitasi data kependudukan. Orang tersebut tidak tahu apa-apa dan tidak berperan dalam kebocoran data ini namun menjadi korban dan harus menanggung risikonya.
Pada ungguhan tersebut juga menampilkan tangkapan layar dari situs gerombolan Conti Ransomware, berupa alamat website https://www.bi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini