Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Peluru Untuk Wewe, Duit Buat Majikan

Suyono alias Wewe saat membawa emas 1 Kg di jalan MT. Haryono, Semarang dirampok 2 penjahat. Perampokan terjadi dengan menembak korban yang sedang naik becak. Pelakunyha masih dilacak polisi.

21 November 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARU pukul 09.30 pagi. Dengan tenang, Sumarlan, 35 tahun, menggenjot becaknya di Jalan Petudungan, Semarang. Di ujung jalan, ia bermaksud menyeberang ke Jalan M.T. Haryono (d/h Jalan Mataram). Tapi lalu lintas padat. Ketika ia menoleh ke kanan, terdengar "dor". Hari itu, 9 November. Ia mengira salah satu ban becaknya pecah. Tapi begitu ia berpaling ke kiri, dilihatnya seorang lelaki berjalan menggenggam pistol, sembari menjinjing tas hitam seperti milik penumpang becaknya. Tapi, si penumpang kok berlumur darah? "Tolong, tolong," teriak Sumarlan gemetaran. Dilihatnya dari mulut penumpang itu mengucur darah segar. Kepalanya terkulai. Sebutir peluru telah menembus sudut tulang belikat di bahu kirinya, lalu meruyak ke sudut kanan dadanya. Seorang karyawan toko mebel Sumber Karya, Antonius Sudodo, 27 tahun, datang membantu. Bersama Sumarlan, ia mendorong becak ke pinggir jalan. Baru 15 menit kemudian polisi muncul ke situ. Korban diangkut ke Rumah Sakit Dokter Kariadi, Semarang, ia meninggal dalam perjalanan. Ia jelas dirampok. Beberapa saksi mata mengatakan, penjahatnya dua orang, mengendarai motor Suzuki RC warna hitam model "bebek" -- bersetrip kuning di tangkinya. Pengemudinya agak gendut, berjaket hitam, berhelm merah. Yang membonceng tanpa helm, tubuhnya kurus, tinggi sekitar 155 cm, berkaca mata, rambut sedikit gondrong, bermata sipit. Dialah, katanya, yang menembak korban. Polisi bergerak. Beberapa jalan yang diperkirakan dilalui kedua penjahat itu ditutup. Dan kerja ekstrakeras polisi Semarang Jumat dinihari lalu itu berbuah. Seorang lelaki yang dicurigai, Benny (sementara sebut namanya begitu), ditangkap di rumahnya di Semarang Tengah. Karena ia pura-pura linglung, polisi masih sulit melacak anggota komplotannya yang lain. Setelah dia "menyanyi", katanya, anggota gang-nya ada 10 orang. Pemimpinnya, seorang oknum polisi dari Cirebon yang, katanya, melakukan penembakan atas diri korban di pertigaan M.T. Haryono itu. Namun, polisi menganggap pengakuan itu kurang kuat: si Benny 'kan suka linglung? Hingga pekan ini polisi memang belum berkesimpulan bahwa Benny benar di antara pelaku perampokan bersenjata api itu. Yang pasti, seperti kata Kasatserse Poltabes Semarang, Kapten Zulkarnaen, penembakan dilakukan dari jarak sangat dekat. Buktinya? Baju kaus dan kulit korban terbakar oleh panasnya peluru. Hanya longsong dan mata pelornya belum ditemukan. Diperkirakan, kaliber senjata itu 38. Korban perampokan itu adalah Suyono, 31 tahun. Ia berasal dari Polanharjo, Klaten, meninggalkan seorang istri, Dwimiyati, dan dua anak: Sylvia, 5 tahun, dan Sinta, 1 1/2 tahun. Tubuhnya besar, tinggi 180 cm, berkulit sawo matang. Meski hanya pembantu toko, ia, yang punya nama panggilan Wewe, mengantungi ijazah sarjana muda (1983) Akademi Perindustrian Yogyakarta. Sudah tiga tahun Wewe bekerja di toko Kendi Mas di Jalan Kranggan. Ia dinilai jujur dan jadi kepercayaan majikannya. Ia sering diminta menyetor atau mengambil uang dibank. Sejak lima bulan lalu Suyono mengontrak rumah di Kelurahan Lasimin Darat, Semarang Barat. Di hari nahas itu, Wewe diminta mengantar kalung, liontin, dan anting ke Cirebon. "Beratnya satu kilogram. Harganya Rp 23 juta," kata Ronny Lianggara, 30 tahun, majikannya. Suyono memang biasa disuruh mengantar pesanan perhiasan ke langganannya di Cirebon. Ketika itu ia hendak menumpang bus umum dari Jalan M.T. Haryono. "Itu untuk menghemat. Sebab, keuntungan saya paling-paling Rp 150.000. Tapi kalau jumlah pesanan mencapai empat kilogram lebih, baru dia saya suruh menggunakan kendaraan khusus," ujar Ronny lagi. Polisi menduga, para penjahat menguntit Suyono sudah sejak dari toko Kendi Mas sebelum dia ditembak perampok pada 9 November lalu, di atas becak Sumarlan. "Tapi musibah itu jelas merupakan kecerobohan pengusaha toko Kendi Mas sendiri," kata Letkol Sriyono, Kadispen Polda Ja-Teng. Bandelan Amarudin dan Heddy Lugito

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus