IA tak punya pistol. Tetapi ia menguasai Colt jenis lain. Colt diesel -- sebuah truk mini. Dan dendamnya telah memuncak hingga ke ujung ubun-ubun. Seterunya, Juansah, tampak berjalan melenggang di depan mata. Lalu ia menekan dalam-dalam pedal gas truk itu. Truk menderu, dan melaju dan menabrak korban. Kemudian, malah menggilasnya. Juansah terkapar. Tempurung kepalanya retak. Tulang-tulang iganya patah. Ia tewas saat itu juga. Hari itu Rabu pagi barusan, sehari setelah peringatan Hari Pahlawan barusan -- persis di depan rumah Kepala Desa Curug Wetan, Kecamatan Karang Sembung, Cirebon. Kerumunan massa mencoba menahan truk. Tapi truk terus melaju. Terpaksa mereka jumpalitan menghindar. Mendengar bunyi derit ban, suara benturan, dan jerit penduduk, Kuwu alias Kepala Desa Kurdi keluar dari rumahnya. "Dengan motor, saya kejar truk itu," kata Kurdi. Kejar-mengejar mengarah ke kota kecamatan. Di depan kantor polisi Karang Sembung, truk berbelok ke halaman. Sopirnya turun. Ia menghadap polisi jaga. "Saya habis membunuh, Pak," kata Efendi, sopir itu. "Kejadiannya cepat," kata Sutara, si majikan. "Saya tak sempat memperingatkannya." Sedang Kurdi tak mencegah, karena ia baru diberi tahu bahwa Juansah diancam Efendi. "Pagi itu saya masih bercelana pendek dan berkaus kutang," katanya. Efendi bakal membunuh Juansah, memang, tak ada yang menyangka. Mereka sama-sama sopir truk. Mereka saling mengenal dan berteman. Karena itu pula, Juansah juga mengenal Yohariah -- istri kedua Efendi. Tersulut petaka itu di perayaan Maulud lalu: berdesusnya Juansah yang sering bertandang ke Yohariah selagi Efendi pergi. Efendi memang jarang di rumah. Dua bulan terakhir ini malah ia meninggalkan Yohariah yang dikawininya empat tahun silam, tanpa anak. Karena itu, Efendi sering di rumah istri pertama, di Desa Kubang Dolog -- padahal mereka sudah cerai. Ketika perayaan Maulud di Keraton Cirebon, Juansah tampak bersama Yohariah. "Yohariah yang mengajaknya," kata Sofiah, istri Juansah. "Suami saya juga salah. Tak kuat menahan godaan." Efendi mengetahui itu. Ia segera mencari Juansah, ke rumahnya, tapi tak pernah bersua. Pada Sofiah, Efendi berteriak, "Mana lakimu, akan kukawinkan dengan istriku." Merasa salah, Juansah takut dan terus bersembunyi. Lalu pada majikannya, Sutara, dia bilang: ia diancam. Karena itu, Sutara kemudian menghubungi Kurdi, agar mereka didamaikan. Efendi juga memarahi istrinya. Tetapi Yohariah itu, menurut Nyonya Kurdi, "Memang dikenal penduduk sebagai cewek nakal, suka menggoda suami orang." Efendi bermaksud menceraikan Yohariah. Ia akan menghubungi lebe, untuk diantar ke KUA mengurus perceraian mereka. Tapi ia juga terus mencari Juansah. Dan pagi itu, Sutara berharap Juansah bisa dipertemukan dengan Efendi. Sutara menemui Kuwu. Juansah menunggu di dua rumah berselang dari situ, ketika Efendi sedang menurunkan dedak -- di sawah samping kampung. Kurdi setuju mempertemukan mereka. Keduanya minta dipanggil, sementara ia masuk ke kamar hendak mengganti baju. "Ju, sini Ju! Dipanggil Pak Kuwu," seru Sutara. Juansah datang. Ia lalu menyeberang jalan, hendak masuk pekarangan rumah Kuwu. Efendi juga datang mengendarai truknya. Tapi ia tak menghentikan truk. Malah mempercepat. Dan menabraknya. "Yah, bagaimana lagi," ujar Kuwu Kurdi, sembari menghela napas. "Kalau tahu sebelumnya, Juansah akan saya lindungi. Efendi akan saya amankan dulu, sampai persoalannya beres." Kapolwil Cirebon, Kolonel Kartoyo, terkejut mendengar berita itu. Kini polisi sedang menyelidiki, apa pembunuhan itu direncanakan dan disengaja. "Pengakuan Efendi semula memang begitu. Kalau benar, ini kejadian pertama kali ada tabrak bunuh," kata Kartoyo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini