Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG kerja di lantai sembilan Gedung Granadi, Kuningan, Jakarta Selatan, itu kosong melompong saat pengacara Otto Cornelis Kaligis tiba. Jumat dua pekan lalu, pengacara senior itu dipanggil Hutomo ”Tommy” Mandala Putra. Putra kinasih mantan presiden Soeharto ini ingin mendapat penjelasan perihal kekalahan PT Timor Putra Nasional, perusahaan miliknya, di Mahkamah Agung.
Sekitar setengah jam ditunggu, Tommy muncul dari balik pintu lift. Ia baru saja selesai melakukan salat Jumat. Berjabat tangan dan berbasa-basi sejenak, Tommy mengajak Kaligis masuk ke ruang kerjanya yang jembar. Dua anggota staf Tommy mengekor di belakang.
Di kamar itu, Tommy menyatakan kekecewaannya atas putusan peninjauan kembali perihal kepemilikan deposito dan giro Timor di Bank Mandiri senilai Rp 1,3 triliun. ”Dia heran kenapa hakim mengabulkan permohonan peninjauan kembali itu,” kata Kaligis, Kamis pekan lalu.
Sehari sebelumnya, majelis hakim yang diketuai Harifin Andi Tumpa me ngetuk vonis peninjauan kembali yang diajukan Kementerian Keuangan dan Bank Mandiri. Mahkamah memutuskan mengabulkan permohonan itu. Esoknya, kekalahan Timor itu diumumkan Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung Nurhadi.
Nurhadi mengatakan majelis hakim memutus permohonan tersebut berdasarkan bukti baru atau novum berupa perjanjian damai antara PT Vista Bella Pratama dan pemerintah. Dalam perjanjian itu disebutkan Vista Bella mengembalikan hak tagih utang atau cessie Timor kepada negara. ”Sehingga deposito dan giro di Mandiri itu tidak dapat dicairkan karena menjadi jaminan utang Timor,” kata Nurhadi. Putusan peninjauan kembali itu membatalkan putusan kasasi yang menyatakan perusahaan Tommy sebagai pemilik duit tersebut.
Inilah pertama kalinya Tommy kalah di meja hijau. Tommy, berdasarkan catatan Tempo, selalu unggul dalam beperkara melawan pemerintah. Juli tahun lalu, misalnya, Tommy menang di Pengadilan Guernsey. Pengadilan memutuskan Garnet Investment, per usahaan Tommy, berhak mencairkan duit 36 juta euro sekitar Rp 540 miliar yang diblokir Banque National de Paris (BNP) Paribas karena diduga hasil korupsi. Gugatan intervensi ditolak karena pemerintah Indonesia tidak bisa membuktikan Tommy punya kasus pidana di Indonesia.
SENGKARUT uang jumbo ini bermula saat Direktorat Jenderal Pajak memblokir uang milik Timor dari hasil penjualan program mobil nasional yang disimpan di Bank Mandiri pada pertengahan 2001. Timor dituding menunggak pajak pembayaran bea masuk mobil sedan impor dari Korea Selatan.
Timor, yang tidak terima tudingan tersebut, menggugat pemblokiran itu ke pengadilan. Gugatan Timor menang hingga tingkat kasasi. Peninjauan kembali yang diputus pada 2006 juga menyatakan pemblokiran rekening oleh Menteri Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak tidak sah. Timor juga di nyatakan tidak terbukti menggelapkan pajak.
Blokir memang dibuka, tapi Bank Mandiri tidak mau mencairkan uang itu. Atas permintaan Menteri Ke uangan Jusuf Anwar, uang itu tetap ditahan di Bank Mandiri. Pada Juni 2006, Timor menggugat Bank Mandiri dan Menteri Keuangan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengadilan menyatakan Timor sebagai pemilik sah deposito dan giro di Mandiri tersebut. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sempat membatalkan putusan itu. Namun, di tingkat kasasi, Timor dinyatakan sebagai pemilik duit Rp 1,3 triliun tersebut.
Menteri Keuangan saat itu, Sri Mul yani, lalu mengambil gerak cepat. Pada 29 Agustus 2008, ia memerintahkan uang itu ditarik dari Bank Mandiri dan disetor ke rekening penampungan Kementerian Keuangan di Bank Indonesia. Tommy, yang akan mengambil duit itu, hanya bisa gigit jari. ”Saat itu sudah mau kami cairkan, tapi dicuri begitu saja. Itu perampokan,” kata Kaligis.
Selain bertarung memperebutkan deposito dan giro itu, pemerintah bertempur dengan PT Vista Bella Pratama di pengadilan. Vista Bella adalah per usahaan yang membeli hak tagih utang atau cessie Timor dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada Juni 2003. Utang macet di Timor Rp 4,5 triliun ditebus oleh Vista Bella seharga Rp 446 miliar.
Pemerintah mencium aroma tidak sedap dalam pembelian cessie Timor tersebut. Pembelian itu ditengarai tidak beres karena ada bukti Vista Bella ber afiliasi dengan PT Manggala Buana Bakti, Humpuss, dan Tommy Soeharto. Pemerintah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2008.
Gugatan pemerintah itu kandas. Majelis hakim menilai tidak ada bukti yang menyatakan terdapat hubungan antara Vista Bella dan Tommy. Pemerintah melawan putusan tersebut dengan mengajukan permohonan banding. Saat dihubungi Tempo, juru bicara Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro, menyatakan belum mengetahui permohonan banding tersebut. ”Nanti saya cek dulu apakah sudah diputus atau belum,” kata Andi, Kamis pekan lalu.
Sebelum putusan itu diketuk, pemerintah dan Vista Bella berdamai. Vista Bella mengembalikan hak tagih utang Timor kepada Kementerian Keuangan. ”Kami sudah tidak punya hubungan apa pun dengan cessie Timor,” kata Rahmat Indra, kuasa hukum Vista Bella. Namun Rahmat tidak mau menyebutkan kompensasi yang didapat Vista Bella dengan mengembalikan cessie itu ke pemerintah.
Akta perdamaian itulah senjata pemerintah untuk melawan Tommy di pengadilan. Perdamaian itu disodorkan pemerintah sebagai novum untuk dasar peninjauan kembali. Pemerintah juga mengajukan jaminan pribadi Tommy sebagai bukti baru.
Kaligis menilai majelis hakim pe ninjauan kembali keliru membuat putusan. ”Surat perjanjian damai itu bukan novum,” ujarnya. Novum, kata Kaligis, adalah bukti yang tidak ditemukan pada saat perkara sedang berjalan dan baru ditemukan ketika perkara diputus. ”Perjanjian damai itu kan dibuat setelah ada putusan kasasi, jadi bukan novum.”
Vista Bella, kata Kaligis, juga bukan lagi pemegang hak tagih utang ke Timor. Menurut Kaligis, Vista Bella pada 30 Juni 2003 telah menjual cessie Timor ke Amazonas Finance Limited. ”Jadi tidak ada kewenangan Menteri Keuangan menagih utang ke Timor,” katanya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia P. Nasution menyatakan gembira dengan putusan peninjauan kembali tersebut. ”Dana itu akan menjadi pengurang utang Timor Putra Nasional kepada negara,” ujar Mulia, Jumat pekan lalu, lewat layanan pesan pendek. Menurut hitungan Mulia, utang Timor kepada negara tinggal Rp 2,374 triliun.
Tapi bukanlah Tommy kalau menye rah begitu saja. Dalam pertemuan sekitar satu jam di ruang kerjanya dengan Kaligis, Tommy memerintahkan upaya hukum luar biasa ditempuh untuk melawan putusan peninjauan kembali itu. ”Kami akan segara mengajukan peninjauan kembali,” kata Kaligis.
Sutarto, Bunga Manggiasih
Akhirnya Timor Keok
SIAPA pemilik duit Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri kini terjawab sudah. Mahkamah Agung menyatakan uang yang disita dari PT Timor Putra Nasional, perusahaan milik Tommy Soeharto, itu sah milik pemerintah. Putusan peninjauan kembali ini dianggap sebagai akhir dari pertempuran Tommy melawan pemerintah, setelah berlangsung sekitar 15 tahun.
Agustus 1995
PT Timor Putra Nasional didirikan dengan 99 persen saham milik Hutomo Mandala Putra.
Juni 1996
Keluar Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional, yang mengizinkan sekitar 4.000 mobil KIA diimpor PT Timor masuk tanpa pajak.
Agustus 1997
PT Timor mendapat kredit dari 16 bank nasional, yang sekarang melebur menjadi Bank Mandiri. Sindikasi bank yang dipimpin Bank Dagang Negara mengucurkan kredit tanpa agunan US$ 690 juta dengan bunga 3 persen dan masa pinjamannya 10 tahun.
Januari 1998
Soeharto mencabut Keputusan Presiden tentang Mobil Nasional karena tekanan Dana Moneter Internasional (IMF).
Maret-Desember 1999
Kantor Bea-Cukai Tanjung Priok dan Pelayanan Pajak Tanah Abang mengirim surat paksa penagihan pajak sekitar Rp 3 triliun atas bea masuk mobil Timor. PT Timor Putra Nasional menjadi pasien BPPN. Setelah itu, Timor me nyerahkan sejumlah asetnya ke BPPN sebagai jaminan pembayaran utang Rp 4 triliun itu.
Juni-Juli 2001
Direktorat Jenderal Pajak menyita aset PT Timor sekaligus memblokir dana deposito yang tersimpan di Mandiri. Timor menggugat sembilan pihak di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mulai Menteri Perindustrian hingga Kepala Kantor Bea-Cukai Tanjung Priok, dalam soal penetapan pajak.
April 2002
PT Vista Bella Pratama didirikan oleh pengusaha bernama Taufik Surya Darma. Perusahaan itu beralamat di Ruko Muara Karang Raya Blok Z-3-S Nomor 47, Pluit, Jakarta Utara.
Juni 2003
BPPN melelang piutang PT Timor senilai Rp 4 triliun tersebut, yang kemudian dimenangi oleh Vista Bella Pratama dengan harga Rp 512 miliar.
Juli-Agustus 2004
Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali PT Timor tentang surat paksa penagihan dari kantor pajak dan bea- cukai. Mahkamah Agung membatalkan penyitaan aset PT Timor oleh Direktorat Pajak.
Januari 2005
PT Timor meminta deposito mereka di Bank Mandiri Rp 1,3 triliun, yang merupakan hasil penjualan mobil Timor, dicairkan. Permintaan ini ditolak Mandiri karena Menteri Keuangan Yusuf Anwar me minta uang itu ditahan karena merupakan jaminan utang Rp 4 triliun yang belum dibayar.
Juni-November 2006
PT Timor menggugat Bank Mandiri dan Departemen Keuangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena menahan uang Rp 1,3 triliun itu. Pengadilan memenangkan Timor. Hakim menyatakan PT Timor pemilik sah giro dan 76 deposito pada rekening penampung Rp 1,027 triliun dan US$ 3.974,94.
November 2007
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Bank Mandiri dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Komisi Pemberantasan Korupsi melansir temuan adanya indikasi PT Vista Bella punya hubungan dengan PT Timor Putra Nasional.
Mei 2008
Menteri Keuangan menggugat perdata Vista Bella, Manggala, Humpuss, Timor, dan Tommy di PN Jakarta Pusat. Tommy juga mengugat balik pemerintah.
Agustus 2008
Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Timor pada 22 Agustus 2008. Duit Rp 1,3 triliun di Bank Mandiri menjadi hak Timor.
29 Agustus 2008
Bank Mandiri mencairkan rekening Timor Rp 1,2 triliun ke penampungan sementara Departemen Keuangan atas perintah Menteri Keuangan Sri Mulyani.
26 November 2008
Menteri Keuangan dan Vista Bella berdamai. Hak tagih Timor kembali ke pemerintah. Kedua pihak menarik gugatan perdata. Pemerintah mengajukan perdamaian itu sebagai bukti baru sebagai dasar peninjauan kembali.
11 Februari 2009
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan perdata pemerintah. Perjanjian jual-beli cessie Timor dinyatakan sah.
14 Juli 2010
Mahkamah Agung menerima permohonan peninjauan kembali. Peme rintah berhak atas uang Rp 1,3 triliun sebagai jaminan utang Timor ke pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo