Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAMPIR tiga tahun berlalu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki kaget kasus pemerkosaan pegawai honorer lembaganya kembali mencuat ke publik. Ia mengira skandal tersebut sudah selesai. “Saya baru mengetahui masalah ini akhir Maret 2020. Ketika itu disebutkan sudah ada perdamaian,” ujar Teten kepada Tempo pada Jumat, 28 Oktober lalu.
Ia mengklaim sempat mencari tahu kronologi kekerasan seksual yang dialami ND, pegawai honorer yang menjadi korban pemerkosaan itu. Anak buahnya mengatakan perkara tersebut “berakhir” dengan pernikahan antara pelaku dan korban. Proses hukum di kepolisian juga ikut disetop. “Saat itu saya meminta agar korban dilindungi dan haknya dipenuhi,” katanya.
Skandal ini kembali mencuat ke publik setelah kakak korban, Radit—bukan nama sebenarnya—mengungkap kisah sesungguhnya di balik pemerkosaan ini ke media massa pada pertengahan Oktober lalu. Ia mengatakan keluarga merasa dipaksa menikahkan ND dengan Zaka Pringga Arbi, salah seorang pelaku. Tujuannya adalah mencegah perkara ini berlanjut ke ranah hukum.
ND, 27 tahun, adalah pegawai honorer di Kementerian Koperasi sejak 2018. Ia diperkosa empat rekan sekantornya, yakni Wahid Hasim, Zaka Pringga Arbi, Muhammad Fiqar, dan Nana di salah satu hotel di Kota Bogor, Jawa Barat, pada 6 Desember 2019.
Sebelum pemerkosaan terjadi, ND tengah bersama teman perempuannya berinisial AT di dalam kamar hotel. Sejumlah pegawai Kementerian Koperasi tengah mengikuti acara dinas di sana.
Pada pukul 21.00 WIB, pintu kamar mereka diketuk. Wahid, Zaka, Fikar, Nana, dan tiga pegawai lain mengajak ND dan AT makan malam di salah satu restoran cepat saji. ND mengangguk. AT tak ikut karena mengalami sakit perut. ND tak merasa curiga lantaran sehari-hari berteman dengan ketujuh pria tersebut di kantor. Saat itu, ayah ND masih berstatus pegawai eselon III di Kementerian Koperasi.
Setelah makan malam selesai, alih-alih pulang ke hotel, mereka memboyong ND ke sebuah bar. “Korban dicekoki minuman keras dan tubuhnya lemas,” tutur Kustiah Hasim dari Tim Advokasi dan Komunikasi Publik Kasus Korban Perkosaan Kementerian Koperasi.
Mereka balik ke hotel pada pukul 04.00 WIB. Dalam keadaan lemas, ND dibopong ke kamar lain. Wahid, Zaka, Fiqar, dan Nana diduga memperkosa ND secara bergantian di kamar. Dua temannya, EW dan T, menjaga pintu. Sementara itu, AS, pegawai lain, setelah ikut mengantar ND ke kamar, kembali ke bilik hotelnya sendiri.
Kejahatan ini terungkap karena ND menunjukkan berbagai keanehan setelah pulang dari acara dinas tersebut. “Dia seperti orang ketakutan, mengurung diri di kamar, jadi pendiam, dan tidurnya tidak nyenyak,” ujar Radit.
Dua hari berselang, Radit dan orang tuanya mengajak ND berbicara dari hati ke hati. ND menceritakan pemerkosaan itu sambil menangis. Radit beserta orang tua langsung mendatangi Kepolisian Resor Kota Bogor untuk melaporkan pemerkosaan yang dialami ND.
Radit juga mendatangi hotel untuk meminta salinan rekaman kamera pengawas atau CCTV. ND kemudian menjalani visum di Rumah Sakit Azra Bogor. Radit mengajak para pegawai Kementerian Koperasi untuk bersaksi di kantor polisi. Radit juga bekerja di Kementerian Koperasi.
Kasus ini kemudian naik ke penyidikan. Pada Februari 2020, polisi menangkap Wahid, Zaka, dan Nana di kantor Kementerian Koperasi. Fiqar diciduk di Bekasi. Mereka langsung ditahan di Polres Bogor.
Saat keempat tersangka ditahan, keluarga mereka mendatangi rumah ND di Jakarta Selatan. Dari keempat pelaku, hanya Zaka yang masih lajang. Istri Wahid, Fiqar, dan Nana memohon agar suami mereka dibebaskan. “Ayah juga dilobi banyak pihak agar berdamai dengan para pelaku,” tutur Radit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Teten Masduki (dua kiri) memberikan keterangan kepada media usai rapat dengan jaringan aktivis perempuan mengenai kasus pemerkosaan terhadap pegawai honorer di lembaganya, 25 Oktober 2022/Dok. KemenkopUKM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyidik Polres Bogor berpangkat inspektur satu berinisial FH turut merayu keluarga ND agar kasus ini tak sampai ke pengadilan karena akan menghabiskan ongkos yang besar. Radit mengatakan FH juga berupaya menakut-nakuti dengan menyebutkan kasus ini akan mengungkap identitas ND karena akan diliput media massa.
Wakil Kepala Polres Kota Bogor Ajun Komisaris Besar Ferdy Irawan mengatakan pihaknya menghentikan penyidikan kasus pemerkosaan ini karena ada perdamaian antara korban dan pelaku. Keluarga korban datang ke kepolisian dan menyampaikan salah satu tersangka sepakat bertanggung jawab dengan menikahi ND.
Tapi institusinya bisa membuka kembali kasus pemerkosaan itu. “Kalau ada perintah, ya, apa boleh buat. Jika ada perintah pengadilan dengan putusan praperadilan, kami akan siap melaksanakan itu,” ujar Ferdy.
Radit beralasan keluarga menerima tawaran pernikahan ND dengan Zaka karena tak mengerti hukum dan banyak tekanan. Keduanya menikah pada Maret 2020. Proses pernikahan itu dibantu Inspektur Satu FH. Setelah pesta pernikahan selesai, polisi membebaskan keempat tersangka pada 18 Maret 2020. Pada masa itu, ayah ND juga pensiun dari Kementerian.
Untuk membiayai pernikahan, Iptu FH menyerahkan uang RP 40 juta kepada ayah ND. Uang tersebut diklaim berasal dari patungan para pelaku. Belakangan, terungkap para pelaku sebenarnya mengumpulkan uang Rp 150 juta untuk keluarga ND. “Sisanya ke mana? Saya tidak tahu,” ucap Radit.
Zaka sebelumnya berstatus calon pegawai negeri. Ketika kasus ini selesai, dia diangkat menjadi pegawai tetap. Wahid dan EW juga tetap bekerja seperti biasa. Mereka hanya mendapat sanksi penundaan kenaikan pangkat dan jabatan selama satu tahun. Nana, Fiqar, AS, dan T adalah pegawai kontrak. Setelah kasus ini terjadi, kontrak mereka dihentikan.
Pernikahan itu ternyata hanya akal-akalan. Selepas pesta pernikahan, Zaka menghilang. Ia hanya mentransfer uang Rp 300 ribu kepada ND setiap bulan hingga akhir 2020. Lewat pengacara, keluarga ND mengirim somasi kepada Zaka pada akhir 2021. Mereka mendapat informasi dari Bagian Kepegawaian Kementerian Koperasi bahwa Zaka ternyata sedang tugas kuliah di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Ia mendapat rekomendasi penerimaan beasiswa dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pada April 2022, keluarga menerima kabar Zaka menggugat cerai ND. Hingga kini, proses perceraian masih berlangsung.
Sejak kasus pemerkosaan itu, ND tak lagi bekerja di Kementerian Koperasi. Ia menjadi pegawai honorer di lembaga lain. Soal pekerjaan ini turut menjadi polemik karena Kementerian Koperasi mengklaim membantu ND bekerja di lembaga itu. Padahal, Radit menjelaskan, ayahnya yang mengupayakan agar ND bekerja di sana.
Proses pemberhentian ND di Kementerian Koperasi juga ganjil. Radit mengatakan Menteri Teten menerima surat permohonan pengunduran diri ND pada Maret 2020. Padahal ND sama sekali tak pernah mengajukan surat tersebut. “Saat itu kami masih sibuk mengurus proses hukum, mana mungkin dia mengajukan resign? Siapa yang membuat surat itu?” tutur Radit.
Dimintai konfirmasi ihwal kasus pemerkosaan ini, Wahid enggan berkomentar panjang. “Sudah dibentuk tim independen pencari fakta. Saya akan memberikan keterangan kepada tim independen,” ujarnya.
Zaka tak merespons pertanyaan Tempo yang dikirim ke nomor teleponnya. Ayah Zaka, Izul Arbi, juga tak berkenan meladeni permintaan wawancara. “Saat ini anak saya lagi sakit. Yang saya tahu anak saya tidak berbuat tapi terus saja dikaitkan dan tidak bisa membela diri,” kata Arbi.
Menteri Teten Masduki mengakui proses perdamaian antara korban kekerasan seksual dan pelaku, salah satunya lewat pernikahan, adalah cara yang salah. Ia menduga pernikahan itu hanya taktik para tersangka agar lepas dari jeratan hukum. “Yang dirugikan lagi-lagi korban,” ucapnya.
Ia memutuskan membentuk tim independen untuk mengungkap kasus ini secara menyeluruh. Selain dari Kementerian Koperasi, tim ini melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta beberapa aktivis perempuan.
Teten juga mendukung ND mengajukan gugatan praperadilan pemberhentian penyidikan kasus pemerkosaan. “Kementerian akan menanggung semua biaya hukum, konseling, hingga gaji korban yang belum dibayarkan,” katanya.
M. SIDIK PERMANA (BOGOR)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo