Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Pena VS Tinju

Wartawan "variasi" (tom & iwan) & wartawan "junior" (arbany soepeno dan derek manangka) menjadi korban pemukulan akibat berita yang ditulis mengenai hubungan emilia contessa dengan ir. rio tambunan. (krim)

27 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ORANG dulu bilang, Pena wartawan lebih ampuh dari meriam. Sekarangpun dalam hal-hal tertentu barangkali masih begitu. Hanya ada yang sambil berseloroh menambahkan bahwa pena (atau mesin tik) plus kodak saja tidak cukup. Kalau dipukul, seperti yang terakhir dialami oleh dua wartawan Jakarta, bagaimana? Ke pengadilan, tentu asalkan badan cukup tahan. Kedua "nyamuk" pers yang dari majalah Junior tersebut, kabarnya telah habis kena gebuk oleh seorang tokoh tinju beserta anak buahnya. Sebelumnya rupanya masih dalam sassus hubungan tokoh ini dengan seorang bintang, musibah serupa telah pula dirasakan wartawan Variasi. Di samping pengaduan pidana atas kedua kejadian itu, gugatan sipil pun sudah disampaikan pada pengadilan. Dengan begitu bertambahlah khazanah main hakim sendiri terhadap para wartawan, setelah berita yang pernah dialami oleh wartawan Violeta dan Ultra, Yaya Sutara dua tahun yang lalu. Atas ketupat bengkulu yang dijatuhkan lelaki bernama Bastian Hutapea terhadap Sutara, pengadilan menghukum pidana si pemukul dengan 20 hari penjara dan ganti rugi perdata sebesar Rp 504.432. Sementara itu Kasim Gintings, dari Hotel Gama Gundaling, Jakarta, bulan Agustus yang lulu dituduh pula telah memukul dan menghina wartawan John Moesha Tobing, harian Sinar Indonesia Baru, Medan -- sidang perkaranya sedang berlangsung. Adapun peristiwa yang menimpa kedua wartawan Junior dan Variasi di atas, seperti yang dilaporkan Selecta Group (Junior adalah anggota kelompok tersebut) dap Variasi kepada PWI din bagian Reserse Kriminal Komdak Metro Jaya begini. Bulan September, variasi menulis masalah yang lalu waktu itu: hubungan apa yang terjalin antara penyanyi Emilia Contessa (18 tahun.) dengan Ir Rio Tambunan, 40 tahun dulu aktif dalam pemerintah DKI Jaya, kini, memimpin dan membiayai pusat latihan tinju. Bahkan majalah ini juga mencoba mengungkap soal keluarga Rio yang lain. Rio marah. Lalu Tom (anggota redaksi), Iwan (yang menulis gosip itu bersama Leny (sekretaris redaksi) menemui Rio di tempat latihan tinju Garuda Jaya di Jalan Mandala. Maksudnya: minta maaf, jika Rio tersinggung untuk apa yang ditulis di media mereka. Mula-mula pertemuan itu baik-baik saja. Malah disuguh minuman segala. Berdebat masalah tulisan tentang Emil dan Rio, tak mungkin lagi mengelakkan pertemuan jadi panas. Menurut Tom, lawan bicaranya - bekas Kepala Dinas Tata Kota DKI itu - tiba-tiba melepas arlojinya. Lalu "menantang saya berkelahi" tutur Toni kepada TEM PO. Tentu "tantangan itu tidak saya ladeni", lanjutnya. Dan ketika Rio menantang itulah, Tour sempat melihat Iwan sedang dihajar oleh anak-anak Garuda Jaya. Tom bilang, ia tidak sempat melerai apa yang terjadi atas temannya itu. Tuntut Semua Atas pokok berita yang sama, majalah remaja Junior juga- harus berhadapan dengan Rio Tambunan berikut anak asuhnya. Tanggal Desember, kantor Junior didatangi oleh enam anggota Garuda Jaya. Mereka minta pertanggungan jawab pimpinan majalah tersebut mengenai tulisan perihal Rio din Emil yang terbit minggu itu. Tidak 'terjadi apa-apa, karena para petinju tamu itu bersedia menanti penulis berita itu pada keesokan harinya di tempat latihan mereka. Yang datang ke Garuda Jaya tanggal 1 dan 4, Arbany Soepeno dan reporter olah raga. Derek Manangka. Di sebuah ruangan mereka duduk di antara Rio sendiri dan beberapa anggotanya. Menurut surat laporan dari Selecta ini, yang ditanda-tangani oleh Satya Dharma, terjadi percakapan seperti berikut: "Apakah -kalau sudah menulis lalu minta maaf itu sudah selesai?" kata Rio. Lalu: "Apakah kalau saya pukul kamu lalu minta maaf, apakah itu sudah selesai?". Berdiri dari tempat duduknya, Rio juga mengucapkan: "Apakah saudara termasuk komplotan yang maenjatuhkan kedudukan saya?" Arbany Soepeno tentu membantah. Setelah panjang lebar bicara, masih menurut surat laporan Satya Dharma, lalu Rio mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggotanya: "Bagaimana kalau saya dituntut?" Yang ada di ruangan itu serentak menjawab: "Tuntut semua" Dan, "bagaimana kalau saya diadili", kata Rio dijawab juga beramai-ramai: "Diadili semua !" Selesai dengan mulut, Rio mengayunkan tangannya tepat ke arah mulut Arbany. Korban, bekas-tentara, pernah berolahraga tinju dan karate, menilai pukulan keras Rio jenis pukulan yang disebut straight. Namun Rio mengatakan di muka wartawan olahraga (SIWO) dua pekan lalu, ia cuma memukul secara jab yang tidak begitu keras. Belum tahu akibat bekas pukulan yang satu ini, tiba-tiba dari belakang Arbany, merasakan pukulan lain dari anak Garuda Jaya. Arbany jatuh. Tertatih-tatih is mencoba meluruskan badannya - yang ka• tanya mati separuh akibat rematik tiga hari sebelumnya - tapi sulit, karena entah dari siapa datangnya, badannya merasa kena pukul dari kanan kiri bertubi-tubi. Mula-mula teman Arbany, Derek Manangka, hampir kena bekas tangan Rio juga. Arbany dapat mencegah tangan Rio, dengan menyatakan anak itu orang baru di Selecta, tapi Derek akhirnya kena hantam anggota yang lain. Derek diperintahkan oleh Rio memasuki sebuah ruangan lain,untuk membuat semacam surat permintaan maaf (surat yang sudah disiapkan dari kantor Junior tidak diterima oleh Rio). Termasuk keharusan meminta maaf kepada keluarga Rio dan organisasi Garuda Jaya. Menurut cerita itu pula, di ruangan tersendiri itu Derek juga harus menerima beberapa pukulan dari salah seorang petinju, yang mengakibatkan bibirnya pecah - perlu dijahit -- dan giginya sakit. Dengan cepat peristiwa ini segera jadi berita di koran Jakarta. Berita itu membuat fihak Garuda Jaya mendatangi kantor Selecta lagi. 10 Desember mencari Arbany dan Derck. Tidak ketemu. Ir Rio Tambunan sendiri menyatakan, apa yang dilakukannya atas diri wartawan-wartawan Jakarta itu bukan kesengajaan. "Saya hanya pura-pura memukul, supaya adik-adik (maksudnya anak-anak Garuda Jaya) merasa lega dan tidak memukul mereka", kata Rio kepada wartawan-wartawan olahraga. Ia pun menyatakan ketika itu ia tidak bisa menahan emosi. Ia juga mengemukakan penyesalannya atas terjadinya peristiwa tersebut."Tapi ya bagaimana saya sudah dijadikan bola oleh mereka. Saya ditulis yang tidak-tidak. Bahkan anak saya, yang tidak berdosa, ibu saya yang saya cintai, dijadikan bola juga oleh mereka", kata Rio keras. "Apa saya tidak boleh marah?" katanya. Tapi ia membantah pengeroyokan anggota-anggota klubnya terhadap wartawan-wartawan itu. Bahkan ia merasa telah cukup mengamankan korban dari tangan anggotanya, yang merasa marah membela pimpinannya dijadikan bulan-bulanan di majalah. Ia merasa memukul pelan saja, "kalau benar-benar, barangkali ia akan k.o." Itupun sebelumnya Rio telah minta maaf lebih dulu, dengan meminta korbannya melepaskan kaca-matanya sebelum dipukul. Di sampiing memperkarakan soal ini ke polisi dan ke pengadilan, PWI Jaya juga mengeluarkan pernyataan: PWI Jaya seksi Film, Teater Kebudayaan akan memboikot dalam arti tidak memberitakan - semua kegiatan Emili. Contessa. Nah, Emil tentu saja kesal da sedih. Ia merasa tidak berbuat apapun dalam peristiwa pemukulan wartawan tetapi ia yang kena aksi balasan. "Ini namanya, orang yang makan nangkanya saya yang kena getahnya", seperti dika takannya kepada harian Suara Karya dua pekan lalu. Apa lagi ia merasa tidak dihubungi dulu mengenai persoalan ini. sebelum Bram Tuapatinaya dan Hasan Basri menanda-tangani pernyataan atas nama PWI Jaya. Mungkin orang-orang PWI melihat bahwa tulisan di Junior itu adalah berdasar keterangan Emil sendiri hingga sang aktris tidak bisa dikatakan 100% bebas dari kesalahan Emil. Tapi keluhan Emil ini agaknya terdengar juga oleh Pengurus PWI Jaya yang lain. Pemboikotan yang dilancarkan sejak tanggal 12 lalu, empat hari kemudian dicabut kembali dengan pernyataan yang ditanda-tangani oleh Zulharmans dan RP Hendro sebagai ketua dan Sekretaris Pengurus Harian PWI Jaya. Alasan pencabutan itu tidak begitu jelas, cuma dikatakan: setelah meninjau kembali dan menanggapi reaksi masyarakat akan pemboikotan selama empat hari itu. Lalu ke alamat siapa seharusnya pemboikotan itu? Seorang tokoh PWI, lain bisa berpendapat, "seandainya Rio dan Garuda Jayanya yang bersalah, merekalah yang harus diblack-out". Tapi yang bersalah menurut hukum, memang masih belum ketahuan. Sementara itu, biarpun sudah diadukan dan beritanya sudah tersebar luas, hingga laporan ini diturunkan, "sudah 12 hari polisi belum membuat berita acara pemeriksaan, dan belum pula memanggil tersangka", keluh Azhar Achmad, pengacara yang mengurus keperluan hukum kedua wartawan di atas. Sayangnya, bila hukum berjalan lambat, biasanya orang mempercayai yang lebih cepat. Dalam hal peinju, itu bisa berarti jotosan. Dalam hal wartawan: maki-maki di suratkabar atau majalah. Jadi brengsek.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus